67 Bab V Kesimpulan V.1 Kesimpulan Penelitian Kesimpulan yang diperoleh selama penelitian disertasi dijabarkan sebagai berikut. 1. Distribusi spasial karakteristik MHWs (frekuensi, intensitas maksimum, dan durasi kejadian) di perairan Indonesia selama 40 tahun (1982–2021) menunjukkan pola yang berbeda dengan distribusi spasial saat fase hangat (1982–2007) dan dingin PDO (2008–2021). Durasi terpanjang MHWs, bervariasi antara 7 hingga 15 hari, terjadi saat fase dingin PDO. Di sisi lain, frekuensi tertinggi (2–3 kejadian per tahun) dan intensitas maksimum (>1,5 °C) MHWs ditemukan saat fase hangat PDO. 2. Pengaruh konstruktif dan destruktif antara kombinasi fase PDO, ENSO, dan IOD menunjukkan perbedaan distribusi secara spasial. Kejadian El Niño dan pIOD selama fase hangat PDO memiliki rata-rata frekuensi dan intensitas maksimum paling tinggi, masing-masing 2,52 kejadian dan 1,54 °C. Sebaliknya, durasi terpanjang MHWs (10,90 hari) ditemukan selama fase dingin PDO, yaitu saat La Niña terjadi bersamaan dengan nIOD. Untuk saat ini, fase dingin PDO masih terus berlangsung, diperkirakan La Niña akan lebih sering terjadi di tahun-tahun mendatang, sehingga mengindikasikan kemungkinan peningkatan MHWs di perairan Indonesia. 3. Jumlah kejadian MHWs di perairan Indonesia lebih banyak selama fase ENSO dibandingkan fase IOD. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh ENSO terhadap pembentukan MHWs di perairan Indonesia lebih kuat dibanding pengaruh dari IOD. ENSO berpengaruh signifikan terhadap pembentukan MHWs dengan lag waktu antara 3–10 bulan untuk perairan Indonesia bagian barat (barat Sumatra dan selatan Jawa) dan dalam (Laut Jawa dan Selat Makassar), sedangkan perairan timur Indonesia (Laut Maluku dan utara Papua), lag waktu lebih singkat, antara 0 hingga 2 bulan. 4. Adveksi yang berasosiasi dengan Arlindo berperan signifikan terhadap pemanasan, pembentukan, dan keberlangsungan kejadian MHWs di selatan Jawa, dengan korelasi antara 6 ç dan #@RD mencapai 0,55. Sementara itu, pembentukan MHWs di wilayah kajian lain (a.l, barat Sumatra, Laut Jawa, 68 Selat Makassar, Laut Maluku, dan utara Papua) mendapat pengaruh signifikan dari net air-sea heat flux dengan korelasi antara 6 ç dan 3 áØç masing-masing sebesar 0,33; 0,68; 0,39; 0,44; dan 0,40. 5. MHWs berdampak signifikan terhadap penghambatan proses upwelling yang terjadi di selatan Jawa selama musim JJA dari tahun 1998 hingga 2021. Penghambatan proses upwelling karena MHWs di daerah coastal upwelling lebih intens dibandingkan non-coastal upwelling.