1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Konservasi Bangunan Cagar Budaya di Kota Surabaya Meningkatnya perkembangan dan kepadatan di berbagai kota di Indonesia termasuk Kota Surabaya, membuat perlunya konservasi cagar budaya. Kota Surabaya merupakan kota yang mempunyai beragam bangunan bersejarah peninggalan masa kolonial dan terbagi di beberapa wilayah seperti kawasan Tunjungan. Adapun beberapa bangunan heritage ini telah diputuskan statusnya sebagai cagar budaya yang dilindungi Pemerintah Kota Surabaya. Dewasa ini, Kawasan Tunjungan yang merupakan salah satu bagian dari Kota Surabaya, sedang dilakukan penataan dan pemanfaatan kembali cagar budaya yang merupakan salah satu upaya konservasi. Hal ini dilatarbelakangi Kawasan Tunjungan pada 10 tahun terakhir semakin ditinggalkan dan pertokoan yang dahulunya ramai menjadi sepi. Selain itu, upaya konservasi di Kawasan Tunjungan ini untuk menghindari banyaknya kasus pembongkaran cagar budaya di kawasan tersebut seperti contoh eks Toko Nam yang dibongkar pada tahun 2002, eks Toko Metro yang dibongkar pada tahun 2013 dan terbaru eks Toko May Sun yang hanya disisakan fasad depan bangunan (Antara, 2013) (Mahfud, 2021). Hilangnya bangunan cagar budaya ini disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran dan kepedulian sebagian masyarakat terhadap nilai penting dari cagar budaya. Selain itu, dalam menjaga fungsi bangunan dan kawasan cagar budaya, penting untuk memperhatikan kriteria living monument, yang berarti bangunan tersebut masih dapat digunakan oleh masyarakat serta harus mempertimbangkan kelestariannya. Contohnya termasuk Kawasan Tunjungan pada Gedung Siola dan Hotel Majapahit. Kemudian di sisi lain, terdapat juga dead monument, yaitu bangunan dengan status cagar budaya yang tidak lagi berfungsi sesuai dengan tujuan awalnya seperti candi-candi yang memiliki pengaruh agama Buddha dan Hindu. Penerapan kriteria living monument ini juga untuk menghindari ditinggalkannya suatu kawasan heritage dan meminimalisir kualitas lingkungan yang menurun. Oleh karena itu, penting untuk melakukan konservasi terhadap cagar budaya 2 dengan melibatkan berbagai pera antar stakeholder sebagai sarana untuk menjaga dan melindungi bangunan serta lingkungan sekitarnya dari kerusakan, sehingga dapat tetap terjaga kelestariannya di masa depan. I.1.2 Stakeholder yang Berperan Dalam Konservasi Bangunan Cagar Budaya di Kota Surabaya Bangunan cagar budaya dapat didefinisikan sebagai kelompok bangunan terpisah atau yang terhubung, karena arsitekturnya, homogenitasnya, atau tempatnya di lanskap, dan memiliki nilai universal luar biasa dari sudut pandang sejarah, seni, atau sains (UNESCO World Heritage Centre, 2023). Hal ini jika ditangani dengan tepat, cagar budaya dapat berperan sebagai pendorong pembangunan sosial ekonomi melalui sektor pariwisata, perdagangan, dan properti yang bernilai tinggi. Berbanding lurus dengan hal tersebut, Indonesia telah melakukan pelestarian kota pusaka yaitu dengan melestarikan setiap aset budaya termasuk kawasan heritage yang ada di beberapa kota sebagai upaya pengembangan ekonomi kreatif. Kegiatan pelestarian ini dapat berupa pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan benda- benda cagar budaya, termasuk bangunan gedung cagar budaya, petunjuk teknis dirancang sebagai panduan bagi para pihak dalam melakukan pelindungan yang berupa pemeliharaan dan perawatan; pemugaran yang berupa rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi dan restorasi; pengembangan yang berupa adaptasi dan revitalisasi; pemanfaatan bangunan cagar budaya (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015). Adapun upaya Pemerintah Kota Surabaya untuk melakukan langkah awal guna mempertahankan eksistensi bangunan cagar budaya yaitu dengan mendaftarkan sistem registrasi nasional cagar budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta tertuang di SK Walikota. Bangunan cagar budaya yang tercatat berjumlah sekitar 266 bangunan. Adanya sistem registrasi nasional cagar budaya tersebut, pemerintah pusat maupun pemerintah kota dapat mengawasi konservasi bangunan dengan status cagar budaya di Kota Surabaya. Adapun jumlah bangunan dengan status cagar budaya yang 3 berhasil diinventarisasi TACB dan Disbudparpora sebanyak 289 buah dan diperkuat dengan SK Walikota yang dikeluarkan untuk masing-masing bangunan cagar budaya. Selain itu, terjaganya kelestarian bangunan cagar budaya tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja. Tetapi, masyarakat mempunyai peran penting dalam upaya pelestarian bangunan cagar budaya di Surabaya. Upaya konservasi cagar budaya juga tidak lepas dari peran para stakeholder didalamnya. Namun, karena berbagai persoalan tata kota yang kompleks pada masa kini membuat bangunan cagar budaya terancam hilang, terutama di kawasan Tunjungan, Kota Surabaya. Pemanfaatan cagar budaya yang tidak berbanding lurus dengan perhatian masyarakat terhadap sejarah dan budaya, menunjukkan bahwa strategi pelestarian cagar budaya di Surabaya belum berfungsi secara optimal. Perlu adanya kolaborasi dan peran aktif antar stakeholder dalam upaya mewujudkan strategi konservasi yang ideal. Kawasan bersejarah di Kota Surabaya, terutama di Kawasan Tunjungan, memerlukan banyak kajian khusus mengenai konservasi yang melibatkan banyak stakeholder. Tujuannya adalah menemukan interaksi dan langkah-langkah yang tepat agar upaya konservasi dapat berjalan efektif. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami dengan jelas hubungan dan jaringan yang ada antara isu-isu perkotaan di Kawasan Tunjungan dengan tindakan perlindungan serta pengembangan yang relevan dan ditangani oleh stakeholder yang sesuai. Selain itu, hal ini untuk mengetahui dan mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam konservasi bangunan cagar budaya. I.2 Masalah Penelitian Kegiatan konservasi dapat dimanfaatkan untuk mengelola tampilan kota yang mencerminkan kesinambungan dengan sejarah sekaligus tetap memberikan layanan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup kehidupan bersifat dinamis. Hubungan antara lingkungan dan manusia masih belum banyak diperhatikan terkait penataan kawasan cagar budaya. Berbagai pihak masih sibuk membicarakan terkait objek pusaka itu sendiri dibandingkan mengapresiasi terhadap objek pusaka tersebut. Apresiasi dibutuhkan untuk selanjutnya dapat dilakukan pemeliharaan, pengembangan dan pemanfaatan secara mandiri oleh masyarakat. Secara khusus, bisa dikatakan bahwa 4 masyarakat perlu merawat dan menghidupkan objek pusaka tersebut yang kemudian dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Maka dari itu upaya konservasi perlu dilakukan sinergitas antar stakeholder mulai pemerintah, swasta maupun masyarakat agar bangunan cagar budaya tetap terjaga kualitas dan nilainya serta mempertahankannya untuk generasi mendatang. Upaya konservasi ini juga dilakukan karena bangunan cagar budaya diibaratkan sebagai three dimensional text book of our past, terdapat perbedaan dengan biografi kehidupan orang-orang penting yang sedikit banyak dapat dipalsukan dan dilebih-lebihkan (Dyson et al., 2003). Maka dapat dikatakan bahwa karya arsitektur merupakan salah satu bukti sejarah yang tampil apa adanya. Adapun kota yang telah melupakan bangunan cagar budaya dan kemudian menggantinya dengan bangunan baru yang lebih modern, maka dapat dikatakan kota tersebut telah melupakan identitas dan sejarah kota itu sendiri. Kawasan cagar budaya khususnya di Kawasan Tunjungan Kota Surabaya memiliki bangunan yang bergaya arsitektur beragam. Kemudian, bangunan dengan status cagar budaya di kawasan tersebut memliki konsentrasi fungsi seperti kegiatan sosio ekonomi hingga perkantoran. Hal ini dikhawatirkan akan mengancam eksistensi bangunan- bangunan cagar budaya tersebut. Nilai historis sudah tidak lagi menjadi elemen utama dan transformasi akan terus dilakukan guna meningkatkan nilai ekonomi dari kawasan tersebut. Dapat dibuktikan oleh banyaknya kasus penggantian bangunan cagar budaya menjadi bangunan baru dan pembongkaran yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sehingga secara bertahap menyebabkan memudarnya karakteristik kawasan tersebut. Bertolak dari latar belakang masalah di atas, diperlukan suatu kajian tentang bagaimana hubungan antar stakeholder yang terlibat dengan konservasi bangunan cagar budaya dan strategi yang dilakukan oleh para stakeholder tersebut, kemudian menganalisis proses dan interaksi yang terjadi antara para stakeholder. Sehingga didapatkan gambaran mengenai stakeholder mana yang dapat memberikan pengaruh terhadap strategi konservasi di Kawasan Tunjungan, Kota Surabaya. 5 I.3 Pertanyaan Penelitian Dalam memahami permasalahan diatas, maka pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan antara lain sebagai berikut: 1. Siapa saja aktor-aktor yang berkepentingan dengan konservasi bangunan berstatus cagar budaya di Kawasan Tunjungan. 2. Bagaimana peran dan relasi antar stakeholder dalam strategi konservasi bangunan berstatus cagar budaya di Kawasan Tunjungan. 3. Bagaimana perencanaan strategis dalam konservasi bangunan berstatus cagar budaya di Kawasan Tunjungan. I.4 Subjek Penelitian Subjek penelitian ini berfokus pada konsep konservasi cagar budaya, pemetaan, identifikasi dan analisis stakeholder yang terlibat didalamnya serta Kawasan Tunjungan dengan fokus bangunan heritage di sepanjang koridor Jalan Tunjungan (Lihat Gambar I.2). Adapun Kawasan Tunjungan merupakan salah satu sub kawasan cagar budaya di pusat Kota Surabaya (Lihat Gambar I.1). Hal ini dipilih karena area kawasan ini masih memiliki struktur kota yang masih utuh dan ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya dalam SK Walikota Surabaya No.188.45/004/402.1.04/1998, sehingga terdapat beberapa bangunan yang juga ditetapkan sebagai bangunan berstatus cagar budaya di kawasan Tunjungan. Secara administratif, Koridor Jalan Tunjungan termasuk di dalam wilayah Kelurahan Genteng, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya. Jalan Tunjungan juga berfungsi sebagai penghubung antara Kota Surabaya bagian utara dengan pusat Kota Surabaya. Penelitian ini dibatasi pada bangunan heritage sepanjang koridor Jalan Tunjungan (Lihat Gambar I.1). Adapun bangunan heritage yang diteliti adalah bangunan Hotel Platinum (eks Toko May Sun). 6 Gambar I.1 Peta Deliniasi Kawasan Penelitian Gambar I. 2 Koridor Jalan Tunjungan I.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Teridentifikasinya aktor-aktor yang berkepentingan dengan konservasi cagar budaya di Kawasan Tunjungan. 7 2. Teridentifikasinya peran dan relasi masing-masing aktor dalam strategi konservasi cagar budaya di Kawasan Tunjungan. 3. Terformulasikannya perencanaan strategis dalam konservasi cagar budaya di Kawasan Tunjungan. I.6 Manfaat Penelitian Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1) Secara akademis, dapat memperbanyak literatur tentang aktor-aktor yang berkepentingan dengan konservasi cagar budaya, peran dan relasi masing- masing stakeholder serta proyeksi konservasi cagar budaya. 2) Secara praktis, dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah, pihak swasata serta komunitas masyarakat terkait dalam mewujudkan strategi konservasi cagar budaya yang ideal. Selain itu, penelitian ini dapat memudahkan Pemerintah Kota Surabaya untuk mengidentifikasi dan mengetahui peran stakeholder dalam konservasi bangunan cagar budaya. Serta, penelitian ini akan membantu dalam mengevaluasi efektifitas upaya konservasi dan kebijakan yang sudah ada, sehingga dapat diketahui kekurangannya dan dilakukan perbaikan yang diperlukan. I.7 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas enam bagian yaitu sebagai berikut: Bab 1. Pendahuluan, berisi terkait latar belakang penelitian, masalah penelitian, pertanyaan penelitian, ruang lingkup penelitian, tujuan yang ingin dicapai, metode penelitian, kajian teoritis, dan sistematika penulisan. Bab 2. Tinjauan Pustaka, berisi tentang adanya teori yang relevan dengan penelitan dan masalah yang sedang diteliti. Teori fundamental yang menjadi acuan dalam penelitian ini terkait dengan stakeholder, teori jaringan aktor, konservasi, heritage dan klasifikasi konservasi cagar budaya. 8 Bab 3. Metodologi Penelitian, pada bagian ini membahas mengenai pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, teknik analisis data, prosedur penelitian, dan kerangka berpikir. Bab 4. Gambaran umum penelitian, pada bagian ini memberikan gambaran karakteristik wilayah studi penelitian yaitu kawasan Tunjungan kota Surabaya, dan data yang diperoleh dari fakta-fakta yang ditemukan ketika observasi lapangan dan data sekunder yang diperoleh dari literatur. Data tersebut digunakan sebagai dasar untuk penulis melakukan analisis. Bab 5. Pembahasan, pada bagian ini akan membahas tentang pembahasan inti penelitian yang difokuskan untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai siapa saja aktor-aktor yang berkepentingan dengan konservasi cagar budaya di Kawasan Tunjungan, bagaimana peran dan relasi antar stakeholder dalam strategi konservasi bangunan cagar budaya di Kota Surabaya dan analisis stakeholder yang terlibat dalam upaya konservasi cagar budaya di Kota Surabaya. Bab 6. Kesimpulan dan Saran, berisi terkait kesimpulan penelitian yang didapatkan dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dan saran yang bisa dilakukan oleh pihak-pihak terkait serta perencanan strategis dalam konservasi bangunan cagar budaya di Kawasan Tunjungan..