Hasil Ringkasan
BAB 4 Jenny Oktoviana Usior

Jumlah halaman: 20 · Jumlah kalimat ringkasan: 50

64 Bab IV Gambaran Umum Studi Pada bab ini akan membahas gambaran umum di lokasi studi yang meliputi struktur pemerintahan kampung; sosial kependudukan yang terbagi atas faktor kependudukan dan faktor kehidupan bermasyarakat; kondisi utilitas/infrastruktur (jaringan: air bersih, listrik, telekomunikasi, persampahan, dan jalan); serta yang utama yaitu indikasi inovasi sosial yang terjadi di Kampung Adat Yoboi. IV.1 Gambaran Umum Kampung Adat Yoboi Untuk memudahkan intervensi pembangunan, pendekatan pembangunan berbasis wilayah adat digunakan di Papua. Dalam metode yang digunakan pemerintah membagi wilayah Papua menjadi kelompok yang berdasarkan pada kondisi geografis, adat, dan juga budaya. Sudah jelas bahwa, hal ini digunakan agar dapat melindungi pertanahan adat Papua dan meningkatkan kesejahteraan negara yang telah berlangsung sejak lama. Sejak Undang – Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Papua, sejumlah pembangunan ekonomi dan infrastruktur telah dimulai dan terus dilakukan (Wachid dkk., 2023). Adapun pembagian wilayah adat di Papua terdiri dari wilayah Saireri, Doberai, Bomberai, Ha-Anim, Mamta/Tabi, Lano – Pago, dan Me – Pago. Pembagian wilayah adat berdasarkan daerah masing – masing di Papua dapat dilihat pada Gambar IV.1. Dengan lebih dari 250 kelompok etnis yang hidup di Papua, masing-masing wilayah dengan bahasa asli, tradisi, praktik, dan agama yang berbeda. Ada juga ratusan norma adat yang berlaku di Papua. Selain itu, ada 100 kelompok etnis yang tidak berasal dari Papua (Warami, 2019). Kampung Adat Yoboi merupakan salah satu kampung yang berada di wilayah Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura yang termasuk ke dalam wilayah adat Mamta/Tabi. Adapun 9 (sembilan) wilayah masyarakat hukum adat yang mendiami daerah Mamta/Tabi. Menurut Keputusan Bupati Jayapura Nomor 319 tahun 2014 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Jayapura, berikut pembagiannya, yaitu: Masyarakat Adat 65 Sentani/Bhuyaka (Ralibhu, Nolobhu, dan Waibu), Moi, Tepra (Tepra dan Yosu), Ormu, Yokari, Jouwwarry dan Tarpi, Demutru (Nambluong, Klisi dan Kemtuik), Elseng dan Oktim. Dalam pembagian wilayah tersebut, Kampung Adat Yoboi tergolong ke dalam wilayah adat Bhuyaka, wilayah adat ini juga masih digolongkan lagi menjadi komunitas adat Nolobhu yang terdiri atas 18 wilayah masyarakat hukum adat. Adapun penetapan sebagai Kampung Adat Yoboi dilakukan pada tahun 2014 melalui Keputusan Bupati Jayapura Nomor 320 tahun 2014 tentang Pembentukan 36 kampung adat di Kabupaten Jayapura. Kampung Yoboi memiliki 2 (dua) wilayah yang berada di daratan dan di perairan Danau Sentani. Adapun nama kampung yang berada di daratan disebut sebagai Kampung Kehiran, berdasarkan temuan di lapangan disampaikan oleh Kepala Kampung Yoboi bahwa pemisahan kedua kampung ini dikarenakan luas wilayah dan jumlah penduduk yang semakin meningkat di Kampung Kehiran sehingga secara definitif harus dipisah karena jika tetap dipertahankan akan terjadi ketidakseimbangan antara pembagian keuangan ataupun bantuan yang diterima di kedua kampung tersebut. Oleh karena itu, selanjutnya Kampung Kehiran akan menjadi kampung dinas dan Kampung Yoboi menjadi kampung adat. Dalam perencanaannya akan diresmikan sekitar Bulan Oktober 2024 untuk Kampung Dinas di Kampung Kehiran. Luas wilayah Kampung Yoboi sendiri sekitar 163.774 Ha atau sekitar 63.674 km dan berbatasan dengan Kampung Yahim di sebelah utara, sebelah selatan dengan Kampung Simporo, sebelah timur dengan Kampung Putali serta sebelah barat dengan Kampung Kwadeware (Profil Kampung Kehiran/Yoboi). Kampung adat atau YO dalam Bahasa Suku Sentani merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum adat yang mempunyai satu kesatuan tradisi atau tata krama dalam pergaulan secara turun temurun, memiliki wilayah tertentu dan memiliki hak untuk mengatur serta mengurus rumah tangga kampungnya sendiri berdasarkan adat istiadat yang dianut (Surat Keputusan Bupati Jayapura Nomor 320 Tahun 2014 tentang Pembentukan 36 Kampung Adat Di Kab. Jayapura). 66 Sumber: (Warami, 2019) Gambar IV. 1 Pembagian Peta Wilayah Adat Pulau Papua 67 Pada pemerintahan kampung adat dipimpin oleh seorang Ondofolo (sebutan untuk seseorang yang memiliki jabatan atau kekuasaan tertinggi di lingkungan masyarakat adat Suku Sentani) (Nawipa dkk., 2024). Menurut masyarakat adat Suku Sentani, seorang ondofolo harus memiliki jiwa besar dan telah dipilih dari jauh hari untuk diangkat. Jika masyarakat kampung tidak menemukan pengganti ondofolo yang tepat, maka Abu – Afa akan bertanggung jawab untuk menjaga kampung tersebut. Rumah Ondofolo tidak pernah tertutup, karena semua anggota masyarakatnya, mulai dari anak-anak hingga orang tua, dapat keluar dengan leluasa. Ondofolo secara umum dianggap sebagai pelindung dan membantu masyarakatnya. Untuk dapat mengetahui tentang sistem adat Masyarakat Suku Sentani maka perlu diketahui susunan organisasi pemerintahan sistem ondoafi yang berlaku sehingga ketika susunan organisasi sistem kampung adat ditampilkan pada Gambar V.4 dapat lebih mudah dimengerti terkait dengan asal – usul sebelumnya. Dalam tulisan yang disampaikan oleh (Tim CSO Engagement RTRC, 2014) masyarakat adat Suku Sentani memiliki 3 (tiga) lapisan kepemimpinan yang berlaku yaitu kepemimpinan khoselo imea di tingkat klan, kepemimpinan yo ondoafi di tingkat kampung dan hu ondoafi di tingkat konfederasi. Pada bagian ini penulis hanya memfokuskan pada kepemimpinan yo ondoafi di tingkat kampung karena berkaitan dengan struktur masyarakat adat dan struktur masyarakat kampung pada umumnya. Untuk mengetahui struktur kepemimpinan yo ondoafi dapat dilihat pada Gambar IV.2. Merujuk pada susunan pemerintahan kampung adat, seorang Ondofolo dibantu oleh Sekretaris Kampung Adat namun tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada prinsipnya pemerintahan kampung adat ini terdiri atas Kepala Kampung Adat/Ondofolo, Sekretaris Kampung Adat dan fungsionaris pemerintahan kampung adat yang mana harus berasal dari sistem kepemimpinan ke-ondoafian dan dipilih secara demokratis melalui musyawarah masyarakat adat. 68 Sumber: (Tim CSO Engagement RTRC, 2014) Berikut ini merupakan penjelasan lanjutan dari Gambar IV.2 yang sudah ditampilkan di atas, sehingga akan lebih mudah untuk dipahami struktur yang dimaksud, diisi oleh siapa saja, dan pemangku tugas serta tanggung jawab yang diterima untuk dijalankan oleh sistem ke-ondoafian ini, Tabel IV. 1 Tugas dan Peran dalam Struktur Pemerintahan Sistem Ondoafi Tingkat Kampung No. Jenis Jabatan Kepemimpinan Tugas dan Fungsi Jabatan 1. Ondoafi Berdasarkan ketentuan adat, seorang pemegang takhta ondoafi adalah bagian dari garis keturunan yang ditarik melalui garis lurus dengan pendiri kampung dan merupakan anak laki-laki sulung dari ondoafi sebelumnya. Oleh karena itu, prinsip anak sulung patrilineal mendasarinya. Ini menunjukkan bahwa posisi kepala atau pemimpin di sini diberikan. Setiap anak laki- laki ondoafi yang sulung berhak mengambil alih atau posisi tersebut apabila orang sebelumnya tidak dapat melakukannya karena usia lanjut, sakit, atau meninggal dunia. Seorang ondoafi memiliki wewenang yang sangat luas karena mencakup semua aspek kehidupan kampungnya, termasuk keagamaan, ekonomi, kesejahteraan sosial, keamanan, dan peradilan. 2. Abu-Afa Seorang ondoafi memiliki perangkat pembantu yang disebut abu-afa. Abu-afa berfungsi sebagai penasihat utama ondoafi dan menawarkan saran dan pertimbangan sebelum ondoafi membuat keputusan penting. Abu-afa juga berfungsi sebagai Gambar IV. 2 Struktur Organisasi Pemerintahan Sistem Ondoafi Tk. Kampung 69 No. Jenis Jabatan Kepemimpinan Tugas dan Fungsi Jabatan juru bicara ondoafi, dan karenanya dia selalu bersama ondoafi di setiap pertemuan resmi. Selain itu, menjadi abu-afa membutuhkan pengetahuan yang sangat dalam dan luas tentang seluk beluk adat mereka. Kecuali itu, seorang abu-afa yang setia dan pandai menyimpan rahasia karena ia mengetahui semua rahasia dan kekayaan pemerintahan ondoafi. 3. Ayafo Nolofo (pembantu sayap kanan) Wakil/Pelindung Ayafo nolofo sebagai pembantu sayap kanan, bertindak sebagai wakil atau pejabat yang menggantikan ondoafi jika yang terakhir ini tidak dapat melakukan berlebihan karena sakit, tua, atau meninggal dunia, dan pengganti resmi belum diangkat. Kecuali bertindak sebagai wakil ondoafi, tugas lain ayafo nolofo adalah melindungi ondoafi dan keluarganya dari serangan ilmu gaib oleh orang lain. Di lain sisi, ayafo nolofo berfungsi sebagai penghubung antara ondoafi dan roh-roh leluhur di alam gaib, sehingga ondoafi selalu diberi kesaktian dan memiliki pengetahuan ilmu gaib yang tinggi. 4. Meakhban Nolofo (pembantu sayap kiri) Bendahara Meakhban nolofo, pembantu sayap kiri, ditugaskan untuk menyimpan dan menjaga semua barang pusaka dan harta perbendaharaan kampung, termasuk benda-benda atribut ondoafi. Oleh karena itu, dia bertindak sebagai bendaharawan kampung. Menurut adat, peran ini dipegang oleh seorang anggota klen kecil dari mana ondoafi berasal. Sering kali, jabatan tersebut diambil oleh adik laki-laki ondoafi tertua. 5. Yonow (aranggae) Dewan Adat Perangkat dewan adat, juga dikenal sebagai yonow atau aranggae, merupakan lembaga legislatif yang berfungsi sebagai tempat diskusi tentang semua masalah yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebelum pengambilan keputusan. Aranggae, yang secara harafiah berarti tungku atau tempat memasak, menggambarkan fungsi dewan adat, karena semua masalah adat harus dibahas terlebih dahulu sebelum keputusan dibuat. Jika ada urusan atau masalah penting yang harus diselesaikan melalui musyawarah, maka dewan adat ini dapat bersidang sewaktu-waktu. Dewan adat terdiri dari ondoafi sendiri dan para khoselo. Dewan adat berada pada tingkat yang sama dengan ondoafi dalam struktur organisasi, sehingga dewan adat tidak bertanggung jawab kepada ondoafi. 6. Abu-Akho Para abu-akho memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan pesan ondoafi dan perintah kepada para petugas, baik kepada perangkat pimpinan maupun warga kampung, membuat upacara untuk ondoafi, merawat ondoafi saat sakit, menyambut tamu, memberikan makanan dari stok ondoafi kepada warga kampung yang kekurangan, dan menyediakan jenazah ondoafi untuk dimakamkan saat meninggal dunia. Abu-akho juga disebut sebagai "surat hidup" ondoafi atau khoselo di kalangan orang Sentani karena semua pesan atau perintah yang berasal dari ondoafi atau khoselo hanya dapat disampaikan oleh abu- akho. Sumber: (Mansoben, 1995) Ketika ditetapkan menjadi pemerintahan kampung adat, Kampung Yoboi tetap menggunakan sistem pemerintahan kampung dinas, sehingga masih terdapat RW dan juga RT di kampung ini. Pada tahun 2023 lalu, Kampung Adat Yoboi 70 mencoba untuk menggunakan tata pelaksanaan Musyawarah Rencana Pembangunan Kampung (Musrenbangka) yang diterbitkan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) Kabupaten Jayapura, yang mana dalam pelaksanaan tersebut dipimpin dan diambil alih oleh Bapak Ondofolo. Tetapi, setelah diuji coba kan ternyata masih belum bisa diterima dan pada akhirnya Kepala Kampung masih tetap yang memimpin. Oleh karena itu, Kampung Adat Yoboi, belum sepenuhnya menggunakan sistem pelaksanaan pemerintahan kampung adat, alasan yang pertama karena masyarakat belum terbiasa, dan alasan kedua yakni akan secara resmi digunakan ketika jabatan kepala kampung resmi berakhir di Bulan Oktober 2024, lalu selanjutnya akan dipimpin oleh seorang Ondofolo dan turunannya seperti yang sudah disebutkan di atas. Peta administratif Kampung Adat Yoboi dapat dilihat pada Gambar IV.3. IV.2 Kondisi Sosial Kependudukan Penduduk Kampung Adat Yoboi merupakan masyarakat asli Yoboi yang terdiri atas beberapa marga besar, di antaranya terdapat marga Wally, Tokoro, Sokoy dan Depondoye. Selain marga besar ini ada juga marga lainnya yang mendiami kampung ini yaitu Toam, Demonim, Felle, dan lain sebagainya. Berhubung kampung ini merupakan kampung adat oleh sebab itu hanya marga – marga asli Suku Sentani saja yang bisa mendiami Kampung Yoboi ini, tetapi tidak menutup kemungkinan juga marga lainnya dari luar Suku Sentani yang bisa menjadi warga Kampung Yoboi, namun tetap masih keturunan Orang Asli Papua (OAP) karena mengingat kampung ini adalah kampung adat sehingga eksistensi dari masyarakat adat harus tetap ada untuk dihormati dan dilindungi hak – hak adatnya. Hal tersebut kemudian diamanatkan ke dalam Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Masyarakat Adat Yoboi memiliki tradisi untuk segala sesuatu kegiatan yang akan diadakan itu terlebih dahulu dirapatkan secara bersama dalam satu pertemuan resmi adat yang diadakan di Obhe. Obhe merupakan suatu rumah atau balai adat bagi masyarakat Suku Sentani pada umumnya (Kalem, 2021). Tradisi seperti ini sudah menjadi hal yang biasa atau tradisi untuk semua masyarakat yang 71 bermukim di wilayah kampung/desa di seluruh Indonesia karena merupakan suatu tradisi atau adat yang terus dipertahankan secara turum – temurun. Pada Gambar IV.1 berikut adalah gambar yang menunjukkan Obhe, yang mana setiap kegiatan yang akan berlangsung di kampung ini akan dirapatkan di balai adat tersebut, Obhe ini juga berlokasi dekat dengan Kantor Kampung Adat Yoboi, dermaga kampung, dan gereja. Gambar IV. 3 Balai Adat (Obhe) Kampung Adat Yoboi – Kab. Jayapura (Sumber: Hasil Observasi, 2024) IV.2.1 Faktor Kependudukan Kampung Adat Yoboi memiliki jumlah penduduk yang terdiri atas 2 (dua) Rukun Warga (RW) dan beberapa Rukun Tetangga (RT), dengan jumlah penduduk sekitar 468 jiwa per tahun 2023 dan jumlah kepala keluarga hingga saat ini berjumlah 127 KK. Pada dasarnya masyarakat di kampung ini bermata pencaharian sebagai petani sagu, nelayan, dan buruh. Namun beberapa masyarakat juga ada yang berprofesi sebagai PNS yang berjumlah 14 orang, anggota TNI 1 orang dan anggota POLRI sebanyak 8 orang. Itu artinya bahwa perkembangan pendidikan di kampung ini cukup berkembang dengan baik sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang terus melakukan perubahan. 72 IV.2.2 Faktor Kehidupan Bermasyarakat Kehidupan bermasyarakat di Kampung Adat Yoboi terlihat memiliki kualitas kehidupan yang sangat baik dan rukun. Hal ini ditandai dengan penerimaan setiap tamu – tamu wisata (turis lokal dan Manca negara) yang selalu ditegur dan disapa ketika melewati setiap rumah masyarakat. Selain itu juga, karena jumlah penduduk yang tidak banyak di kampung ini sehingga kedekatan untuk mengenal satu dengan yang lain sangat erat dalam kehidupan bertetangga maupun hubungan kekerabatan. IV.3 Kondisi Utilitas/Infrastruktur di Kampung Adat Yoboi Keadaan kondisi sarana dan prasarana yang tersedia di Kampung Adat Yoboi tersedia dengan kebutuhan yang terbatas, karena lokasi kampung juga yang berada di wilayah perairan untuk itu pemerintah kampung bersama dengan masyarakat melakukan yang terbaik untuk kemajuan dan perkembangan kampung guna menyukseskan juga kampung berbasis pariwisata yang berkualitas. IV.3.1 Jaringan Air Bersih Sejak turun temurun masyarakat Kampung Adat Yoboi dan beberapa kampung lainnya yang tersebar di perairan Danau Sentani menggunakan air danau untuk melakukan aktivitas kegiatan sehari – hari. Baik itu untuk aktivitas MCK dalam hal ini pembuangan limbah domestik rumah tangga, aktivitas pemeliharaan ikan di dalam waring (keramba), alat transportasi danau, dan yang menjadi perhatian serius adalah masyarakat juga menggunakan air danau ini untuk mencukupi kebutuhan air minum setiap hari. Tetapi menurut masyarakat, untuk kebutuhan air minum ini biasa diambil setiap pagi hari dan harus di tengah danau, yang mana pengambilan air ini berlokasi jauh dari aktivitas masyarakat. Menurut masyarakat, kualitas air tersebut bersih dan sudah dipakai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama bertahun – tahun. Sejak kejadian bencana banjir bandang di Kabupaten Jayapura tahun 2019 lalu, kualitas air danau mengalami penurunan fungsi yang cukup signifikan. Hal tersebut ditandai dengan seluruh limbah yang berasal dari daratan Kota Sentani seluruhnya masuk ke dalam air Danau Sentani, sehingga masyarakat merasa untuk 73 tidak dapat menggunakan air danau untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya. Beberapa penelitian yang dilakukan juga menunjukkan bahwa kualitas air Danau Sentani berada pada ambang batas tercemar sedang (Morin dkk., 2023).