41 Bab V Hasil dan Pembahasan Pada bab ini akan menyajikan hasil dari regresi atas model logit yang telah dibentuk di Bab III. Kemudian dilakukan untuk mengetahui hubungan keterkaitan antara variabel-variabel independen dengan status stunting balita sebagai variabel terikat. V.1 Hasil estimasi dan interpretasi Pada tahap ini pemodelan dilakukan dengan memasukkan variabel bebas utama dan variabel kontrol secara bertahap. Hal ini bertujuan untuk melihat bagaimana migrasi orang tua berasosiasi dengan status stunting anak sebelum dan sesudah dikaitkan dengan variabel kontrol. Tahap pertama pemodelan hanya memasukkan variabel migrasi orang tua. Kemudian pada model kedua dimasukkan variabel karakteristik anak, model ketiga memasukkan variabel karakteristik orang tua pada model kedua, dan model terakhir memasukkan variabel karakteristik rumah tangga. Model regresi logistik biner yang dibentuk berdasarkan seluruh variabel bebas pada Tabel V.1 tidak semua variabel bebas signifikan secara statistik. Pada model logit menunjukkan bahwa variabel yang terbukti memberikan asosiasi positif dan signifikan hanya variabel bebas utama yakni migrasi orang tua. Sedangkan variabel yang terbukti memberikan asosiasi negatif dan signifikan berasal dari berat lahir, usia anak, lama belajar ibu, tempat melahirkan, tinggi ibu, status pekerjaan ayah dan kuintil pengeluaran. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan resiko stunting pada balita usia 0-59 bulan dipengaruhi faktor migrasi orang tua, berat lahir, usia anak yang lebih muda, ibu yang cepat keluar dari sekolah, pilihan ibu untuk melahirkan secara tradisional di fasilitas non medis, postur ibu lebih pendek, ayah yang tidak bekerja untuk mendapatkan penghasilan dan kuintil pengeluaran terendah jika dibandingkan dengan kuintil tertinggi. 42 Tabel V. 1 Tabel V. 1 Hasil Estimasi Logit Anak Stunting Variabel Koefisien Logit Odds Ratio Effect Marginal Migrasi orang tua (Tidak) 1:migrasi 0.656** 1.926** 0.159** (0.256) (0.493) (0.0629) Berat lahir (Bblr) 1. Normal -0.972** 0.378** -0.238** (0.437) (0.165) (0.105) Gender (perempuan) 1, Laki2 0.305 1.356 0.0708 (0.193) (0.262) (0.0449) Age umur anak (bulan) -0.0122* 0.988* -0.00284** (0.00626) (0.00619) (0.00145) Asi ekslusif (tidak) 1. Ya -0.413 0.662 -0.0912 (0.340) (0.225) (0.0706) Imunisasi dasar (tidak lengkap) 1. lengkap -0.147 0.863 -0.0345 (0.238) (0.205) (0.0564) Periksahamil pemeriksaan kehamilan 0.0171 1.017 0.00397 (0.0280) (0.0285) (0.00649) Tempat melahirkan (non medis) 1:fasilitas medis -0.654** 0.520** -0.158** (0.279) (0.145) (0.0684) Tahun sekolah ibu lama tahun sekolah ibu -0.0727** 0.930** -0.0169** (0.0345) (0.0320) (0.00798) Ibu bekerja (tidak) 1. Ya -0.139 0.870 -0.0321 (0.217) (0.189) (0.0500) Usia ibu Usia ibu (tahun) -0.0131 0.987 -0.00305 (0.0120) (0.0118) (0.00277) Tinggi ibu Tinggi ibu (cm) -0.0471** 0.954** -0.0109** (0.0191) (0.0182) (0.00441) Tahun sekolah ayah 43 Variabel Koefisien Logit Odds Ratio Effect Marginal lama tahun sekolah ayah 0.0275 1.028 0.00638 (0.0281) (0.0288) (0.00650) Ayah bekerja (tidak) 1. Ya -0.467** 0.627** -0.110** (0.224) (0.141) (0.0525) Konsumsi RT (Kuintil 1) Kuintil 2 -0.145 0.865 -0.0352 (0.308) (0.266) (0.0748) Kuintil 3 -0.550* 0.577* -0.127* (0.310) (0.179) (0.0716) Kuintil 4 0.203 1.226 0.0505 (0.329) (0.403) (0.0814) Kuintil 5 -0.884** 0.413** -0.193** (0.359) (0.148) (0.0761) Sanitasi (tidak layak) 1. Layak 0.130 1.138 0.0299 (0.222) (0.253) (0.0507) Air minum (Non galon) 1. Galon 0.299 1.349 0.0676 (0.246) (0.331) (0.0541) Tempat Tinggal (Desa) 1. Kota 0.284 1.329 0.0658 (0.214) (0.284) (0.0493) Constant 8.859*** 7,036*** (3.039) (21,386) Observations 553 553 553 LR chi2(21) 61.01 Prob > chi2 8.97e-06 Pseudo R2 0.0988 Robust standard errors in parentheses *** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1 Migrasi orang tua yang menyebabkan salah satu dari orang tua baik ayah ataupun ibu untuk meninggalkan anaknya di dalam negeri terbukti signifikan secara statistik memberikan asosiasi positif dalam peningkatan peluang balita mengalami stunting. Meskipun kecil, kecenderungan yang diberikan tetap konsisten baik ketika dilihat hubungannya tanpa variabel kontrol (model 1), maupun ketika karakteristik anak, orang tua, dan rumah tangga dimasukkan ke dalam model (model 2,3, dan 4). Dalam 44 penelitian ini dihasilkan odds ratio dan marginal effect adalah 1.926 dan 0.159 dari variabel migrasi orang tua. Artinya peluang anak dengan salah satu orang tua bermigrasi ke luar negeri mengalami stunting 1,93 kali lebih tinggi dibanding dengan anak yang orang tuanya di dalam negeri. Dari efek marjinal menunjukkan bahwa peluang anak dengan orang tua bermigrasi menjadi stunting meningkat sebesar 15,9 persen dengan asumsi semua variabel lain konstan. Variabel gender hanya signifikan ketika karakteristik anak dan orang tua dimasukkan ke dalam model. Namun ketika karakteristik rumah tangga dimasukkan jenis kelamin menjadi tidak signifikan. Sehingga dapat diartikan bahwa ada indikasi anak laki-laki dibatasi oleh karakteristik rumah tangga dalam berasosiasi dengan kejadian stunting balita. Namun begitu ini sejalan dengan temuan dari Riset Kesehatan Dasar 2013 yang menemukan prevalensi balita sangat pendek lebih tinggi pada anak yang berjenis kelamin laki-laki 18,8% dibandingkan dengan perempuan 17%. Sama halnya dengan temuan Akombi dkk (2017) yang menemukan anak laki-laki lebih rentan menjadi stunting dibandingkan anak perempuan. Anak laki-leaki cenderung lebih aktif dibandingkan perempuan dan lebih tinggi kemungkinan terpapar infeksi sehingga jika kurang asupan amakanan berpotensi besar menjadi stunting. Secara imunologis anak laki-laki lebih rentan terhadap penyakit dibanding perempuan (Jackson & Calder, 2004). Usia anak secara konsisten memberikan asosiasi negatif dan signifikan terhadap kejadian balita mengalami stunting. Hasil regresi menunjukkan nilai odds ratio 0.988 artinya setiap kenaikan umur balita menurunkan peluang mengalami stunting sbesar 1,2 persen (1-0,988). Meskipun pengaruhnya sangat kecil, hasil ini menandakan bahwa dengan bertambahnya usia anak maka status gizi dapat diperbaiki (Rizkiani, 2018). Hasil yang konsisten juga ditunjukkan oleh berat balita ketika lahir yang memiliki asosiasi yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan balita yang mengalami BBLR, berat lahir yang normal akan menurunkan 23,8 persen 45 kecenderungan anak mengalami stunting. Faktor internal anak yang berasosiasi dengan anak menjadi stunting baik di negara maju maupun berkembang berasal berat lahir yang rendah (Anoop dkk., 2004; Stewart, 2007). Rendahnya berat anak ketika lahir selain dapat meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas, merupakan indikator kesehatan dari kesehatan maternal, status gizi anak serta kesejahteraan rumah tangga (Cutland dkk., 2017). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pendidikan yang dijalani ibu signifikan yang negatif terhadap status stunting anak. Hasil penelitian menunjukkan nilai odds ratio pada variabel ini adalah 0,93, artinya setiap kenaikan 1 tahun belajar ibu, akan menurunkan peluang anak untuk mengalami kekerdilan sebesar 7 persen. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin rendah kecenderungan balita mengalami stunting. Pendidikan menjadi faktor kunci dalam meningkatkan kemampuan pengasuhan anak. Hal ini berkaitan dengan kemampuan ibu untuk menyerap informasi dan menerapkannya dalam pengasuhan anak. Tinggi ibu ditunjukkan oleh model 2, 3, dan 4 secara konsisten dan signifikan berasosiasi negatif terhadap status stunting. Artinya yaitu perawakan ibu yang semakin tinggi akan menurunkan peluang anak mengalami stunting. Ini sesuai dengan konsep siklus masalah gizi anatar generasi yang diperkenalkan oleh WHO tahun 2000. Setiap kenaikan satu sentimeter tinggi ibu akan menurunkan kecenderungan sekitar sebesar 4,6 persen terhadap kejadian anak mengalami stunting. Hasil ini menguatkan beberapa penelitian sebelumnya oleh Upadhyay & Srivastava (2016) di India, Wu& Guo (2020) di China, serta Beal dkk. (2018) dan Rizkiani (2018) di Indonesia, yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan dan postur ibu berbanding lurus dengan status gizi balita. Pada karakteristik rumah tangga, kuintil pengeluaran menunjukkan bahwa pengeluaran yang lebih tinggi memiliki peluang yang semakin besar dalam menurunkan status stunting balita. Rumah tangga dengan kuintil pengeluaran terbesar menurunkan probabilitas terjadinya stunting pada anak dalam rumah tangga sebesar 46 19,3 persen. Pendekatan kuintil pengeluaran menggambarkan pendapatan rumah tangga tersebut. Selain karena masalah bias pelaporan, pengeluaran rumah tangga mampu menggambarkan kondisi kesejahteraan dalam jangka panjang (Saptarini, 2018). Makin tinggi pendapatan, makin bervariasi pilihan dalam konsumsi makanan, akses terhadap fasilitas kesehatan, sehingga resiko infeksi menurun serta kondisi sanitasi menjadi lebih baik yang berdampak pada status gizi meningkat. Baik di negara maju maupun berkembang, pendapatan keluarga akan berasosiasi terhadap kondisi kesehatan anak (Beal dkk., 2018; Mosley & Chen, 1984; Shafieian dkk., 2013; Stewart, 2007). Pola pengeluaran untuk makanan dalam rumah tangga berasosiasi dengan resiko anak mengalami stunting (Rizkiani, 2018). Hal ini berkaitan dengan variasi asupan makanan yang kurang beragam terutama yang berkaitan dengan konsumsi protein hewani (Kariuki FN dkk, 2002; Rizkiani, 2018). V.2 VIF Test Uji VIF (Variance Inflation Factor) adalah metode yang digunakan untuk mendeteksi multikolinearitas di antara variabel independen dalam model regresi. Multikolinearitas terjadi ketika dua atau lebih variabel independen saling berkorelasi tinggi, yang dapat menyebabkan kesalahan dalam estimasi koefisien regresi. Tabel V. 2 Vif Variabel Dependen VIF 1/VIF sekolahibu 1.813 .552 sekolahayah 1.738 .575 usiaibu 1.413 .708 statusekon 1.322 .757 tempatlahir 1.314 .761 urban 1.289 .776 tinggiibu 1.242 .805 ibukerja 1.238 .808 usiaanak 1.218 .821 ayahkerja 1.206 .829 periksahamil 1.194 .837 47 airminum 1.162 .861 sanitasi 1.156 .865 beratlahir 1.091 .916 imunisasi 1.086 .921 gender 1.076 .93 migrasi 1.066 .938 asieks 1.061 .942 Mean VIF 1.26 . Berdasarkan tabel V.2 menunjukkan hasil VIF untuk variabel yang digunakan dalam melihat hubungungan stunting dengan migrasi orang tua setelah di kontrol oleh variabel karakteristik anak, karakteristik orang tua, dan karakteristik rumah tangga. Semua variabel lainnya memiliki nilai VIF yang relatif rendah (1-5), menunjukkan sedikit atau tidak ada masalah multikolinearitas. Hasil analisis VIF menunjukkan bahwa model regresi yang dikembangkan menghadapi tantangan dalam mengidentifikasi pengaruh independen dari berbagai faktor terhadap kejadian stunting. V.3 Diskusi Status gizi anak usia dini sangat penting karena menjadi dasar kesehatan di kemudian hari. Dalam konteks Pembangunan, investasi dalam gizi akan memberikan keuntungan yang signifikan terhadap sosial dan ekonomi termasuk mengurangi biaya perawatan kesehatan, peningkatan pendidikan dan kapasitas intelektual dan meningkatkan produktivitas. Kesehatan dan pendidikan merupakan dua faktor vital dalam modal manusia. Keduanya juga saling terkait dimana pendidikan yang baik dipengaruhi oleh kondisi kesehatan yang baik, begitu pula sebaliknya (Todaro, 2011). Dinamika migrasi orang tua yang mempengaruhi status kesehatan anak cenderung kompleks. Seperti dua sisi mata uang, ada dua kemungkinan dampak migrasi terhadap kesehatan anak (Unicef, 2011). Di satu sisi, migrasi menghasilkan keuntungan ekonomi berupa remitansi meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan, obat- 48 obatan dan makanan serta memperkenalkan pandangan hidup baru, yang berkontribusi positif bagi kesejahteraan anak-anak dengan melalui peningkatan investasi dalam sumber daya terkait kesehatan, dan secara signifikan mengubah pendekatan dan sikap yang terkait dengan praktik pengasuhan anak dalam unit keluarga. Meskipun migrasi tenaga kerja orang tua mungkin memberikan manfaat ekonomi bagi keluarga, namun hal ini mungkin memiliki biaya tersembunyi bagi kesehatan anak-anak dan remaja yang ditinggalkan (Fellmeth dkk., 2018). Disisilain, kurangnya pengasuhan orang tua dapat mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Ketidakhadiran fisik salah satu atau kedua orang tua akibat dari migrasi dapat memperburuk tekanan psikologis di antara anak-anak yang ditinggalkan,hal ini juga dapat mengurangi waktu yang tersedia untuk pengasuhan anak di dalam rumah tangga dan bahkan menyebabkan pengaturan ulang pengasuh dan perubahan praktik pemberian makan ketika kedua orang tua bermigrasi (Shi dkk,. 2020). Temuan dari penelitian ini menghasilkan nilai efek marjinal 0,159 dari migrasi orang tua, yang menunjukkan bahwa peluang anak dengan orang tua bermigrasi menjadi stunting meningkat sebesar 15,9 persen dibandingkan dengan anak non migran. Ini sejalan dengan penelitian Fellmeth, dkk (2018) dimana migrasi orang tua memiliki pengaruh negatif terhadap gizi anak, dimana anak yang ditinggalkan oleh orang tua migran beresiko lebih tinggi mengalami wasting 13 persen dan stunting 12 persen dibanding anak dari orang tua non-migran. Dengan tidak hadirnya salah seorang dari orang tua akan memberikan tambahan pekerjaan dasar rumah tangga kepada ayah/ibu yang tinggal dirumah yang mengakibatkan kurangnya waktu memperhatikan anak- anak mereka (Nguyen, 2016). Perhatian dari orang tua merupakan faktor penting untuk meningkatkan kesehatan anak. Migrasi yang dilakukan ibu atau ayah bisa memberikan pengaruh yang berbeda, karena pola konsumsi bisa berbeda karena bergantung pada jenis kelamin kepala keluarga (Lu, 2014). Dampak migrasi ayah terhadap kesehatan anak adalah negatif dan signifikan di Peru, menurunkan nilai tes anak-anak di India 49 dan di Vietnam ditemukan efek berbahaya dari migrasi ibu terhadap kesehatan serta tes kemampuan kognitif anak (Nguyen, 2016). Penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat miskin di pedesaan Meksiko, menemukan ketidakhadiran ayah karena migrasi menyebabkan pengawasan yang dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit termasuk diare (Schmeer, 2009) yang dapat menyebabkan malnutrisi dan penyakit-penyakit selanjutnya, terutama di kalangan anak-anak (Black et al., 2003). Dengan tidak hadirnya ayah dapat membebani ibu sebagai pengasuh utama, meningkatkan tekanan psikologis pada ibu, yang harus mengelola semua aspek rumah tangga, termasuk perawatan anak. Bagaimana sumber daya didistribusikan dalam keluarga pekerja migran juga mempengaruhi kesejahteraan anak. Remittance adalah dampak positif utama dari migrasi terhadap anak-anak yang ditinggkan, yang mana merupakan sumber pendapatan yang sangat penting bagi keluarga penerima, tidak hanya untuk menjamin kelangsungan hidup sehari-hari. Pengiriman uang sering kali tidak digunakan untuk kesejahteraan anak sering berfungsi untuk memenuhi kewajiban budaya dan agama mereka dan untuk menutupi biaya yang terkait dengan pertemuan sosial seperti pernikahan, upacara peringatan, pembayaran hutang dan sebagainya (Unicef, 2011: Graham & Jordan, 2014). Pengalaman migrasi memiliki keragaman dalam banyak hal mulai dari jumlah uang yang dikirim ke rumah, waktu pengiriman uang, durasi dan frekuensi migrasi. Dalam beberapa kasus pekerja migran tidak mungkin untuk melakukan transfer uang kepada keluarga karna ternyata permasalahan imigrasi luar negeri bahkan, upah yang rendah, jadi korban penipuan, mengalami eksploitasi dan perbudakan (Fauzi, 2020). Tingkat pendidikan orangtua dalam rumah tangga dapat berdampak pada kesejahteraan anak dalam berbagai cara. Pendidikan tidak hanya memengaruhi kemampuan bekerja untuk memperoleh penghasilan tetapi juga sikap terhadap pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, dan perkembangan anak. Penelitian di tingkat 50 rumah tangga menemukan bahwa pendidikan ibu berhubungan dengan status gizi anak di banyak negara berkembang (Unicef, 2011). Ricci dan Becker (1996) menemukan di Metro Cebu, Filipina, variabel pendidikan ibu yang rendah adalah penyebab resiko yang signifikan terhadap kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan dan Semba dkk. (2008) menemukan bahwa pendidikan ibu dan ayah merupakan prediktor yang kuat terhadap stunting pada anak. Hal ini mengemukakan bahwa, dalam konteks migrasi orang tua, kualitas gizi anak dapat dipengaruhi oleh pendidikan pengasuh utama. Pendidikan yang tinggi dari orang tua dihubungkan dengan pola pengasuhan yang protektif, termasuk penerimaan kapsul vitamin A, imunisasi dan vaksinasi anak yang lengkap, sanitasi layak, serta penggunaan garam beryodium (Semba dkk., 2008). Gambar V. 1 dari hasil analisis Stata menunjukkan hubungan antara lama tahun sekolah orang tua dengan probabilitas anak mengalami stunting (ditampilkan dengan prediksi margin dan interval kepercayaan 95%). Grafik menunjukkan hubungan negatif yang jelas antara lama tahun sekolah ibu dan probabilitas anak mengalami stunting. Semakin lama ibu bersekolah, semakin rendah kemungkinan anak mengalami stunting.