Hasil Ringkasan
53 Bab IV Gambaran Umum Bab IV ini menjelaskan mengenai kondisi gambaran umum Kota Sabang diantaranya batas administrasi, sejarah kota, kependudukan di Kota Sabang. Selain itu, secara spesifik pada bab ini menggambarkan kondisi kepariwisataan yang ditinjau dari berbagai aspek dan elemen pariwisata yang terdapat di Kota Sabang. IV.1 Batas Administrasi Kota Sabang Sabang adalah kota yang terletak di ujung barat wilayah Republik Indonesia. Secara geografis, kota ini berada pada koordinat 05° 46’ 28” – 05° 54’ 28” Lintang Utara dan 95° 13’ 02” – 95° 22’ 36” Bujur Timur. Di sebelah utara dan timur, Sabang berbatasan dengan Selat Malaka, sementara di bagian selatan dengan Selat Benggala, dan di barat dengan Samudra Hindia. Secara strategis, posisi geopolitis Sabang sangat penting karena berbatasan langsung dengan negara-negara seperti India, Malaysia, dan Thailand, serta merupakan jalur pelayaran internasional yang menghubungkan kapal-kapal menuju atau keluar dari Indonesia di bagian barat. Wilayah Sabang mencakup lima pulau utama, yaitu Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako, dan Pulau Rondo, ditambah gugusan pulau-pulau kecil di Pantee Utara. Pulau Weh adalah yang terbesar dan menjadi pusat pemukiman, sedangkan Pulau Rondo merupakan salah satu pulau terluar, berjarak sekitar 15,6 km dari Pulau Weh. Secara administratif, Sabang terbagi menjadi dua kecamatan, yaitu Sukajaya dan Sukakarya, yang terdiri dari 18 desa (gampong). Luas daratan Sabang adalah 153 km² menurut data "Sabang dalam Angka" tahun 2009, dengan rincian Kecamatan Sukajaya seluas 80 km² dan Kecamatan Sukakarya seluas 73 km². Berdasarkan analisis citra satelit tata ruang tahun 2004, total luas wilayah Sabang adalah 1.042,3 km² (104.229,95 ha), yang terdiri dari daratan seluas 121,7 km² (12.177,18 ha) dan perairan seluas 920,5 km² (92.052,77 ha). 54 IV.2 Sejarah Kota Sabang Sekitar tahun 301 SM, seorang ahli geografi Yunani bernama Ptolomacus melakukan pelayaran ke arah timur dan tiba di sebuah pulau kecil yang terletak di mulut Selat Malaka, yaitu Pulau Weh. Ia kemudian menyebut dan mencatat pulau tersebut sebagai "Pulau Emas" di peta para pelaut. Pada abad ke-12, Sinbad, seorang pelaut dari Sohar, Oman, mengadakan perjalanan panjang melalui rute Maldives, Pulau Kalkit (India), Sri Lanka, Andaman, Nias, Weh, Penang, hingga Canton (China). Ketika singgah di Pulau Weh, ia juga menamainya "Pulau Emas." Selain itu, para pedagang Arab yang mencapai pulau ini menyebutnya "Shabag," yang berarti gunung meletus, yang kemungkinan menjadi asal mula nama "Sabang." Sumber lain menyebut bahwa nama "Weh" berasal dari bahasa Aceh yang berarti "terpisah." Dahulu, pulau ini digunakan oleh Sultan Aceh sebagai tempat pengasingan bagi orang-orang buangan. Sebelum Terusan Suez dibuka pada tahun 1869, kepulauan Indonesia diakses melalui Selat Sunda dari Afrika. Namun, setelah terusan tersebut beroperasi, jalur pelayaran menuju Indonesia menjadi lebih singkat melalui Selat Malaka. Berkat kondisi pelabuhan alam dengan perairan yang dalam dan terlindungi, pemerintah Hindia Belanda membuka Sabang sebagai pelabuhan. Sebelum Perang Dunia II, Pulau Weh dan Kota Sabang adalah pelabuhan utama di Selat Malaka, bahkan lebih penting daripada Temasek (kini Singapura). Sabang dikenal sebagai pelabuhan alam "Kolen Station" yang mulai dioperasikan Belanda pada tahun 1881.