Hasil Ringkasan
ABSTRAK STUDI PENJEJAKAN DAN PENYIMPANAN KARBON DALAM AIR TANAH DENGAN ANALISIS HIDROGEOKIMIA DAN ISOTOP STABIL Oleh Faizal Abdillah NIM: 22723005 (Program Studi Magister Teknik Air Tanah) Penelitian penjejakan dan penyimpanan karbon dalam air tanah di Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta bertujuan untuk mengetahui perubahan komposisi isotop dalam siklus karbon serta penyimpanan karbon di air tanah akibat kenaikan konsentrasi CO2 di udara. Metode dalam studi penjejakan siklus karbon di air tanah menggunakan analisis kimia dan isotop alami δ 13 C, δ 18 O dan δ 2 H serta perhitungan tekanan parsial CO2 pada sampel air (air tanah, air hujan, air permukaan dan air laut) juga sampel gas atmosfer dan gas emisi kendaran. Hasil analisis menunjukkan fasies air tanah pada sistem akuifer bebas dominan adalah Ca- HCO3 dan sistem akuifer tertekan Na-HCO3. Air hujan yang menyebabkan dilusi air tanah terekam dari penurunan nilai TDS dan perubahan komposisi isotop δ 18 O di akuifer bebas dari rata-rata 326 mg/L menjadi 320 mg/L dan akuifer tertekan dari nilai rata-rata 806 mg/L menjadi 752 mg/L serta perubahan komposisi isotop δ 18 O yang semakin ringan pada air tanah akuifer bebas (-5,7 ‰ ke - 6,5 ‰) dan akuifer tertekan (-5,9 ‰ ke -6,3 ‰). Untuk nilai δ 2 H terjadi enrichment dengan nilai -37,5 ‰ ke -34,0 ‰ pada akuifer bebas dan -37,3 ‰ ke -36,2 ‰ pada akuifer tertekan. Perubahan ini mengindikasikan adanya gas karbon yang tercampur di air tanah.. Jejak siklus karbon dapat dilacak melalui perubahan komposisi isotop δ¹³C yang pada CAT Jakarta mencerminkan adanya pengaruh faktor antropogenik yaitu pembakaran bahan bakar fosil dengan nilai δ¹³C sekitar -23 ‰. Akibatnya, nilai δ¹³C di atmosfer mengalami penurunan hingga berkisar antara -9 ‰ hingga - 13 ‰. Gas terdifusi ke air hujan dari naiknya pCO2 sekitar 1,47-2,46 % dengan δ 13 C pada rentang -14 ‰ s/d -19 ‰. Air hujan infiltrasi ke air tanah akuifer bebas memiliki perubahan yang lebih dinamis dengan δ 13 C pada rentang -9 ‰ s/d -13 ‰ dan pCO2 1,30-1,39 % dibandingkan pada sistem akuifer tertekan yang lebih stabil δ 13 C pada rentang -8 ‰ s/d -10 ‰ dan pCO2 0,45 – 0,57 %. Berdasarkan hasil perhitungan pCO2 air tanah, akuifer bebas menyimpan CO2 sekitar ± 3 kali lebih besar dibandingkan akuifer tertekan. Kata kunci : siklus karbon, air tanah, isotop δ 13 C, isotop δ 13 O, isotop δ 2 H, pCO2, penjejakan dan penyimpanan karbon, Cekungan Air Tanah Jakarta. ABSTRACT STUDY OF CARBON TRACE AND STORAGE IN GROUNDWATER USING HYDROGEOCHEMICAL AND STABLE ISOTOPE ANALYSIS By Faizal Abdillah NIM: 22723005 (Master’s Program in Groundwater Engineering) Study of carbon trace and storage in groundwater in the Jakarta Groundwater Basin aims to determine changes in isotopic composition in the carbon cycle and carbon storage in groundwater due to increases in CO2 concentrations in the air. The method for tracing the carbon cycle in groundwater uses chemical analysis and natural isotopes δ 13 C, δ 18 O and δ 2 H as well as calculating the partial pressure of CO2 in water samples (groundwater, rainwater, surface water and seawater) and gas samples (atmospheric gas and vehicle emissions). The analysis results show that the dominant groundwater facies in the unconfined aquifer system is Ca-HCO3 and the confined aquifer system is Na-HCO3. Groundwater dilution by rainwater is recorded from a decrease in TDS values and changes in the δ 18 O isotope composition. Changes in unconfined aquifers from an average of 326 mg/L to 320 mg/L and confined aquifers from an average value of 806 mg/L to 752 mg/L as well as changes in the isotopic composition of δ 18 O which is depleted in unconfined aquifer groundwater (-5,7 ‰ to -6,5 ‰) and confined aquifers (-5,9‰ to -6,3‰). For the δ 2 H value, enrichment occurs with a value of -37,5 ‰ to -34,0 ‰ in the unconfined aquifer and -37.3 ‰ to -36.2 ‰ in the confined aquifer. This change indicates the presence of carbon gas mixed in the groundwater. Traces of the carbon cycle can be traced through changes in the δ¹³C isotope composition which in the Jakarta Groundwater Basin reflects the influence of anthropogenic factors, namely the burning of fossil fuels with a δ¹³C value of around -23 ‰.