Hasil Ringkasan
1 Bab I Pendahuluan Bab pertama menjelaskan pendahuluan dari penelitian ini. Pada bab ini dilakukan pembahasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, kerangka pikir penelitian, serta sistematika penulisan dari penelitian ini. I.1 Latar Belakang Penataan ruang merupakan suatu sistem untuk mewujudkan tata ruang yang berkualitas dan berkelanjutan. Dalam penyelenggaraannya, kegiatan pelaksanaan penataan ruang dilakukan melalui perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Langkah awal untuk melaksanakan penataan ruang adalah melalui kegiatan perencanaan tata ruang. Kegiatan ini adalah suatu proses yang dilakukan untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang ideal bagi suatu wilayah. Dokumen yang dihasilkan dari proses ini adalah rencana tata ruang (RTR), yang berfungsi sebagai sebuah kebijakan untuk mengatur penggunaan lahan dan pengembangan wilayah pada suatu daerah. Rencana tata ruang (RTR) disusun dan ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat menjadi sebuah peraturan dengan mempertimbangkan berbagai kebijakan serta pedoman dan standar teknis yang dikeluarkan oleh kementerian atau lembaga terkait. Kemudian, dalam pelaksanaan penataan ruang juga terdapat kegiatan pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh pemilik lahan, baik itu pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Pemanfaatan ruang merupakan langkah untuk menggunakan serta mengoptimalkan nilai dan fungsi dari suatu lahan. Penggunaan lahan berkaitan dengan tujuan bagaimana lahan tersebut dimanfaatkan (Nedd dkk., 2021). Secara umum, penggunaan lahan mengacu pada aktivitas manusia terhadap berbagai faktor fisik, kimia, dan kultur pada ruang tertentu yang menghasilkan suatu pola penggunaan lahan/tutupan lahan di suatu wilayah (Sreedhar dkk., 2016). Kegiatan pemanfaatan ruang perlu mempertimbangkan berbagai faktor seperti lokasi, aksesibilitas, kebutuhan dan preferensi pribadi, serta keberlanjutan lingkungan. 2 Selain itu, dalam memanfaatkan ruang, pemilik lahan juga harus mematuhi regulasi dan ketentuan dari rencana tata ruang yang berlaku. Regulasi dalam pemanfaatan ruang dianggap sebagai salah satu cara yang paling penting untuk mengendalikan pertumbuhan kota (Han dkk., 2020). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, regulasi tata ruang pada tingkat kota terdiri atas rencana umum, yakni Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota dan rencana rinci, yakni Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota. Pada praktiknya, regulasi dalam penataan ruang dapat bervariasi antara 1 (satu) daerah dengan daerah lainnya, meskipun berada di dalam 1 (satu) negara (Krawchenko dan Tomaney, 2023). Meskipun memiliki beberapa kesamaan sosiokultural dan ekonomi, setiap daerah tidak harus melakukan mekanisme yang sama untuk memenuhi kebutuhan publik dalam proses perencanaan tata ruang (Gorzym-Wilkowski dan Trykacz, 2022). Kondisi ini juga terjadi di Kota Bandung, karena selain RTRW Kota dan RDTR Kota, kegiatan penataan ruang di Kota Bandung juga diatur oleh rencana prasarana kota yang dituangkan ke dalam Peta Garisan Rencana Kota. Peta tersebut dirancang untuk mengatur pengembangan berbagai elemen infrastruktur fisik di Kota Bandung seperti dimensi rencana pelebaran jalan, rencana jalan baru, rencana pelebaran sungai, serta fasilitas umum lainnya seperti ruang terbuka hijau.