Hasil Ringkasan
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Perkembangan kota yang pesat telah mengubah tata guna lahan dimana sebagian besar cenderung dirancang untuk orang dewasa dan kendaraan, bukan anak-anak (Gospodini dkk, 2006) (Carrol P. dkk, 2015) (Khatavkar, P. R. & Jagannathan R., 2022) (Vinueza, V. A. C dkk, 2023). Semakin banyak bangunan menandakan semakin sedikit ruang terbuka untuk anak-anak sebagai tempat bermain (Ekawati, 2015). Namun, di satu sisi menciptakan lingkungan yang ramah terhadap anak merupakan salah satu target utama dari program Sustainable Development Goals (SDG’s) nomor 11 untuk kota dan komunitas berkelanjutan. Dengan lebih dari setengah anak di seluruh dunia tinggal di daerah perkotaan (UNICEF 2012) dan pada tahun 2030, hingga 60 persen penduduk perkotaan di dunia akan berusia di bawah 18 tahun (Ruble, dkk., 2003), urgensitas kota ramah anak semakin mendesak. Upaya menciptakan lingkungan yang ramah terhadap anak tersebut juga tampak dengan adanya kebijakan masing-masing daerah yang memiliki isu strategis berupa minimnya ketersediaan ruang publik bagi anak/masyarakat. Menurut UNICEF, tantangan kota yang ramah anak (Children-Friendly Cities) antara lain adalah polusi suara dan udara, gaya hidup yang cenderung enggan untuk bergerak, lalu lintas, kejahatan, isolasi sosial dan terputusnya hubungan dengan alam (UNICEF, 2012) (Christian dkk, 2015). Menciptakan kota ramah anak berangkat dari pemahaman tentang pengalaman perkotaan dari sudut pandang anak-anak dengan berpegangan pada kualitas sosio- fisik dari lingkungan binaan (Christensen dan O’Brien dalam Carrol P. dkk, 2015) dengan mengembangkan Child Friendly Environment (CFE) serta ruang publik sebagai salah satu jendela menuju jiwa kota ramah anak (Arlinkasari dkk., 2020) dimana kota Ramah Anak diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan kelompok usia yang berbeda dan memungkinkan anak-anak belajar tentang nilai-nilai masyarakat melalui eksplorasi dan interaksi (Gleson & Sipe, 2012). Aspek-aspek fundamental lingkungan fisik dari CFE adalah Ruang Terbuka Hijau dan juga Aksesibilitas (Jansson dkk, 2022) (Vinueza, V. A. C dkk, 2023). Namun sangat disayangkan, ruang publik di banyak negara cenderung mengecualikan atau kurang 2 bersahabat dengan anak-anak, yang umum nampak pada jalan perkotaan yang kurang aman dan nyaman yang dipicu oleh perubahan budaya perkotaan (Gülgönen & Corona, 2015) (Vinueza, V. A. C dkk, 2023). Meskipun penelitian terkait ruang terbuka hijau diperkotaan telah banyak dilakukan namun sangat sedikit yang secara spesifik menyebutkan karakter lingkungan kawasan wisata perkotaan yang padat wisatawan sebagai lokus penelitian.