75 BAB V HASIL ANALISIS Untuk memahami dinamika suatu wilayah, penting untuk menelusuri berbagai perubahan yang terjadi dari masa lalu hingga saat ini. Pada bab ini akan dibahas mengenai perkembangan Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi yang berperan besar dalam memengaruhi kondisi lingkungan kawasan sekitarnya, khususnya Kawasan Ciumbuleuit. Analisis akan dimulai dengan melihat sejarah dan tahapan perkembangan universitas, diikuti oleh pengaruh yang ditimbulkannya terhadap kondisi sosial dan ekonomi di wilayah tersebut. Selanjutnya, ringkasan dari hasil analisis mengenai dampak perkembangan Unpar terhadap Kawasan Ciumbuleuit akan disajikan untuk memberikan gambaran menyeluruh terkait perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar universitas. Terakhir aspek yang dipertimbangkan dan kebutuhan intervensi dari pemerintah maupun perencana kota (issues of concern) akan dibahas sebagai refleksi dari penelitian yang telah dilakukan. V.1 Sejarah Perkembangan Universitas Parahyangan Sejarah Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) diambil dari penjelasan pada buku Persembahan Kepada Nusa Pertiwi yang ditulis oleh P. Krismastono Soediro (Soediro, 2015). Unpar didirikan pada tanggal 17 Januari 1955 dengan nama awal Akademi Perniagaan. Akademi ini lahir berkat kerja sama antara Mgr. P. M. Arntz, OSC, Uskup Bandung, dan Mgr. Prof. Dr. N. J. C. Geise, OFM, Uskup Bogor. Jumlah mahasiswa angkatan pertama pada Akademi Perniagaan ini adalah 38 orang dengan kampus yang berlokasi di Jalan Merdeka. Pada bulan Agustus 1955, Akademi Perniagaan ditingkatkan statusnya menjadi Perguruan Tinggi Sosio- Ekonomi Parahyangan, yang kemudian menjadi cikal bakal Fakultas Ekonomi Unpar. Perkembangan signifikan pada Unpar terjadi pada 15 September 1958 dengan dibukanya Fakultas Hukum, jumlah mahasiswa meningkat secara drastis menjadi 1.200 orang dan tercatat memiliki 38 dosen. Seiring perkembangan tersebut, nama Perguruan Tinggi Sosio-Ekonomi Parahyangan diubah menjadi Perguruan Tinggi Katolik Parahyangan. Ruang kampus yang berada pada Jalan Merdeka kemudian 76 dirombak dan dibangun ulang menjadi gedung 3 lantai untuk menampung mahasiswa yang jumlahnya semakin meningkat. Pada tahun 1960, Fakultas Teknik dibuka, disusul Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada tanggal 18 Agustus 1961. Pada tahun yang sama, berdasarkan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Pendidikan Tinggi, institusi ini resmi berganti nama menjadi Universitas Katolik Parahyangan. Seiring dengan bertambahnya jumlah mahasiswa, Unpar terus meningkatkan infrastruktur kampus di Jalan Merdeka, dengan tujuan memenuhi kebutuhan ruang belajar bagi mahasiswa. Hal ini menunjukkan kometmen pada peningkatan kualitas pendidikan dan penambahan program studi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Gambar V. 1 Kampus Baru Unpar di Jalan Merdeka yang Diresmikan Tahun 1961 Sumber: Soediro (2015) Pada dekade 1960-an, Unpar menerima hibah berupa tanah dan gedung di Jalan Ciumbuleuit dari Bapak Ursone. Tanah seluas 27.540 m 2 ini menjadi cikal bakal kampus utama Unpar di Ciumbuleuit, dan diperluas secara bertahap guna menunjang kegiatan akademik. Lalu pada tahun 1964, Yayasan Universitas Katolik Parahyangan menyewa sebagian gedung dan pabrik roti Olympia di Jalan Jenderal 77 Sudirman untuk menampung kegiatan kuliah Fakultas Teknik yang semakin berkembang. Pembangunan gedung pertama di Kampus Ciumbuleuit dimulai Pada tahun 1973, dengan fokus utama pada penyediaan fasilitas bagi Fakultas Teknik. Gedung ini diresmikan pada tanggal 8 Juni 1974 dan diberi nama Gedung 4. Gedung 4 menjadi fondasi fisik awal dari Kampus Ciumbuleuit dan menandai awal pemusatan kegiatan akademik di lokasi tersebut. Unpar juga memiliki fasilitas asrama bagi mahasiswa yang dipersiapkan untuk menjadi calon dosen tetap, yang dikenal sebagai Asrama Solsana di Kawasan Ciumbuleuit. Pada tahun 1973, asrama ini diisi oleh belasan mahasiswa yang dipersiapkan untuk menjadi calon dosen tetap Unpar. Upaya ini menunjukkan inisiatif institusi dalam membina dan mencetak tenaga pengajar berkualitas secara internal. Pada tahun 1980 jumlah dosen tetap Unpar mencapai 86 orang. Pada tahun 1979, gedung yang sebelumnya dimiliki oleh Bapak Ursone di lokasi Kampus Ciumbuleuit dimanfaatkan sebagai Kantor Rektorat. Hal ini menandakan awal dari konsolidasi fungsi-fungsi administratif dan akademik Unpar di Kampus Ciumbuleuit. Gambar V. 2 Gedung Fakultas Teknik Bagian Sipil (kiri) dan Kantor Rekorat (kanan) di Kampus Ciumbulueit Sumber: Soediro, (2015) Pada tahun 1977, Unpar menerima bantuan dari Pemerintah Jerman Barat untuk pembangunan Gedung Fakultas Teknik bagian arsitektur dan Ruang Serba Guna di 78 Kampus Ciumbuleuit. Proyek pembangunan gedung ini selesai pada tahun 1978, sehingga gedung tersebut resmi digunakan dengan nama Gedung 5. Bantuan ini merupakan salah satu bentuk dukungan internasional dalam upaya pengembangan infrastruktur pendidikan Unpar. Pembangunan kampus berlanjut dengan selesainya Gedung Fakultas Hukum di Kampus Ciumbuleuit pada tahun 1980, yang kemudian dikenal dengan nama Gedung 2. Selanjutnya pada tahun 1984, Gedung Fakultas Sosial dan Politik di Kampus Ciumbuleuit selesai dibangun dan diresmikan sebagai Gedung 3, sehingga menambah kapasitas Unpar di Kampus Ciumbulueuit untuk menampung kegiatan akademik dari berbagai program studi. Pada tahun 1983, Unpar mengalami perkembangan yang cukup signifikan dengan bergabungnya Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Suryagung Bumi ke dalam institusi ini, yang kemudian menjadi Fakultas Filsafat Unpar dengan lokasi kampus berada di Jalan Nias. Integrasi ini memperluas cakupan akademik Unpar dengan memperkaya pilihan program studi. Pada akhir tahun 1983, Unpar mencatat pertambahan jumlah mahasiswa mencapai hingga 8.102 orang. Selanjutnya pada akhir tahun 1989, jumlah dosen yang mengajar meningkat secara signifikan menjadi 533 orang yang terdiri dari 329 dosen tetap dan 204 dosen tidak tetap.