Hasil Ringkasan
1 Bab I Pendahuluan a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang, masalah penelitian, tujuan, sasaran, manfaat, ruang lingkup penelitian, sistematika penulisan dan kerangka pemikiran penelitian tentang dinamika perkembangan perkotaan, alih fungsi lahan pertanian dan implikasinya terhadap daya dukung pangan. a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b I.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang tengah dihadapi berbagai negara di belahan dunia dengan berbagai dampak yang diakibatkannya terhadap kehidupan masyarakat. Merujuk data World Bank, pada tahun 2022 sebanyak 57 % populasi penduduk dunia saat ini tinggal di wilayah perkotaan. Negara-negara berkembang memiliki tingkat urbanisasi yang sangat cepat dengan laju pertumbuhan penduduk perkotaan rata-rata 2,1 % dan berimplikasi terhadap pertumbuhan perkotaan terutama di Asia dan Afrika yang mana sistem perencanaan dan lembaga-lembaga publiknya tidak siap menghadapi tantangan arus urbanisasi yang begitu cepat (UN HABITAT, 2022). Urbanisasi yang begitu masif di negara-negara berkembang merupakan tantangan dalam pembangunan perkotaan karena kota tumbuh menjadi pusat aktivitas ekonomi yang tinggi dengan jumlah populasi penduduk yang tinggi pula. Diprediksi pada masa depan 93 % pertumbuhan populasi perkotaan akan mendominasi pada negara-negara berkembang terutama Asia sebesar 54 %, Afrika sebesar 32,5 % dan Amerika Latin sebesar 6,8 % (Zhang, 2016). Urbanisasi dan pertumbuhan kota disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya migrasi penduduk, pertumbuhan penduduk alami di perkotaan dan transformasi serta reklasifikasi desa menjadi permukiman perkotaan (Cohen, 2006). Urbanisasi yang begitu masif terutama di negara-negara berkembang memberikan dampak positif maupun negatif dalam pertumbuhan dan perkembangan kota. Menurut Zhang (2016) urbanisasi adalah salah satu kekuatan terpenting dalam mendorong perekonomian global yang mana semakin tinggi arus urbanisasi maka akan semakin tinggi produk domestik bruto (PDB) per kapita di suatu negara. Namun, urbanisasi juga berdampak terhadap terjadinya konversi penggunaan lahan dari non-perkotaan 2 menjadi perkotaan yang mengakibatkan terjadinya perluasan lahan terbangun yang dicirikan dengan adanya perubahan pada jenis tutupan lahan disertai dengan perubahan struktur ruang dan bentuk kota (Nuissl & Siedentop, 2021). Pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi berimplikasi terhadap kebutuhan lahan untuk tempat tinggal yang juga tinggi. Masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak dapat menjangkau harga lahan di area pusat kota memilih lokasi di pinggiran kota sehingga berakibat semakin maraknya alih fungsi lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal. Perkembangan perkotaan akibat arus urbanisasi yang masif mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan dalam penggunaan lahan dan transformasi dari wilayah yang berkarakteristik perdesaan menjadi perkotaan. Urbanisasi membawa konsekuensi kebutuhan ruang atau lahan yang semakin tinggi seperti untuk keperluan perumahan, pembangunan infrastruktur kota, kegiatan ekonomi dan lainnya. Dalam kaitannya dengan perkembangan kota, maka penting untuk memahami dinamika perkotaan yang terkait dengan perubahan fisik atau tutupan lahan, fungsional, spasial, sosial ekonomi dan demografis yang mana perubahan tersebut tidak hanya mempengaruhi strukur ruang namun berimplikasi terhadap status daya dukung maupun daya tampung lingkungan (Kustiwan & Ladimananda, 2012). Perkembangan kawasan terbangun sebagai salah satu karakteristik perkotaan tidak dapat terlepas dari faktor kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan yang erat kaitannya dengan kebutuhan lahan. Kebijakan tata ruang memiliki peran yang strategis dalam mengelola kebutuhan lahan untuk pembangunan di perkotaan dengan memperhatikan faktor keberlanjutan lingkungan. Provinsi Jawa Barat memiliki tantangan dalam pembangunan, yang mana jumlah populasinya merupakan yang terbesar di Indonesia yaitu sebanyak 49,86 juta jiwa dengan potensi ekonomi berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar Rp 2.625,22 Triliun (BPS Jawa Barat, 2024). Kondisi tersebut menjadi peluang sekaligus tantangan dalam pelaksanaan pembangunan di Jawa Barat. Hasil proyeksi Badan Pusat Statistik, pada tahun 2010 populasi penduduk perkotaan di 3 Jawa Barat yaitu sebesar 65,7 % dan hasil proyeksi tahun 2035 diperkirakan akan mengalami kenaikan menjadi sebesar 89,3 %.