9 Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini berisi penjelasan mengenai tinjauan teori, tinjauan penelitian terdahulu dan kerangka teori. Penelitian ini menggunakan beberapa teori tama sebagai dasar analisis, yaitu teori kesenjangan sewa, kawasan pusat kota, kegiatan komersial, dan pola spasial harga lahan. II.1 Tinjauan Teori II.1.1 Teori Kesenjangan Sewa Teori kesenjangan sewa memberikan kerangka kerja untuk memahami dinamika penurunan kegiatan komersial di kawasan pusat kota selama proses gentrifikasi. Teori kesenjangan sewa yang dikembangkan oleh Neil Smith pada tahun 1979 menjelaskan fenomena gentrifikasi dari perspektif ekonomi. Berdasarakan latar belakang teori ini yang terjadi pada akhir 1970-an, banyak kota besar di Amerika Serikat yang mengalami kemunduran ekonomi dan urban. Banyak daerah yang sebelumnya produktif menjadi kurang menarik bagi investor dan penghuni, yang menyebabkan peningkatan angka kekosongan dan penurunan nilai properti. Neil Smith mengamati bahwa meskipun ada penurunan ekonomi di beberapa daerah, terdapat fenomena dimana beberapa kawasan yang lebih terabaikan mulai menarik investasi dan perhatian baru dari kalangan kelas menengah. Proses ini dikenal sebagai gentrifikasi, yang sering kali menyebabkan penggusuran penduduk asli yang lebih miskin. Smith (1979) mengemukakan nilai aktual dan nilai potensial sebagai konsep penting yang digunakan untuk menganalisis dinamika ekonomi, khususnya dalam konteks pengembangan lahan dan ketimpangan sosial. Nilai aktual merujuk pada nilai properti atau lahan pada saat ini, berdasarkan faktor-faktor seperti lokasi, kondisi fisik dan penggunaan. Ini adalah nilai ekonomi yang dapat dinyatakan dalam bentuk harga pasar dan dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Nilai aktual menverminkan apa yang pembeli bersedia bayar untuk sebuah properti pada waktu tertentu. 10 Nilai potensial, di sisi lain, merujuk pada nilai maksimum suatu properti atau lahan yang bisa dicapai melalui pengembangan atau perubahan penggunaan. Ini mencerminkan potensi keuntungan dari investasi atau pengembangan yang belum terealisasi. Nilai ini seringkali lebih tinggi daripada nilai aktual, karena mempertimbangkan kemungkinan penggunaan alternatif dan peningkatan nilai yang dihasilkan dari perbaikan atau pengembangan. Nilai potensial tersebut dapat diwujudkan ketika lahan digunakan dalam kondisi yang memenuhi prinsip highest dan best use dan menjadi indikator potensi profit bagi investor. Seiring berjalannya waktu, keuntungan ekonomi secara aktual cenderung menurun karena depresiasi modal dan pergeseran kondisi sosial atau fisik daerah sekitarnya. Sebaliknya, potensi keuntungan ekonomi cenderung terus meningkat, sehingga menciptakan perbedaan antara keuntungan yang ada dan yang dapat diperoleh. Menurut Smith, kesenjangan sewa mewakili kesenjangan historis yang timbul dari pola investasi dan disinvestasi yang tidak merata dalam suatu kawasan. Keduanya adalah produk struktural dari pasar kapitalis yang menyediakan kondisi ekonomi yang diperlukan untuk mengkatalisasi proses revalorisasi, rehabilitasi dan pembaharuan, termasuk gentrifikasi. Ketika kesenjangan sewa suatu area dianggap siginifkan, area tersebut cenderung direkomendasikan untuk proses gentrifikasi, karena investor melihat kesenjangan ini sebagai peluang ekonomi yang layak untuk dimanfaatkan (Smith, 1987). Gentrifikasi, sebagai kegiatan berorientasi keuntungan, telah dikaitkan dengan dimulainya investasi, pengembangan, spekulasi lahan dan properti dalam skala besar (Smith, 1996). Di dunia yang sudah berkembang, gentrifikasi sering ditemukan di daerah pusat kota (Ley, 1996; Smith, 1996). Lingkungan di wilayah pusat kota yang sudah mapan, yang mengalami deindustrialisasi, akan mengalami depresiasi. Sebagai gantinya, pergeseran permintaan pasar, perubahan keuntungan lokasi, dan perubahan perilaku pemilik lahan dapat menciptakan kesenjangan sewa yang substansial (Whitehead, 2008). 11 Dalam konteks gentrifikasi komersial, teori kesenjangan sewa membantu memahami penyebab area komersial yang sebelumnya dihuni oleh bisnis kecil atau menengah, dapat mengalami perombakan besar menjadi kawasan yang didominasi oleh bisnis-bisnis kelas atas yang sebelumnya diawali dengan adanya stagnasi kegiatan bisnis lama yang terus berlanjut hingga terjadinya penurunan. Kesenjangan dengan nilai penggunaan aktual khususnya bagi bisnis-bisnis lama disebabkan oleh pemilik yang tidak mampu membayar sewa yang lebih tinggi untuk mengikuti kenaikan nilai properti. Kondisi ini dapat juga disebabkan adanya ketidaksesuaian jenis usaha yang ada dengan permintaan pasar yang baru. Neil Smith (1996) dalam karya “The New Urban Frontier: Gentrification and the Revanchist City”, menggambarkan gentrifikasi yang berkaitan erat dengan pengembangan kapitalis. Menurutnya, tahapan gentrifikasi meliputi: 1. pengambilalihan properti: investor dan pengembang mulai membeli properti yang ada di kawasan yang kurang berkembang 2. revitalisasi ekonomi: properti yang telah terambil alih direnovasi, menarik perhatian bisnis baru dan penduduk yang lebih kaya 3. displacement: penduduk lama yang berpenghasilan rendah mulai tergeser akibat biaya hidup yang lebih meningkat Selanjutnya, terhadap seluruh tinjauan dari teori mengenai kesenjangan sewa dirangkum berdasarkan penelitian terdahulu yang relevan untuk mendapatkan varibael kunci. Identifikasi variabel didasarkan pada seleksi terhadap publikasi yang memiliki relevansi teori kesenjangan sewa terhadap aspek lainnya yaitu kegiatan komersial, kawasan pusat kota dan pola spasial harga lahan. Variabel yang muncul dalam identifikasi merupakan pilihan variabel yang dipeetimbangkan untuk digunakan dalam penelitian berdasarkan korelasinya dengan teori lainnya serta konteks wilayah penelitian. Dari tinjauan teori kesenjangan sewa, identifikasi variabel ditunjukkan melalui tabel berikut. 12 Tabel II.1 Identifikasi Variabel Berdasarkan Teori Kesenjangan Sewa Variabel Penjelasan Sumber Sewa aktual tanah Potensi sewa tanah Sewaan saat ini dibayarkan untuk properti Sewa yang dapat dicapai jika properti dikembangkan dengan penggunaan tertinggi dan terbaik (Liu et al., 2018) Modal Tren pembangunan Peningkatan investasi di daerah kesenjangan sewa yang signifikan dapat mendandakan gentrifikasi dan kegiatan komersial yang akan datang Pergeseran pola pembangunan, seperti penutupan kesenjangan sewa menunjukkan meningkatnya minat komersial di area yang sebelumnya dinilai remeh (Porter, 2010) Indeks gentrifikasi Pembangunan indeks berdasarkan perubahan sewa lokal membantu mengidentifikasi area yang mengalami gentrifikasi, menghubungkan faktor sisi penawaran dengan kegiatan komersial (Banabak, 2023) Sumber: Olahan Penulis, 2024 Dari hasil identifikasi, variabel sewa aktual dan potensi sewa tanah menjadi kunci dalam pemahaman mengenai teori kesenjangan sewa dimana penggunaan properti dilaksanakan dengan prinsip tertinggi terbaik. Pada tahap berikutnya sesuai dengan penggambaran konteks pada bagian latar belakang penelitian, wilayah yang mengalami gentrifikasi dapat diidentifikasi melalui penurunan kegiatan komersial. II.1.2 Kawasan Pusat Kota Kawasan pusat kota ditandai dengan tingginya konsentrasi kegiatan perkotaan di sektor komersial, perkantoran, bioskop, hotel, jasa (Yeates,1980). Perkembangan teori kawasan pusat kota telah melalui berbagai tahap dan pemikiran dari sejumlah tokoh yang berpengaruh. Teori konsentris (Burgess, 1925) memperkenalkan model zona konsentris yang menggambarkan struktur kota dalam lingkaran-lingkaran. Kawasan pusat kota berada tepat di tengah kota sebagai tempat perniagaan utama dan pusat aktivitas ekonomi. Teori sektor (Hoyt, 1939) mengembangkan model sektor yang memperlihatkan bahwa perkembangan kota tidak hanya bersifat konsentris, melainkan juga mengikuti pola bentuk sektor yang menyebar dari 13 kawasan pusat kota ke wilayah pinggiran. Teori inti ganda (Harris-Ullman, 1945) mengemukakan bahwa kota modern tidak lagi memiliki satu kawasan pusat kota tetapi beberapa pusat yang berkembang sesuai dengan fungsinya. Teori kawasan pusat kota juga kemudian dikaitkan dengan perkembangan ekonomi oleh beberapa tokoh. Teori perkembangan ekonomi (Christaller, 1933) mengembangkan teori pusat tempat yang berkaitan dengan hierarki titik pusat yang memfasilitasi layanan dan fungsi ekonomi, dan menunjukkan bagaimana kawasan pusat kota berfungsi sebagai pusat layanan lebih besar untuk area sekitarnya. Selanjutnya, dalam (Thunen, 1826) menjelaskan lokasi spasial dari produksi pertanian dalam hubungannya dengan pasar yang terletak di pusat kota. Model dasarnya dikembangkan berdasarkan prinsip ekologi ekonomi bahwa sebuah wilayah yang ideal dengan pusat pasar di tengahnya dan variasi pertanian yang berbeda di sekitarnya. Dalam teori ini, biaya transportasi adalah faktor kunci dalam menentukan jenis tanaman yang akan ditanam dengan prinsip semakin dekat suatu tanaman berada dengan pasar, semakin mahal biaya transportasinya. Menurut Robertson (1999), tahap-tahap yang dialami sebuah pusat kota dari awal perkembangan hingga penurunan dan revitalisasi.