11 Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini akan menguraikan dan membahas berbagai teori yang menjadi landasan utama dalam penelitian ini. Teori-teori yang dipilih ini secara sistematis bertujuan untuk memberikan landasan konseptual yang kuat, sehingga dapat memperjelas kerangka berpikir dalam penelitian ini. Selain itu, pemilihan teori ini juga berfungsi untuk hubungan antara variabel yang diteliti menggambarkan bagaimana variabel- variabel tersebut saling mempengaruhi atau berinteraksi, dan analisis data akan memberikan bukti yang diperlukan untuk mendukung pemahaman tersebut. Dengan adanya teori-teori tersebut, penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan pemahaman yang lebih menyeluruh dan terperinci, baik dalam merumuskan masalah, menginterpretasikan temuan, maupun menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan. II.1 Kesiapsiagaan Bencana kesiapsiagaan merujuk pada serangkaian tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk merespons situasi bencana dengan cepat dan tepat. Tindakan kesiapsiagaan meliputi penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya, serta pelatihan personel (Carter 1992, hlm. 29). Sedangkah menurut BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mengatakan bahwa Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menghadapi bencana dengan cara yang terorganisir dan efektif. Berdasarkan BNPB, terdapat enam langkah penting dalam kesiapsiagaan bencana, yaitu: 1. Mengetahui potensi bahaya di sekitar lingkungan, 2. Memahami sistem peringatan dini lokal, serta mengetahui jalur evakuasi dan rencana pengungsian, 3. Mampu menilai situasi dengan cepat dan mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi diri, 4. Menyusun rencana kesiapsiagaan bencana untuk keluarga dan melatihnya, 5. Mengurangi dampak bencana melalui langkah-langkah mitigasi, 6. Berpartisipasi aktif dalam pelatihan kesiapsiagaan. Menurut (UNISDR 2009) Pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan oleh pemerintah, lembaga profesional di bidang pemulihan bencana, serta masyarakat, 12 dengan tujuan untuk mengantisipasi, menangani, dan memulihkan diri secara efisien dari dampak peristiwa atau situasi yang dapat menimbulkan ancaman, baik yang sedang terjadi, yang mungkin terjadi, maupun yang akan datang. II.1.1 Mitigasi Mitigasi bencana merupakan serangkaian langkah yang dilakukan untuk menurunkan tingkat risiko bencana, baik melalui pembangunan infrastruktur fisik maupun dengan meningkatkan kesadaran serta kemampuan masyarakat dalam menghadapi potensi ancaman bencana (UU Nomor 24 Tahun 2007). Menurut (Pergub DKI Jakarta, BPBD 2023-2027), mitigasi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengurangi potensi risiko bencana, baik melalui pembangunan infrastruktur maupun dengan meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana. Selain itu, tujuan mitigasi adalah untuk menurunkan tingkat risiko bencana juga mencegah terjadinya bencana yang akan berpotensi terjadi suatu daerah yang mempunyai potensi bencana. Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 47, terdapat tiga jenis kegiatan mitigasi yang harus dilakukan, yaitu pertama, pelaksanaan penataan tata ruang; kedua, pengaturan pembangunan, infrastruktur, dan tata bangunan; dan ketiga, penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, serta pelatihan baik secara konvensional maupun modern. Sementara itu, menurut UNISDR (2009), pengurangan atau pembatasan dampak-dampak negatif yang disebabkan oleh ancaman bahaya dan bencana terkait juga menjadi fokus utama. Penanganan bencana banjir rob perlu dilakukan secara bertahap, mencakup upaya pencegahan sebelum terjadinya bencana (prevention), penanganan selama bencana (response/intervention), dan pemulihan setelah bencana (recovery) (Ananda Urbanus, et al 2021). Mitigasi bencana terbagi menjadi dua jenis, yaitu mitigasi struktural yang melibatkan penggunaan sarana dan prasarana fisik yang tahan lama seperti tanggul, pompa, dan sistem polder, serta mitigasi non-struktural. Beda dengan mitigasi non-structural yaitu dengan membuat kebijakan kebijakan tentang bencana seperti kebijakan terkait bencana. Dalam penelitian ini kawasan Pantai Indah Kapuk menggunakan mitigasi structural untuk mencegah terjadi adanya banjir rob yang berpotensi mengenai kawasan ini. 13 II.1.2 Mitigasi Struktural Mitigasi Struktural merupakan mitigasi bencana yang sepenuhnya menggunakan sarana dan prasarana fisik rekayasa buatan dalam memitigasi bencana. Ada dua komponen mitigasi structural, pertama dengan dibuatnya bangunan dengan rekayasa (Engineered Structure) yaitu Jenis bangunan ini Melibatkan profesional yang berkompeten dalam proses perencanaan, desain, dan pelaksanaan. Selain itu, dibangun juga Bangunan Tanpa Rekayasa (Non-Engineered Structure), yang merujuk pada jenis bangunan seperti tempat tinggal dan fasilitas publik sederhana yang dibangun secara tradisional dengan memanfaatkan bahan lokal. (Fepy Supriani, 2009). sedangkan dengan kata lain mitigasi struktural mencakup upaya pembangunan fisik yang bersifat teknis, seperti pembuatan bendungan, tanggul buatan, saluran drainase, dan kolam penampungan. Sementara itu, mitigasi non- struktural berfokus pada aspek sosial, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, penghijauan, serta kegiatan reboisasi (Sarawut Jamrussri, et.all, 2017). Mitigasi struktural merupakan tindakan untuk mengurangi efek bencana dengan cara membangun infrastruktur yang mendukung infrastruktur yang dirancang dengan teknik rekayasa bangunan tahan bencana, seperti tahan air dan sebagainya. Contoh penerapan metode mitigasi struktural meliputi: pertama membangun tembok tanggul, atau sistem pertahanan air sepanjang sungai yang rawan banjir dan terletak dekat dengan pemukiman, kedua hal tersebut mengatur aliran serta volume air di daerah hulu dengan memantau aliran yang masuk dan keluar, serta membangun bendungan dan waduk untuk menahan potensi banjir, dan yang ketiga yaitu dengan membersihkan ekosistem sungai untuk menjaga kondisi sungai, termasuk mengurangi sedimentasi di dasar Sungai (Urbanus Ananda, dkk, 2021). Oleh karena itu, Pantai Indah Kapuk mengadopsi sistem polder sebagai langkah mitigasi berbasis struktural. Pemilihan sistem ini didasarkan pada kemampuannya dalam memberikan perlindungan yang optimal terhadap ancaman banjir khususnya banjir rob yang berada di daerah bawah permukaan laut. Melalui penerapan sistem polder, air hujan dan air pasang dapat dikelola secara efektif menggunakan tanggul, pompa, serta saluran drainase. Hal ini memastikan kawasan tetap bebas dari genangan. 14 Selain itu, metode mitigasi ini juga mendukung pengelolaan air yang berkelanjutan, sesuai dengan kebutuhan wilayah perkotaan yang terus berkembang. II.1.3 Sistem Polder (Polder System) Gambar II 1 Sistem Polder (Polder System) (Sumber: Diklat Penanganan Drainase Jalan, Modul 4: Perencanaan Sistem Polder dan Kolam Retensi Kementerian PUPR) Kawasan Pantai Indah Kapuk merupakan kawasan komersial terintegrasi dan rekreasi dan juga menjadi salah satu kawasan proyek strategi nasional (PSN) yang memfokuskan menjadi kawasan pariwisata dekat laut di DKI Jakarta. Kawasan ini terbagi menjadi dua bagian, untuk PIK 1 memiliki daratan yang berada di Jakarta Utara sedangkan PIK 2 terkenal dengan pulau reklamasinya yaitu pulau buatan yang berada diatas laut pantai Jakarta Utara, kawasan ini memiliki potensi bencana banjir rob yang sewaktu-waktu menggenangi kawasan ini. Untuk mencegah terjadinya bencana banjir rob pihak pengelola PIK (Agung Sedayu Group) menggunakan sistem polder untuk pencegahan naiknya air laut ke daratan, Sistem polder adalah suatu metode pengendalian banjir yang melibatkan berbagai Infrastruktur fisik seperti saluran drainase, kolam retensi, dan pompa air yang dikelola secara terkoordinasi memungkinkan identifikasi yang jelas terhadap daerah rawan banjir. Dengan sistem ini, dapat mengendalikan terhadap ketinggian muka air, debit, dan volume air yang harus dibuang dapat dilakukan secara efisien. Oleh karena itu, sistem polder dikenal sebagai sistem drainase yang dikelola dengan baik. Sistem ini umumnya diterapkan di daerah dataran rendah atau cekungan, tempat di mana aliran air secara alami tidak dapat terjadi karena gravitasi. Untuk mencegah banjir, saluran dibangun mengelilingi cekungan tersebut. Air yang terakumulasi di dalam sistem polder kemudian dialirkan dan disalurkan ke waduk, sebelum dipompa ke kolam penampungan (Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat). 15 II.2 Bencana Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana adalah suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat, yang disebabkan oleh faktor alam, non-alam, atau faktor manusia, yang mengakibatkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian materi, serta dampak psikologis. Hal ini juga dijelaskan dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat, dengan penyebab yang dapat berasal dari faktor alam, non-alam, atau manusia, yang menghasilkan dampak korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana adalah hasil interaksi dari tiga unsur: ancaman, kerentanannya, dan kapasitas yang ada, yang dipicu oleh suatu kejadian.