22 BAB III Metode Penelitian Rencana tahapan penelitian ini mengikuti langkah-langkah dalam pemodelan sistem dinamik. Penelitian ini terdiri dari tahap studi literatur, identifikasi masalah dan komponen yang memengaruhi sistem dinamik kualitas perairan Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b., pengumpulan data sekunder, perumusan hipotesis dinamik dengan casual loop diagram (CLD), artikulasi masalah dan penentuan batasan model permasalahan, membangun model dan sistem formulasi model menggunakan perangkat model lunak STELLA 9.01., validasi dan kalibrasi, uji sensitivitas, simulasi skenario upaya pengelolaan, serta kesimpulan dan saran. Tahapan penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar III.1. Gambar III. 1 Tahapan Penelitian 23 III.1 Studi Literatur Tahap studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan dan mencari informasi yang dibutuhkan dalam persiapan awal sampai dengan anailisis pembahasan penelitian berdasarkan literatur yang relevan. Jenis literatur yang digunakan yaitu teori terkait waduk, komponen-komponen dalam pemodelan sistem dinamik yaitu BOD dan DO, serta skenario dalam upaya pengelolaan sumber daya air berkelanjutan. III.2 Identifikasi Masalah dan Komponen Degradasi kualitas perairan Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b. menjadi salah satu permasalahan mengingat Waduk Saguling mempunyai peran penting untuk sebagai penampung air dan sumber tenaga untuk menggerakkan turbin PLTU UP Saguling, tempat wisata, budidaya ikan air tawar (KJA), serta irigasi maka perlu dijaga kualitasnya. Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b. menampung berbagai jenis limbah yang terbawa aliran air Sungai Citarum dan anak-anak sungainya. Sumber kegiatan antropogenik memengaruhi komposisi senyawa di dalam limbah yang berada di sepanjang DAS Citarum. Menurut Yuliningsih (2013), kondisi air Waduk Saguling saat ini menunjukkan penurunan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Sumber pencemaran berasal dari aktivitas manusia seperti limbah rumah tangga, industri, dan pertanian. Menurut Wangsaatmaja (2004), bahwa di sepanjang 127 km atau 47,1% dari panjang Sungai Citarum sebagai sumber utama waduk ini telah dikategorikan tercemar berat. Pencemaran air Waduk Saguling telah menyebabkan penyuburan air (eutrofikasi) sehingga mempercepat pendangkalan perairan. Pencemaran juga akan meningkatkan laju korosi metal yang dapat merusak instalasi pembangkit listrik tenaga air dan menurunkan daya penyediaan energi listrik. Oleh karena itu, pengelolaan perairan waduk sangat diperlukan untuk mencegah menurunnya kualitas air dan fungsi waduk sebagai pembangkit tenaga listrik. 24 Kegiatan di Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b. mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, sehingga menimbulkan masalah pencemaran air waduk yang lebih buruk. Sedangkan upaya pengendalian pencemarannya tidak dapat dilakukan secara optimal karena adanya konflik kepentingan. Salah satu solusi dari upaya pengendalian pengendalian pencemaran tersebut adalah dengan pemantauan kualitas air Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b. untuk memperoleh data pengukuran dan informasi yang penting mengenai perkembangan kondisi perairan Waduk Saguling. III.3 Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang didapatkan secara tidak lansung dapat berupa hasil studi literatur atau dari suatu instansi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel III.1. Tabel III. 1 Data Sekunder yang Digunakan dalam Penelitian No. Data yang Diperlukan Jenis Data Sumber Data Output Data 1. Data kualitas air x Konsentrasi DO dan BOD x Data suhu PT Indonesia Power UP Saguling (2009- 2018) Perhitungan potensi beban pencemaran 2. Data Penduduk Jumlah penduduk, dan fraksi perubahan penduduk di Desa Selacau, Batujajar Barat, Gelanggang, Cipatik, Citapen, dan Cihampelas x Kecamatan Cihampelas dalam angka 2009-2018 pada Badan Pusat Statistik x Kecamatan Batujajar dalam angka 2009-2018 pada Badan Pusat Statistik Perhitungan beban pencemar untuk Sub- Model Pemukiman Terhadap Kualitas Perairan Waduk Saguling 3. Peta Waduk Saguling Kondisi eksisting aliran air Waduk Saguling PT Indonesia Power UP Saguling Untuk mengetahui arah aliran perairan Waduk Saguling 25 No. Data yang Diperlukan Jenis Data Sumber Data Output Data 4. Sumber Pencemar Waduk Saguling x Jumlah dan jenis industri, jenis dan luas lahan pertanian di Desa Selacau, Batujajar Barat, Gelanggang, Cipatik, Citapen, dan Cihampelas • Jurnal • Kecamatan Cihampelas dan Batujajar dalam angka 2009-2018 pada Badan Pusat Statistik • Google earth Perhitungan beban pencemar untuk Sub- model sumber pencemar terhadap Kualitas Perairan Waduk Saguling III.4 Perumusan Hipotesis Dinamik dengan Casual Loop Diagram (CLD) Pada tahap ini, permasalahan yang ada digambarkan secara sederhana dalam suatu konsep model yang terbentuk dari pengamatan dan studi literatur terkait. Penerapan Casual Loop Diagram (CLD) digunakan secara luas sebagai pendekatan diagram visual yang dibuat berdasarkan pemikiran sistem. CLD dapat menggunakan hubungan sebab-akibat antara variabel sistem untuk menjelaskan perilaku sistem secara kualitatif (Zhang dkk. 2021). Pada penelitian ini Casual Loop Diagram (CLD) menggambarkan hubungan umpan balik positif dan negatif antar variabel tentang kualitas perairan Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b. Causal Loop pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar III.2 Gambar III. 2 Causal Loop Diagram (CLD) Penelitian Dalam CLD penelitian, terdapat hubungan umpan balik positif dan negatif antar variabel dimana seiring berjalannya waktu terjadi peningkatan populasi yang cukup signigikan dimana akan berdampak juga terhadap naiknya nilai beban pencemaran 26 baik dari sektor permukiman atau domestik, industri dan pertanian. Ikut menaiknya beban pencemaran dari sektor industri dan pertanian disebabkan oleh kebutuhan manusia terhadap kebutuhan papan, sandang, dan pangan yang harus terpenuhi. Peningkatan beban pencemaran tersebut yang terjadi secara terus menerus akan akumulasi dimana dapat menyebabkan penurunan kualitas perairan Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b. III.5 Artikulasi Masalah dan Penentuan Batas Model Permasalahan Menurut (Sterman, 2000) salah satu tahapan yang penting dalam pemodelan yaitu artikulasi masalah. Tahapan ini menentukan masalah apa yang akan diselesaikan berdasarkan konsep model yang telah dibuat. Output dari tahapan ini supaya tujuan pemodelan dapat diketahui sehingga model yang dibuat akan sesuai dengan kondisi aslinya. Hal ini dibutuhkan untuk memperjelas masalah secara spesifik dengan memberi batasan terhadap beberapa hal yang dimodelkan dalam suatu sistem yang kompleks. Tujuan pemodelan ini supaya dapat menggambarkan perilaku BOD sebagai indikator kualitas air dan DO sebagai indikator kesehatan perairan dengan pengaruh beban pencemar dari kegiatan sub sektor domestik, pertanian, dan industri di perairan Waduk Saguling pada stasiun terpilih sehingga dapat disimulasikan menggunakan beberapa skenario. Batasan yang digunakan dalam pemodelan ini adalah: a. Segmen dipilih yaitu stasiun 1b merupakan stasiun yang terletak di Sungai Citarum Trash Boom Batujajar. Lokasi pengambilan sampel untuk stasiun 1b berada di titik koordinat LS 107⁰27'08,1" dan BT 06⁰54'29,1". Stasiun 1b merupakan aliran yang berasal dari stasiun 1a. Sungai Citarum Nanjung, selain itu juga menerima masukan sumber pencemar akibat kegiatan sub- sektor domestik, industri, dan pertanian dari Desa Selacau, Batujajar Barat, Gelanggang, Cipatik, Citapen, dan Cihampelas. b. Parameter kualitas air yang dikembangkan pada model ini adalah BOD sebagai indikator pencemar organik dan DO sebagai indikator kesehatan perairan Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b.. 27 c. Persamaan BOD-DO yang digunakan sebagai pedoman struktur model adalah persamaan Streeter-Phelps modifikasi. d. Beban pencemar yang masuk diasumsikan sebagai limbah point source. e. Proses-proses pada perairan waduk yang diterapkan di model yaitu reoksigenasi dan deoksigenasi. Pemodelan disimulasikan hanya pada lapisan atas perairan waduk. Laju self-purification tidak disimulasikan pada model ini. f. Faktor pada reaerasi adalah suhu perairan, dan untuk fotosintesis adalah dibatasi oleh biomassa dan laju pertumbuhan fitoplankton dengan fungsi nutrien orthofosfat; faktor pada deoksigenasi adalah BOD decay, BOD sed, dan SOD (sediment oxygen demand). g. Populasi penduduk, industri, dan lahan pertanian sekitar yang memengaruhi perairan Waduk Saguling dibatasi hanya dari Desa Selacau, Batujajar Barat, Gelanggang, Cipatik, Citapen, dan Cihampelas . h. Lahan pertanian yang dipertimbangkan yaitu lahan sawah dan perkebunan. Pencemaran dianggap dari pemakaian pestisida yang dihitung dari luas lahan pertanian. III.6 Membangun Model Sistem dan Formulasi Model Menggunakan Perangkat Lunak STELLA 9.1.3 Pada penelitian ini, upaya pengelolaan terhadap kualitas air di perairan Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b. dikembangkan dengan pendekatan sistem dinamik. Model pengendalian kualitas air Waduk Saguling terdiri oleh sub model kualitas perairan dan sub model sumber pencemaran. Sub model kualitas perairan adalah BOD dan DO. Sub model sumber pencemaran yang mewakili kegiatan di lingkungan perairan waduk yaitu dari sub-sektor potensi beban pencemaran permukiman, sub-sektor potensi beban pencemaran industri, dan sub-sektor potensi beban pencemaran pertanian. Kesetimbangan yang terjadi di perairan waduk dapat digambarkan melalui control-volume yang dapat dilihat pada Gambar III.3. Berdasarkan komponen control-volume perairan Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b., persamaan kesetimbangan massa terhadap dinamika BOD-DO yaitu: 28 ba br L: ” ‡ ƒ ‡ ” ƒ • ‹ E ˆ ‘ – ‘ • ‹ � – ‡ • ‹ •;F : † ‡ … ƒ › E ‡ † E ; (III.1) Komponen-komponen tersebut akan dibuat dalam sistem dinamik dengan menggunakan perangkat lunak STELLA sebagai alat bantu. Dalam memasukkan formulasi masing-masing komponen, sangat penting untuk memastikan satuan unit dari semua komponen kompatibel antara yang satu dengan yang lainnya. Objek yang mewakili komponen-komponen dalam sistem tersebut dapat dilihat pada Tabel. III.2. Gambar III. 3 Control-Volume Perairan Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b. Tabel III. 2 Representasi Komponen Sistem dalam STELLA Komponen Sistem Objek STELLA DO, BOD, jumlah penduduk, jumlah industri, dan luas lahan pertanian Stocks Aliran masuk BOD, input BOD, BOD decay, BOD sed, reaerasi, deoksigenasi, rliran BOD keluar, pertambahan penduduk, pertumbuhan industri, pertambahan lahan pertanian Flows Koefisien reaerasi, koefisien deoksigenasi, koefisien laju respirasi sedimen, koefisien half-saturation, temperatur, DO saturasi, SOD, fotosintesis, debit, theta empiris, PBP BOD domestik, PBP BOD industri, PBP BOD pertanian, koefisien transfer (RRC), rasio ekivalen, faktor konversi, FE BOD Converters Faktor kali Connectors ^ K K Ç K � ZŒ�] &}š}�]vš�] K K }l�]Pv�] Z}l�]Pv�] W W }u�š]l W W /vµ�šŒ] Y Æ K s}oµu W W WŒšv]v 29 III.6.1 Sub-Model Pencemaran Limbah Domestik Sub model beban pencemaran domestik dibuat atas dasar penduduk sebagai sumber penghasil limbah domestik di sekitar Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b. dengan jumlah penduduk awal simulasi menggunakan data pada tahun 2009. Jumlah penduduk sekitar Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b.sebagai peubah ‘stock’ dan laju perubahan penduduk sebagai peubah ‘flow’. Fraksi pertumbuhan penduduk yang memengaruhi laju perubahan penduduk didapat dari rata-rata persentase pertumbuhan penduduk sekitar Waduk Saguling Stasiun 1b. Pada model ini pertumbuhan diasumsikan terjadi kenaikan setiap tahunnya mengikuti trend kondisi eksisting. Struktur sub model beban pencemaran pertanian dapat dilihat pada Gambar III.4 Potensi Beban Pencemaran (PBP) dihitung menggunakan faktor emisi (FE), koefisien transfer, dan Rasio Ekivalen Kota (REK) (Nisa, 2019). Potensi Beban Pencemaran (PBP) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut. PBP Domestik = Jumlah Penduduk x FE x REK x transfer beban (III.2) Gambar III. 4 PBP Sub-Sektor Domestik Dalam penelitian ini, wilayah penelitian merupakan wilayah pinggiran kota sehingga Rasio Ekivalen Kota (REK) menggunakan 0,8125. Sedangkan untuk koefisien transfer beban menggunakan nilai 0,85 disebabkan pada beberapa wilayah didaerah penelitian limbah domestik rumah tangga dibuang ke sungai karena ada effisiensi 15% melalui tehnologi pengolahan limbah (Rahayu et al., 30 2018), Sedangkan untuk faktor emisi (FE) BOD yang digunakan yaitu 40 gr/orang/hari (Iskandar, 2007). III.6.2 Sub-Model Pencemaran Limbah Pertanian Sub model beban pencemaran pertanian dilakukan yaitu limbah pertanian masuk ke perairan waduk melalui air sungai maupun air limpasan (run off). Lahan pertanian sekitar Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b.berperan sebagai peubah ‘stock’ dan laju perubahan lahan pertanian sebagai peubah ‘flow’. Lahan pertanian yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari lahan sawah dan perkebunan, dengan total luas lahan awal simulasi yang digunakan adalah data pada tahun 2009. Laju perubahan lahan pertanian dipengaruhi oleh fraksi perubahan luas lahan pertanian. Fraksi perubahan luas lahan pertanian sebagai “converter” menggunakan data rata- rata persentase perubahan luas lahan dari tahun 2009 – 2018. Struktur sub model beban pencemaran pertanian dapat dilihat pada Gambar III.5 Gambar III. 5 PBP Sub-Sektor Pertanian Potensi Beban Pencemaran (PBP) dihitung menggunakan faktor emisi (FE), koefisien transfer, dan Rasio Ekivalen Kota (REK) (Hidrijanti et al., 2019). Potensi Beban Pencemaran (PBP) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut. 0"0 FSHL Ps_q j_f_l ncpr_lg_l v Jc v ‘ ksqgk r_l_k (III.3) 31 Dalam penelitian ini, lahan pertanian yang berada di sekitar Waduk Saguling Segmen Stasiun 1b.