Hasil Ringkasan
BAB 3 YOGIE YEDIA PRIATNA

Jumlah halaman: 20 · Jumlah kalimat ringkasan: 50

33 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Cara Berpikir Logis Kerangka berpikir logis dalam penelitian ini mengadopsi pemikiran yang dikemukakan oleh Sartorius (1991). Kerangka berpikir logis (Logical Framework atau LogFrame) adalah alat desain proyek yang digunakan untuk merangkum kesepakatan di antara pemangku kepentingan terkait desain proyek setelah melalui penilaian kebutuhan, definisi masalah, atau analisis pasar. Kesepakatan ini dituangkan dalam matriks LogFrame berbentuk 4 x 4. Selama proses desain proyek, LogFrame dapat dikembangkan, direvisi, dan disempurnakan seiring dengan bertambahnya informasi yang terkumpul. Tidak seperti alat perencanaan proyek lainnya, LogFrame memberikan gambaran menyeluruh tentang desain proyek. Penggunaan pendekatan LogFrame yang tepat mengharuskan perancang proyek untuk terlebih dahulu mempertimbangkan tujuan proyek tingkat tinggi (goals) sebelum menetapkan aktivitas dan rencana implementasi yang lebih rinci. LogFrame mendorong desainer untuk: 1. Menetapkan tujuan proyek, 2. Menentukan indikator keberhasilan, 3. Mengidentifikasi kelompok aktivitas utama, 4. Menentukan asumsi-asumsi kritis yang mendasari proyek, 5. Mengidentifikasi cara untuk memverifikasi pencapaian proyek, dan 6. Merencanakan sumber daya yang diperlukan untuk implementasi. LogFrame juga berperan penting dalam meningkatkan implementasi, pemantauan, dan evaluasi proyek. Sebagai alat implementasi, LogFrame merangkum komponen utama proyek (output), yang kemudian dapat dipecah menjadi bagian -bagian yang lebih kecil dan terukur untuk pelaksanaan. Karena LogFrame memberikan gambaran keseluruhan tentang bentuk keberhasilan proyek saat selesai, alat ini sangat berguna untuk kegiatan pemantauan dan evaluasi. LogFrame digunakan untuk meringkas elemen kunci dalam desain proyek. Konsep utamanya adalah Manajemen Berdasarkan Tujuan ( Management by 34 Objectives/MBO). Empat kolom utama dalam matriks LogFrame—Narrative Summary, Verifiable Indicator, Means of Verification, dan Impoertant Assumptions—semuanya mencerminkan pendekatan ini. III.1.1 Narrative Summary (NS) Tulang punggung LogFrame adalah Narrative Summary, yang merangkum rencana proyek atau teori aksi secara singkat. Rencana ini dibagi ke dalam empat tingkat tujuan, dari yang paling luas hingga spesifik: Goal, Purpose, Outputs, dan Activities. Goal adalah sasaran tingkat tinggi yang ingin dicapai proyek, sering kali terkait dengan program atau sektor tertentu, seperti peningkatan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, pertanian, transportasi, atau industri di wilayah atau kelompok sasaran tertentu. Beberapa proyek sering berbagi tujuan yang sama. Purpose adalah dampak yang diinginkan dari proyek sebagai hasil dari menghasilkan Output. Sebagai aturan praktis, sebuah proyek sebaiknya dibatasi pada satu purpose, karena pengalaman menunjukkan bahwa memiliki beberapa tujuan cenderung melemahkan desain dan menyebarkan upaya tim implementasi. Output adalah komponen atau strategi kerja utama proyek, yakni hasil yang secara langsung menjadi tanggung jawab tim proyek sesuai sumber daya yang dialokasikan. Output dilihat dari sudut pandang pengguna utama LogFrame. Sebaiknya jumlah Output tidak melebihi tujuh untuk menjaga fokus. Pada proyek besar atau kompleks, salah satu Output dapat berupa unit pemantauan atau implementasi proyek. Activities adalah kelompok tindakan utama yang diperlukan untuk menghasilkan Output. Biasanya, setiap Output dirinci menjadi tiga hingga tujuh aktivitas utama, yang menjadi dasar untuk perencanaan implementasi lebih lanjut. Activities ini dapat dipetakan menggunakan alat seperti Work Breakdown Structure (WBS), diagram batang, bagan Gantt, atau anggaran berbasis kinerja. III.1.2 Objectively Verifiable Indicators (OVIs ) Objective Verifiable Indicators (OVIs) adalah inti dari LogFrame, yang berfungsi sebagai indikator keberhasilan untuk setiap tingkat tujuan dalam rencana proyek. Konsep utama LogFrame adalah Management by Objectives (MBO), dengan fokus pada indikator berdasarkan Kuantitas, Kualitas, dan Waktu (QQT). Ketika indikator 35 LogFrame terukur, memiliki komponen kualitas, dan terikat waktu, mereka menjadi dasar yang kuat bagi tim proyek untuk memantau, mengelola, dan mengevaluasi proyek. Indikator pada tingkat Purpose disebut End of Project Status (EOPS). Karena tujuan proyek (dampak) adalah fokus utama, indikator pada tingkat ini sangat penting dan seringkali kompleks. Indikator pada tingkat Kegiatan digunakan untuk merangkum biaya atau anggaran proyek. III.1.3 Means of Verification (MOV) Means of Verification (MOV) adalah sumber data yang digunakan untuk memverifikasi status setiap indikator. Setiap tujuan proyek dan Indikator yang Dapat Diverifikasi (OVI) memiliki MOV yang sesuai. Contoh MOV meliputi catatan proyek, wawancara staf dan penerima manfaat, data dari lembaga lain, serta survei. Hanya indikator penting yang terkait dengan pemantauan kesehatan dan dampak proyek yang dimasukkan dalam desain proyek. Indikator dan MOV menjadi dasar bagi rencana pemantauan dan evaluasi. Oleh karena itu, MOV harus dirancang agar praktis dan hemat biaya, sehingga rencana tersebut dapat diimplementasikan secara efektif. III.1.4 Impoertant Assumptions Important Assumptions adalah ancaman utama terhadap proyek yang berasal dari lingkungan eksternal. Asumsi adalah kondisi yang menghubungkan setiap tingkat dalam rencana proyek, misalnya: Jika Output dan Asumsi tertentu tercapai, maka Purpose akan tercapai. Proses menentukan Asumsi mirip dengan pemindaian ancaman eksternal dalam perencanaan strategis. Ini membantu manajer mengantisipasi potensi kegagalan proyek dan mengembangkan strategi mitigasi. Jika proyek bergantung pada asumsi yang tidak realistis, maka proyek tersebut perlu didesain ulang atau bahkan ditinggalkan. III.2 Analisis Efektivitas Realisasi DAK Fisik Bidang Infrastruktur Dasar Analisis efektivitas dalam penelitian ini dilakukan dengan mengukur sejauh mana kegiatan yang didanai oleh DAK Fisik pada setiap bidang dapat mencapai indikator pembangunan infrastruktur dasar. Pengukuran efektivitas DAK Fisik bidang jalan, 36 sanitasi dan penyediaan air minum dilakukan menggunakan alat statistik dengan metode Analisis Jalur (Path Analysis). Analisis Jalur adalah metode statistik yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis hubungan kausal antara variabel-variabel dalam sebuah model regresi linier berganda bukan hanya jika variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara langsung, tetapi juga secara tidak langsung. Dengan kata lain analisis jalur mampu mengukur semua pengaruh, baik pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect), serta pengaruh total (total causal effect) pada suatu variabel. Namun penelitian ini hanya akan melihat pengaruh langsung antar variabel dalam model. Analisis jalur juga digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah mendukung teori, yang secara a priori dihipotesiskan oleh peneliti, dan mencakup kaitan struktural hubungan kausal antar variabel teramati. Hubungan antar variabel dinyatakan dengan bentuk garis. Garis dengan anak panah satu arah (®) menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan antara dua variabel dengan variabel yang dituju oleh anak panah merupakan variabel dependen. Garis dengan anak panah dua arah («) untuk menghubungkan dua variabel independen, untuk menguji ada atau tidaknya korelasi antara keduanya (Ginting, 2009). Dalam sebuah model terdapat variabel error yang ditampilkan dalam bentuk lingkaran kecil. Setiap variabel yang dikenai anak panah akan menghasilkan error yang merefelksikan varians yang tidak dapat dijelaskan. Capaian indikator DAK Fisik bidang jalan dapat diliat dari capaian output/outcome berupa tingkat kemantapan jalan kabupaten/kota. Kemantapan jalan merupakan proporsi kondisi biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase (%). Kemantapan jalan kabupaten/kota di Indonesia mengacu pada klasifikasi jalan berdasarkan kondisinya. Jalan yang dikategorikan sebagai Mantap adalah jalan kabupaten yang berada dalam kondisi baik dan sedang berdasarkan peringkat teknis yang diperoleh dari International Roughness Index (IRI) dengan nilai kurang dari 8 (Sinaga, 2011), sedangkan jalan yang tergolong Tidak Mantap mencakup jalan kabupaten dengan kondisi rusak ringan hingga rusak berat. 37 Gambar III.1 Model Analisis Jalur DAK Fisik Bidang Jalan Analisis efektivitas DAK Fisik bidang jalan dilakukan menggunakan metode analisis jalur dengan melihat hubungan kausal antara kemantapan jalan dengan DAK Fisik bidang jalan yang dialokasikan dalam beberapa kegiatan pembangunan jalan. Kegiatan pembangunan jalan (dan jembatan) terdiri atas kegiatan penunjang, perencanaan, pengawasan pembangunan jalan, peningkatan jalan, pemeliharaan jalan dan penanganan jembatan. Capaian indikator DAK Fisik bidang sanitasi dapat diliat dari capaian outcomes berupa tingkat akses sanitasi layak rumah tangga di kabupaten/kota di Indonesia. Metode perhitungan proporsi rumah tangga dengan akses sanitasi layak dilakukan dengan membagi jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi layak pada periode tertentu dengan jumlah total rumah tangga pada periode yang sama. Hasil perhitungan ini kemudian dinyatakan dalam satuan persen (%). Rumah tangga dinilai memiliki akses sanitasi layak apabila memenuhi seluruh kriteria dari komponen-komponen bangunan atas berupa kloset leher angsa, bangunan bawah tangki septik dan lubang tanah (khusus perdesaan), dan pengguna bangunan atas digunakan oleh rumah tangga sendiri atau bersama dengan rumah tangga lain tertentu. 38 Gambar III.2 Model Analisis Jalur DAK Fisik Bidang Sanitasi Analisis efektivitas DAK Fisik bidang sanitasi dilakukan menggunakan metode analisis jalur dengan melihat hubungan kausal antara tingkat akses sanitasi layak dengan DAK Fisik bidang sanitasi yang dialokasikan dalam beberapa kegiatan pembangunan sistem sanitasi yang terdiri atas kegiatan penunjang, perencanaan, pengawasan pembangunan sistem sanitasi, pembangunan SPALD-T dan SPALD- S serta pengembangan sarana prasarana pengelolaan sampah. Capaian indikator DAK Fisik bidang air minum dapat diliat dari capaian outcomes berupa tingkat askes air minum layak. Akses air minum layak diperoleh dengan menghitung proporsi populasi yang menggunakan sumber air minum layak, yaitu jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum layak pada waktu tertentu dibagi dengan jumlah rumah tangga seluruhnya pada periode yang sama dinyatakan dalam satuan persen (%). Sumber air minum layak adalah rumah tangga yang menggunakan sumber air minum yang terlindung, meliputi: (i) ledeng perpipaan (keran individual); (ii) ledeng eceran; (iii) keran umum/hydrant umum; (iv) terminal air; (v) penjual eceran; (vi) penampungan air hujan (PAH); (vii) mata air terlindungi; (viii) sumur terlindung; dan (ix) sumur bor atau sumur pompa (Bappenas, 2019). 39 Gambar III.3 Model Analisis Jalur DAK Fisik Bidang Air Minum Analisis efektivitas DAK Fisik bidang air minum dilakukan menggunakan metode analisis jalur dengan melihat hubungan kausal antara tingkat akses air minum layak dengan DAK Fisik bidang air minum yang dialokasikan dalam beberapa kegiatan pembangunan sistem sanitasi yang terdiri atas kegiatan penunjang, perencanaan, pengawasan, pembangunan baru, peningkatan sistem, hingga perluasan jaringan SPAM. Berdasarkan model analisis pada gambar di atas dapat dirumuskan persamaan regresi untuk analisis jalur pada setiap bidang adalah sebagai berikut, . != α + β !"' !" + γc+ * . .................................................................................. (1) dengan : . . = capaian indikator untuk bidang infrastruktur i α = konstanta ' !" = alokasi DAK bidang infrastruktur i untuk kegiatan j β !" = koefisien regresi dari ' !" c = variabel kontrol γ = koefisien regresi untuk c e = error 40 III.3 Analisis Efisiensi Realisasi DAK Fisik Bidang Infrastruktur Dasar Penelitian ini berfokus pada analisis efisiensi biaya (cost efficiency) dengan menghitung rasio antara realisasi biaya dan realisasi capaian output dari kegiatan DAK Fisik bidang jalan, bidang air minum dan bidang sanitasi. Tujuan utamanya adalah untuk mengevaluasi sejauh mana alokasi anggaran pada kegiatan-kegiatan tersebut mampu menghasilkan output secara optimal. Dalam kajian ini, efisiensi kegiatan diukur menggunakan indikator berupa rasio efisiensi biaya kegiatan (rasio efisiensi). Indikator ini berfungsi untuk menilai seberapa efektif kegiatan pada setiap bidang infrastruktur dasar memanfaatkan sumber daya yang tersedia guna mencapai target yang telah ditetapkan. Rasio efisiensi memberikan gambaran mengenai tingkat efisiensi kegiatan dalam menghasilkan output dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan (Posavac & Carey, 2017; Newcomer dkk., 2015). Seperti halnya efektivitas, rasio efisiensi biaya juga dimanfaatkan dalam evaluasi kegiatan untuk mengukur tingkat efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekaligus menyediakan informasi perbandingan dengan kegiatan lain atau dengan standar tertentu. Penghitungan rasio ini dilakukan dengan membandingkan anggaran yang telah direalisasikan dengan capaian output yang dihasilkan. +,-./ 01.-.*2-. 3.,!,= $%&'!(&(. )!&*& $%&'!(&(. +&,&!&- ./0,/0 ............................................... (2) dengan : Realisasi Biaya = total biaya yang telah dikeluarkan dalam kegiatan bidang infrastruktur dasar untuk mencapai hasil atau output Realisasi Capaian Output = jumlah atau kualitas hasil yang telah dicapai dalam kegiatan bidang infrastruktur dasar Mengacu pada perhitungan tersebut, Rasio Efisiensi Rendah mengindikasikan pengeluaran biaya untuk setiap unit yang dihasilkan berada di level yang lebih rendah, mencerminkan penggunaan dana yang lebih optimal atau efisien. Di sisi lain, Rasio Efisiensi Tinggi mengindikasikan pengeluaran biaya untuk setiap unit yang dihasilkan berada di level yang lebih tinggi, mencerminkan penggunaan dana UD A,*<!254,*<!:)+"(,$!,+,5!254,*<!%3"-"%*= W,-":!%3"-"%*-"!A,*<!6")%4:$%&!2%(56",*. 6")%+,2,*!5*+52!(%*<"6%*+"3"2,-"!2%;%*6%45*<,*!%3%2+"7"+,-!9"$,A,&!6"!'*6:*%-",. (%*<<5*,2,*!3./,=-2&b%:6,= .,$,(. )%+,@. -%+",). 9"$,A,&. ,2,*. 6".