Hasil Ringkasan
13 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Perubahan Iklim dalam Pembangunan II.1.1 Bahaya Perubahan Iklim Estimasi dampak yang diakibatkan oleh aktivitas manusia pada temperatur permukaan bumi meningkat dari tahun 1850-1900 sampai tahun 2010-2019 sekitar 1,1°C atau lebih tepatnya sekitar 1.09°C (0.95°C -1.20°C) (Wen et al., 2023) (IPCC, 2023). Dalam melakukan proyeksi kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi, IPCC menggunakan lima skenario yang didasarkan pada pengelompokan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dinamakan Shared Socioeconomic Pathways (SSP) yang dikembangkan oleh (O’Neill et al., 2014). Pendekatan ini mengintegrasikan perubahan iklim dan perkembangan masyarakat di masa depan untuk mendapatkan gambaran tantangan adaptasi dan mitigasi masyarakat terhadap dampak perubahan iklim, mulai dari skenario tantangan mitigasi tinggi, tantangan adaptasi rendah, tantangan mitigasi rendah, tantangan adaptasi tinggi, tantangan mitigasi dan adaptasi tinggi, tantangan mitigasi dan adaptasi moderat hingga Tantangan mitigasi dan adaptasi rendah (O’Neill et al., 2014; O’Neill et al., 2017; Riahi et al., 2017; Calvin et al., 2017). Berdasarkan pendekatan dari skenario pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat global, didapatkan proyeksi kenaikan suhu permukaan bumi pada rentang tahun 2020-2030 sebesar 1,5°C akan terlampaui. (IPCC, 2023). Skenario yang digambarkan oleh IPCC menjadi bukti bahwa iklim di permukaan bumi telah mengalami perubahan, suhu permukaan bumi terus mengalami peningkatan yang signifikan sejak empat dekade terakhir. Tanpa mengambil tindakan yang tepat dan dini, perubahan iklim akan berdampak parah pada bumi dan masyarakat luas, dampak yang paling parah dapat mengakibatkan punahnya spesies tertentu akibat hilangnya habitat atau rusaknya ekosistem alamiah (Flood et al., 2022). Secara Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 14 spasial, wilayah perkotaan merupakan garis terdepan yang akan mengalami risiko dari perubahan iklim yang sedang terjadi (Mwenje & Kumar, 2024). Kawasan perkotaan merupakan kontributor utama emisi GRK dan juga menjadi yang paling rentan terhadap perubahan iklim (Solecki et al., 2015). Perubahan suhu serta curah hujan secara global akan memberikan dampak yang signifikan hingga pada level lokal perkotaan, seperti banjir akibat tingginya curah hujan yang diperparah dengan infrastruktur drainase yang tidak memadai, kekeringan yang mengakibatkan defisit pasokan air, kebakaran lahan akibat kemarau yang berkepanjangan, dan kenaikan permukaan air laut yang juga menimbulkan banjir rob dan gelombang pasang di beberapa wilayah pesisir (Vogel & Henstra, 2015). Kondisi ini mendorong pergeseran dalam sistem ekologi secara global, sebagai akibatnya manusia akan menghadapi tantangan untuk dapat beradaptasi dengan ketidakpastian kondisi lingkungan yang terus berubah (Adams et al., 2017). (The World Bank Group & Asian Development Bank, 2021) menunjukkan bahwa di Indonesia sendiri, secara signifikan akan mengalami peningkatan frekuensi hari dengan suhu lebih dari 30°C. Perubahan iklim juga mengakibatkan kekeringan dan kebakaran lahan yang lebih sering, bahkan dalam beberapa kasus kebakaran lahan juga terjadi di luar musim panas yang rentan kekeringan. Dari bencana banjir, diperkirakan perubahan iklim akan meningkatkan ancaman bencana banjir di kawasan pesisir sebesar 19-37% sampai tahun 2030. Untuk bencana kenaikan muka air laut menunjukkan kenaikan sebesar 10cm sampai tahun 2030 dan 21cm pada 2060. II.1.2 Upaya Pengarusutamaan Perubahan Iklim dalam Kebijakan Pembangunan Tahun 2015 merupakan tahun diadopsinya tiga kerangka kerja internasional yang saling berhubungan: Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015-2030, Perjanjian Paris di bawah Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), dan Agenda 2030 PBB dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yang mana inti dari semua perjanjian-perjanjian ini adalah gagasan tentang pembangunan berkelanjutan (Flood et al., 2022). Di dalam literatur Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 15 perubahan iklim, pengarusutamaan adaptasi merujuk pada integrasi isu-isu terkait perubahan iklim ke dalam setiap level proses penentuan keputusan, termasuk di dalamnya proses re-organisasi, peningkatan kapasitas, penyusunan kebijakan, dan evaluasi kebijakan, sehingga kebijakan iklim dapat terintegrasi di semua level proses kebijakan dengan mempertimbangkan kondisi risiko. Pengarusutamaan adaptasi juga memasukkan tujuan, sasaran dan strategi inklusif dari kebijakan iklim ke dalam ranah kebijakan dan pengaturan tata kelola, (Fatemi et al., 2020; Bahadur et al., 2017; Bleby & Foerster, 2023). Tujuan utama dari proses pengarusutamaan adaptasi sendiri adalah untuk mengatasi perubahan iklim melalui perencanaan pembangunan, pengambilan keputusan sektoral dan proses penganggaran. Kebijakan iklim tidak dapat berdiri sendiri atau menjadi sektor yang terpisah (Schaar, 2008).