Hasil Ringkasan
BAB 3 RAHMITA ASTARI

Jumlah halaman: 12 · Jumlah kalimat ringkasan: 50

23 Bab III Metodologi Penelitian Bab III berisi penjelasan mengenai metodologi penelitian berupa metode dan tahapan yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian, yang terdiri dari pendekatan penelitian, desain penelitian, teknik pengumpulan data, teknik penentuan informan, pengolahan dan analisis data yang berisi panduan penggunaan Multi Level Perspective (MLP). III.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang diberikan oleh individu atau kelompok terhadap suatu fenomena sosial atau kemanusiaan (Creswell, 2009). Pendekatan ini dipilih karena penelitian difokuskan pada pemahaman realitas dan proses yang terjadi dalam perencanaan kawasan konservasi geologi di Desa Gunung Sungging. Dengan pendekatan kualitatif, peneliti dapat secara mendalam fenomena yang terjadi di masyarakat, khususnya pada periode tahun 1970-an hingga 2024. Periode waktu tersebut dipilih karena penemuan fosil megalodon di Desa Gunung Sungging pertama kali diketahui sekitar tahun 1970-an. Hal ini memungkinkan analisis terhadap proses perubahan dari eksploitasi menuju konservasi geologi di desa tersebut. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menggali perspektif para aktor yang terlibat (pemangku kepentingan) dan atau pihak yang terdampak (beneficiaries), sehingga dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan komprehensif tentang dinamika yang terjadi. Selain itu, pendekatan ini juga bertujuan mengidentifikasi peran dan pengaruh berbagai aktor dalam proses transisi tersebut. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang mendalam mengenai interaksi yang terjadi dalam upaya konservasi fosil megalodon serta perencanaan kawasan konservasi geologi di Desa Gunung Sungging. 24 III.2 Desain Penelitian Terdapat lima jenis desain penelitian dalam metode kualitatif yang dijelaskan oleh Creswell dan Creswell (2018), yaitu naratif, fenomenologi, grounded theory, etnografi, dan studi kasus. Dari kelima desain tersebut, pendekatan studi kasus yang dipilih karena paling sesuai untuk penelitian ini. Studi kasus memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis mendalam terhadap suatu kasus, yang dapat mencakup peristiwa, aktivitas, atau proses, baik yang melibatkan individu maupun kelompok. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan tipe deskriptif. Pendekatan ini dibatasi oleh waktu dan aktivitas tertentu serta memungkinkan pengumpulan informasi secara rinci melalui berbagai metode selama periode waktu tertentu, yaitu dari tahun 1970-an hingga 2024. Pendekatan ini bertujuan untuk menggambarkan secara mendalam dinamika perubahan dari eksploitasi menuju konservasi fosil megalodon di Desa Gunung Sungging, sekaligus memahami interaksi para aktor dan proses yang terjadi dalam konteks perencanaan kawasan konservasi geologi. III.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumen. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan masyarakat, kepala Desa Gunung Sungging, Badan Pengelola Geopark Ciletuh-Palabuhanratu, dan Museum Geologi, serta melalui observasi langsung di lokasi penelitian. Sementara itu, data sekunder diperoleh melalui pengumpulan dokumen dan studi literatur dari penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Penjelasan untuk masing-masing teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Wawancara Wawancara dilakukan dengan masyarakat dan pemangku kepentingan yang terlibat atau terdampak dalam eksploitasi maupun konservasi geologi di Desa Gunung Sungging selama periode 1970-an hingga 2024. Proses wawancara dilakukan secara langsung (face to face interview), melalui telepon, atau 25 secara daring (online), berdasarkan pedoman wawancara yang dirancang sesuai dengan informasi dari para informan. Pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka untuk menggali pandangan dan pendapat informan secara mendalam (Creswell & Creswell, 2018). Fokus wawancara adalah pengalaman langsung para informan, khususnya mengenai proses eksploitasi dan transisi menuju konservasi geologi di Desa Gunung Sungging. 2. Observasi Observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung objek penelitian di Desa Gunung Sungging, terutama terkait proses konservasi geologi. Hasil observasi berupa data visual, seperti foto dan video, yang selanjutnya diolah menjadi narasi deskriptif untuk mendukung pemahaman tentang fenomena yang diamati. Observasi ini bertujuan untuk melengkapi data wawancara dan memberikan gambaran kontekstual mengenai situasi di lapangan. 3. Dokumen Data dan informasi juga dikumpulkan melalui dokumen yang relevan, seperti buku, catatan peristiwa, penelitian terdahulu, dokumen publik (berita online) serta dokumen resmi seperti surat yang dapat dipercaya. Studi literatur ini bertujuan untuk melengkapi data primer uang diperoleh melalui wawancara dan observasi, sehingga menghasilkan informasi yang lebih komprehensif mengenai konservasi geologi di Desa Gunung Sungging. III.4 Teknik Penentuan Informan Dalam penelitian kualitatif, peneliti secara sengaja memilih lokasi atau individu yang dianggap paling relevan untuk membantu memahami masalah dan menjawab pertanyaan penelitian. Pendekatan ini bertujuan untuk memilih partisipan atau lokasi yang memiliki kontribusi signifikan dalam memberikan data yang kaya dan mendalam. (Creswell & Creswell, 2018) Sudut pandang dan pengalaman informan digali melalui komunikasi dan interaksi yang berkelanjutan selama proses penelitian. Pemilihan informan dilakukan dengan cermat untuk memastikan bahwa data dan informasi yang diperoleh memadai dan relevan dengan tujuan penelitian. Partisipan yang dipilih adalah individu yang 26 memiliki pengalaman dan pemahaman terkait kegiatan eksploitasi dan konservasi geologi, serta dinamika yang terjadi di Desa Gunung Sungging selama periode 1970-an hingga 2024. Tabel III. 1 menyajikan daftar informan yang terlibat secara langsung dalam eksploitasi dan konservasi geologi di Desa Gunung Sungging. Informan tersebut dipilih karena keterlibatan mereka dalam proses transisi yang menjadi fokus penelitian ini. Tabel III. 1 Daftar Informan Penelitian No. Informan Rincian Informan 1 Nanang Kepala Desa Gunung Sungging 2 Eli Yulyanti Ketua Museum Megalodon 3 Mansursyah Ketua Yayasan Museum Megalodon 4 Nuril Anwar Pengelola Museum Megalodon 5 Warga 1 Warga Desa Gunung Sungging 6 Warga 2 Warga Desa Gunung Sungging 7 Warga 3 Warga Desa Gunung Sungging 8 Doddy A. Somantri General Manajer atau Ketua Harian Badan Pengelola Geopark Ciletuh- Palabuhanratu 9 Adjie Achmad Ridwan Sekretaris II BP Geopark Ciletuh- Palabuhanratu 10 M. Teguh Ketua Bidang Pengembangan Geosite 11 Sofyan Suwardi (Ivan) Kepala Seksi Edukasi dan Informasi Museum Geologi periode 2019-2022 12 Unggul Prasetyo Wibowo Ketua Tim Kerja Penyelidikan dan Konservasi Museum Geologi Berdasarkan rincian informan yang disajikan dalam Tabel III.1, kedua belas infoman tersebut dianggap representatif dan memadai untuk memberikan gambaran mengenai kondisi studi kasus dalam penelitian ini. 27 III.5 Pengolahan dan Analisis Data Analisis data kualitatif dilakukan untuk memahami teks dan gambar yang diperoleh, melibatkan proses segmentasi dan dekomposisi data (seperti mengupas lapisan bawang merah) sebelum menyatukannya kembali secara sistematis. Penelitian ini mengikuti langkah-langkah analisis data berikut (Creswell & Creswell, 2018): 1. Mengatur dan mempersiapkan data Data hasil wawancara, observasi, dan dokumen dikumpulkan, disortir dan diatur berdasarkan jenis dan sumbernya untuk mempermudah proses analisis. 2. Membaca dan memahami data Semua data yang terkumpul dibaca secara menyeluruh untuk mendapatkan pemahaman umum serta menangkap makna keseluruhan informasi yang ada. 3. Mengorganisasikan dan mengkategorikan data Teks dan gambar yang telah dikumpulkan diorganisasikan dan dipisahkan berdasarkan ketegori tertentu. Selanjutnya, data dikategorikan dan dikelompokkan untuk mendukung analisis lebih lanjut. 4. Mendeskripsikan dan menentukan tema Data dianalisis dengan memberikan kode untuk menghasilkan deskripsi latar atau aktor yang terlibat, serta untuk mengidentifikasi kategori dan tema utama. Deskripsi dan tema yang dianalisis dibagi menjadi dua periode waktu, yaitu: periode 1970-an hingga 2020 dan periode 2021 hingga 2024. 5. Mempresentasikan deskripsi dan temuan Deskripsi dan tema utama disajikan dalam bentuk cerita kualitatif untuk menggambarkan dinamika yang terjadi secara komprehensif. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Multi Level Perspective (MLP). Pendekatan MLP, sebagaimana dijelaskan oleh Geels (2005), membagi analisis transisi teknologi menjadi tiga level yang saling berinteraksi: • Socio-technical landscape: Kondisi makro yang memengaruhi lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya. • Technological regimes: Struktur yang mendukung keberlanjutan sistem, termasuk norma, praktik, dan kebijakan yang ada. 28 • Technological niches: Ruang inovasi yang memungkinkan perubahan sistem melalui eksperimen dan pembelajaran. MLP diterapkan untuk menganalisis transisi dalam perencanaan kawasan konservasi geologi di Desa Gunung Sungging. Transisi ini mencakup perubahan eksploitasi, seperti penambangan dan jual-beli fosil, menuju upaya konservasi geologi yang ditandai dengan pendirian Museum Megalodon. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks, rentang waktu yang panjang, serta keterlibatan banyak aktor dari berbagai tingkatan. Seluruh data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan, dianalisis dan diinterpretasikan untuk menghasilkan kesimpulan yang relevan. Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran dan tekomendasi kepada para pemangku kepentingan terkait konservasi geologi di Desa Gunung Sungging. III.5.1 Panduan Penggunaan Multi Level Perspective (MLP) Pendekatan Multi Level Perspective (MLP) digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis transisi yang terjadi di Desa Gunung Sungging. MLP dipilih karena mampu melacak perubahan sistemik yang dikenal sebagai "transisi sosio-teknis". Transisi ini mencakup pergeseran dalam konfigurasi menyeluruh yang melibatkan aspek teknologi, kebijakan, pasar, praktik konsumen, infrastruktur, nilai budaya, dan pengetahuan ilmiah (Geels, 2004). Menurut Geels (2005), analisis transisi dalam MLP menyoroti perubahan pada skala luas, mengingat pendekatan ini berfokus pada inovasi sistemik atau perubahan holistik. Perubahan tersebut tidak hanya mencakup teknologi, tetapi juga menyentuh kebijakan, praktik pengguna, struktur industri, hingga perubahan makna simbolis. Kerangka kerja MLP berakar pada pendekatan sosiologis yang menyoroti aktivitas manusia serta aturan-aturan yang membentuk konteks bagi tindakan dan interpretasi mereka. Di satu sisi, individu bertindak berdasarkan aturan yang ada, namun di sisi lain, mereka juga dapat mempelajari dan mengubah aturan tersebut. 29 Ketiga tingkatan dalam MLP menyediakan struktur analisis yang berbeda untuk memahami aktivitas manusia dalam praktik lokal. Dalam penelitian ini, proses konservasi geologi di Desa Gunung Sungging akan dianalisis berdasarkan tiga tingkatan utama MLP: landscape, regime, dan niche. Berikut penjelasan lebih rinci mengenai ketiga tingkatan tersebut. (Geels, 2005) 1. Landscape Landscape dalam konteks MLP merujuk pada lingkungan eksternal teknologi yang luas dan terbuka, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal. Lintasan teknologi berada di dalam "landscape sosio-teknis", yang terdiri dari tren struktural mendalam yang berada di luar regime. Secara analitis, landscape memiliki peran penting karena membentuk struktur atau konteks eksternal bagi interaksi antar aktor. Sementara regime berfokus pada aturan yang mengarahkan dan membatasi aktivitas dalam masyarakat, "landscape sosio-teknis" mencakup konteks teknologi- eksternal yang lebih luas dan sulit diubah oleh aktor dalam regime. (Geels, 2005) Landscape sosio-teknis memberikan struktur yang lebih kokoh untuk aktivitas lokal. Dibandingkan dengan regime, landscape lebih sulit dipengaruhi. Dalam kaitannya dengan lintasan teknologi, landscape dapat dipandang sebagai latar belakang yang mendasari pembangunan teknologi. Landscape menciptakan gradien tindakan yang membuatnya lebih sulit diubah daripada regime. (Geels, 2005) 2. Regime Regime merujuk pada aktor-aktor serta kumpulan aturan, norma, kebiasaan, dan praktik yang terkait dengan teknologi tertentu. Regime teknologi mengacu pada rutinitas kognitif yang dimiliki oleh insinyur dan desainer di berbagai perusahaan, yang memengaruhi arah inovasi. (Geels, 2005) Aturan dalam regime berfungsi sebagai panduan, tetapi penerapannya memerlukan tindakan aktif dan kreativitas. Aturan dapat dimodifikasi untuk disesuaikan dengan praktik lokal dalam kehidupan nyata. Meskipun aturan memberikan pedoman, mereka juga berfungsi sebagai batasan, sehingga penyimpangan dari aturan 30 menjadi lebih sulit. Dengan demikian, aturan memiliki peran ganda: mereka memungkinkan sekaligus membatasi tindakan. (Geels, 2005) Aturan sangat penting dalam mengoordinasikan tindakan dan interaksi manusia. Ketika aturan dibagikan dalam kelompok atau komunitas sosial, aktivitas akan mengarah pada tujuan yang sama, menciptakan stabilitas dan koordinasi. Namun, stabilitas ini bersifat dinamis, yang berarti memerlukan upaya berkelanjutan untuk mereproduksi aturan atau memperbaiki keselarasan aturan yang ada. (Geels, 2005) Dalam konteks regime, strukturisasi kegiatan dalam praktik lokal lebih kuat dibandingkan dengan di niche. Sementara dalam niche, aktor harus bekerja keras untuk merumuskan dan menegakkan aturan, di regime aturan sudah mapan dan memiliki efek koordinasi yang lebih kuat terhadap aktivitas aktor dalam praktik lokal. Meskipun aturan tidak secara langsung menentukan tindakan, mereka memberikan panduan yang kuat. Penyimpangan dari aturan memungkinkan, tetapi memerlukan upaya besar karena aturan sosial dalam komunitas teknis tidak mudah diubah. (Geels, 2005) 3.