BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kehidupan Cerdas Ekstraterestrial Tujuan dari SETI adalah menemukan kehidupan cerdas di luar Bumi. Terda- pat dua kata kunci di sini: kehidupan cerdas dan luar Bumi (ekstraterestrial). Definisi ekstraterestrial sudah tidak perlu diperdebatkan lagi, yaitu mengacu pada segala sesuatu yang berasal, ada, atau terjadi di luar Bumi dan atmo- sfernya. Istilah ini mencakup benda mati dan bentuk kehidupan yang bukan berasal dari Bumi 1 . Untuk dapat menguraikan kehidupan cerdas, perlu di- temukan definisi dari dua elemen pembentuknya: kehidupan dan kecerdasan. Dalam Sub-bab berikut ini penulis mencoba menguraikan kedua kata tersebut. II.1.1 Kehidupan Mendefinisikan kehidupan merupakan usaha yang rumit dan menjadi masalah para ilmuwan dan filsuf selama berabad-abad. Tantangannya terletak pada upaya menangkap esensi kehidupan dengan cara yang mencakup keragaman organisme hidup dan bentuk-bentuk kehidupan potensial di luar Bumi. Secara tradisional, kehidupan dicirikan oleh serangkaian kriteria seperti metabolisme, pertumbuhan, reproduksi, dan respons terhadap rangsangan. Definisi awal Aristoteles menekankan kehidupan sebagai “kemampuan untuk memelihara diri sendiri dan pertumbuhan serta pembusukan yang independen”. Definisi modern diupayakan oleh program astrobiologi NASA dan menghasilkan ba- tasan kehidupan sebagai “sistem kimia yang mandiri yang mampu melakukan evolusi Darwinian” (Lingam and Loeb, 2021). Ini merupakan definisi yang praktis bagi pencarian kehidupan ekstraterestrial karena menekankan kemam- puan untuk berevolusi, sebagai karakteristik utama kehidupan di Bumi. Akan tetapi, definisi oleh NASA tersebut pun tidak luput dari kontroversi. Definisi ini secara inheren mengasumsikan bahwa kehidupan harus melibatkan evolusi Darwinian, yang mengecualikan entitas seperti virus yang tidak ber- evolusi secara independen tetapi bergantung pada organisme inang. Definisi tersebut bias terhadap bentuk kehidupan berbasis karbon yang menggunakan 1 https://www.merriam-webster.com/dictionary/extraterrestrial 7 air sebagai pelarut. Biokimia alternatif, seperti kehidupan berbasis silikon atau kehidupan yang menggunakan pelarut selain air, berpotensi ada, dan se- makin memperumit definisi tersebut. Misalnya, bentuk kehidupan berbasis silikon mungkin ada di lingkungan dengan kondisi yang sangat berbeda dari Bumi; seperti di lingkungan bersuhu tinggi tempat senyawa silikon lebih stabil daripada senyawa karbon. Upaya untuk mendefinisikan kehidupan bukan sekadar demi keperluan aka- demis. Upaya ini memiliki implikasi praktis bagi desain eksperimen dan misi deteksi kehidupan. Misalnya, misi Viking ke Mars pada tahun 1970-an menca- kup eksperimen yang dirancang untuk mendeteksi aktivitas metabolisme yang mirip dengan kehidupan di Bumi. Eksperimen ini memberikan hasil yang ambigu karena didasarkan pada asumsi tentang sifat kehidupan Mars yang mungkin tidak akurat. Hal ini mengindikasikan perlunya pendekatan yang lebih luas dan lebih fleksibel untuk mendefinisikan dan mendeteksi kehidup- an, yang dapat mengakomodasi kemungkinan “kehidupan eksotik”, yang tidak sesuai dengan kategori kehidupan di Bumi. Sudah diperkirakan kemungkinan terjadinya kehidupan yang belum kita ketahui, namun tanpa kerangka acuan, mengidentifikasi dan memahami ben- tuk kehidupan non-terestrial seperti itu menjadi sangat spekulatif. Metodo- logi, instrumen, dan teknik observasi yang tersedia saat ini dirancang untuk mendeteksi bentuk kehidupan yang memiliki kesamaan biokimia dengan yang ada di Bumi. Oleh karena itu, meskipun studi tentang bentuk-bentuk kehi- dupan hipotetis yang belum diketahui sangatlah menarik secara intelektual, pendekatan pragmatis dalam astrobiologi seringkali tidak terhindarkan. Batasan fokus pada kehidupan yang kita kenal yang digunakan dalam Tesis ini juga disebabkan oleh keterbatasan praktis dari alat dan pengetahuan ilmiah kita saat ini, yang didasarkan pada biologi terestrial. II.1.2 Kecerdasan Kecerdasan adalah konsep lain yang sulit didefinisikan. Pendekatan tradi- sional untuk mendefinisikan dan mengukur kecerdasan berfokus pada ukur- an otak, rasio massa otak terhadap tubuh, dan kecerdasan ensefalisasi (EQ), yang membandingkan ukuran otak hewan dengan ukuran tubuh hewan terse- but. Namun, metrik ini memiliki keterbatasan. Misalnya, burung, meskipun ukuran otaknya kecil, menunjukkan kemampuan kognitif yang luar biasa, yang menunjukkan bahwa kepadatan neuron dan efisiensi jaringan saraf merupakan indikator kecerdasan yang lebih penting daripada ukuran otak saja. 8 Kecerdasan telah berevolusi secara independen pada berbagai garis ketu- runan hewan, yang menunjukkan bahwa kecerdasan dapat muncul di bawah tekanan lingkungan dan jalur evolusi yang berbeda. Pada primata dan ceta- cea, struktur sosial dan sistem komunikasi yang kompleks mendorong perkem- bangan kemampuan kognitif yang canggih. Cephalopoda seperti gurita dan sotong, yang memiliki otak besar relatif terhadap ukuran tubuhnya dan me- nunjukkan perilaku yang kompleks, merupakan contoh lain kecerdasan yang muncul dalam konteks yang berbeda. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa kecerdasan memiliki banyak segi, yang melibatkan kemampuan memecahkan masalah, penggunaan alat, pembelajaran sosial, dan komunikasi. Memahami kecerdasan pada hewan membuka wawasan tentang bagaima- na kecerdasan dapat berevolusi pada spesies ekstraterestrial. Kecerdasan di planet lain dapat mengambil bentuk yang sangat berbeda dari apa yang kita lihat di Bumi, tergantung pada kondisi lingkungan dan tekanan evolusi yang ada. Misalnya, jika sebuah eksoplanet memiliki lingkungan yang stabil dengan sumber daya yang melimpah, kecerdasan dapat berevolusi secara berbeda di- bandingkan dengan planet dengan kondisi yang keras dan bervariasi. Varia- bilitas dalam potensi kecerdasan ini mempersulit pencarian kehidupan cerdas ekstraterestrial dan menunjukkan bahwa kita harus terbuka terhadap berba- gai kemungkinan ketika mempertimbangkan apa yang merupakan kehidupan cerdas. II.2 Eksoplanet Pencarian kehidupan ekstraterestrial secara pragmatis terkait erat dengan stu- di tentang eksoplanet dan kelayakhuniannya. Potensi eksoplanet dalam men- dukung kehidupan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk jaraknya dari bintang induk (yang menentukan suhu permukaan dan kemungkinan adanya air dalam fase cair), komposisi atmosfer, gravitasi permukaan, dan medan mag- net. Zona layak huni, yang sering disebut sebagai “zona Goldilocks”, adalah wilayah di sekitar bintang yang kondisinya mungkin tepat untuk keberadaan air dalam fase cair di permukaan planet. Namun, kelayakhunian bukan hanya tentang berada di tempat yang tepat; hal itu juga bergantung pada atmosfer dan aktivitas geologi planet, yang dapat mengatur suhu dan melindungi planet dari radiasi berbahaya. Faktor bintang berperan penting dalam menentukan kelayakhunian ekso- planet. Jenis, usia, dan aktivitas bintang dapat memengaruhi planet-planetnya 9 secara signifikan. Misalnya, bintang katai-M, yang lebih kecil dan lebih dingin daripada Matahari, memiliki zona layak huni yang jauh lebih dekat dengan bintangnya. Namun, pada bintang-bintang ini juga rentan terjadisolar flare intens dan tingkat radiasi yang tinggi, yang dapat menghilangkan atmosfer pla- net dan menghambat perkembangan kehidupan. Sebaliknya, bintang katai-M memiliki rentang hidup yang panjang, memungkinkan lingkungan yang stabil selama miliaran tahun, yang dapat memungkinkan kehidupan berkembang dan berevolusi. Selain itu, keberadaan atmosfer yang stabil dan tebal sangat penting bagi kelayakhunian. Atmosfer dapat menyediakan gas-gas penting bagi kehidupan, seperti oksigen bagi organisme aerobik dan karbon dioksida untuk fotosintesis. Atmosfer juga dapat melindungi permukaan dari radiasi matahari yang berba- haya dan membantu menjaga suhu permukaan yang mendukung keberadaan air dalam fase cair.