Hasil Ringkasan
177 Bab V Tata Kelola dalam Implementasi Rencana Energi Regional di Indonesia Multilevel governance dalam sistem energi regional adalah pendekatan yang krusial untuk mencapai tujuan keberlanjutan energi. Dalam bab ini akan menjelaskan bagaimana sistem energi regional di Indonesia, serta urgensi dari penerapan pendekatan multilevel governance dalam sistem energi regional serta strategi dalam penyelesaian kendala dalam penerapan multilevel governance di Indonesia. V.1 Analisis Dokumen Sistem Energi Regional di Indonesia Urgensi dalam memenuhi tuntutan global untuk segera mewujudkan transisi dari sistem energi konvensional menuju sistem energi yang berkelanjutan. Peralihan dari sistem energi konvensional menuju sistem energi berkelanjutan memerlukan komitmen yang solid dari semua pihak untuk mewujudkan diversifikasi energi terutama dengan meningkatkan penggunaan energi baru-terbarukan (EBT). Pada tahun 2014 Indonesia mengesahkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 yang mentargetkan bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025. Pada tahun 2019, porsi energi terbarukan dunia telah mencapai 18.5%, sedangkan Indonesia masih berada pada 8.55%, mengindikasikan terjadinya stagnasi pencapaian target transisi energi dalam beberapa tahun terakhir. Selain peralihan menuju EBT, perencanaan energi yang berkelanjutan juga harus mengkombinasikan pendekatan bottom-up dan mempromosikan pendekatan partisipatori karena pendekatan ini terbukti lebih mampu mengidentifikasi kebutuhan sosial-budaya, sumber-sumber energi alternatif serta teknologi yang sesuai dengan teritori spesifik tersebut. Sehingga secara langsung dapat meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi daerah. Berbeda dengan Indonesia, sampai dengan saat ini, salah satu sektor energi yang paling utama misalnya, ketenaga-listrikan, perencanaanya sangat top-down; terpusat. Rencana 178 Umum Pengembangan Tenaga Listrik (RUPTL) bahkan ditegaskan dalam PP No. 10 Tahun 1989 hakikatnya adalah Rencana Kerja Perusahaan. Sebagai konsekuensi dari penetapan RUPTL sebagai rencana kerja perusahaan PT. PLN Persero, proses pengambilan keputusan terkait rencana dalam RUPTL tidak mensyaratkan mekanisme transparansi dan partisipasi publik. Baru setelah RUPTL tersebut disahkan publik dapat mengsksesnya. Alur pengambilan keputusan seperti ini pada kenyataannya seringkali mengakibatkan konflik di daerah, terutama terkait ketidaksesuaian RUPTL dengan proyeksi pembangunan daerah kedepan. Seperti yang terjadi dalam proses penyusunan RUED Provinsi yang ada di Indonesia, dalam hal ini studi kasus Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dalam beberapa komponen terdapat beberapa kesenjangan perbedaan dari dua dokumen studi kasus. Seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel V. 1 Identifikasi Karakteristik dari Dokumen RUED-P Sumber: analisis konten dokumen dan penjabaran, 2024 Berdasarkan analisis dokumen RUED Jawa Barat dan Bangka Belitung, serta dokumen terkait lainnya, berikut beberapa faktor determinasi yang mendasari kebijakan RUED: 179 1) Kebijakan Nasional: a) UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi: Menetapkan dasar hukum pengelolaan energi di Indonesia.