10 BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Jalur Kereta Api Jalur kereta api merupakan struktur dasar yang penting dalam operasional kereta api. Fungsi dari jalur kereta api adalah untuk mengarahkan kereta api agar dapat berjalan secara baik, mampu membawa beban dinamik melalui interaksi antara roda dan rel, dan dapat mentransmisikan beban dinamik ke subgrade, jembatan, atau lantai terowongan (Iwnicki, 2006). Jalur kereta api harus memiliki geometri yang presisi dan cukup kuat dan stabil untuk memastikan kereta api dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2007), jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur, ruang milik jalur, dan ruang pengawasan jalur, termasuk bagian atas dan bawah yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api. 1. Ruang manfaat jalur kereta api terdiri atas jalan rel dan bidang tanah di kiri dan di kanan jalan rel beserta ruang di kiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan untuk konstruksi jalan rel dan penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya(Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2007, 2012). 2. Ruang milik jalur kereta api meliputi bidang tanah di kiri dan di kanan ruang manfaat jalur kereta api yang digunakan untuk pengamanan konstruksi jalan rel. Ruang milik jalur kereta api di luar ruang manfaat jalur kereta api dapat digunakan untuk keperluan lain atas izin dari pemilik jalur dengan ketentuan tidak membahayakan konstruksi jalan rel dan fasilitas operasi kereta api(Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2007). Batas ruang milik jalur kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api dengan lebar paling rendah 6 (enam) meter. 3. Ruang pengawasan jalur kereta api adalah bidang tanah atau bidang lain di kiri dan di kanan ruang milik jalur kereta api untuk pengamanan dan kelancaran operasi kereta api(Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2007, 2012). 11 Secara konstruksi, jalur kereta api terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu traditional ballasted track dan ballastless track. Struktur pada ballasted track pada umumnya terdiri dari rails, rail pads, rail to sleeper fasteners, sleepers, ballast, dan subgrade, sementara struktur pada ballastless terdiri dari rails, fastener, slab, concrete base, dan subgrade(Iwnicki, 2006). Jalur kereta api ditunjukkan pada Gambar II.1. (a) (b) Gambar II.1. (a) Traditional Ballasted Track dan (b)Ballastless track (Iwnicki, 2006) Fungsi – fungsi dari struktur jalur rel tersebut antara lain : 1. Rel, adalah komponen utama di jalur kereta api. Fungsi utama rel antara lain untuk menyediakan jalur dan memandu roda agar kereta api dapat bergerak, menahan beban kereta api dan mendistribusikan beban tersebut ke struktur rel bagian bawah, yaitu ke sleeper dan ballast. 2. Sleeper (bantalan), adalah struktur yang berada di bawah rel yang berfungsi untuk menopang rel dan mendistribusikan beban kereta api dan berat konstruksi jalan rel ke lapisan ballast, mempertahankan lebar jalan rel, mencegah pergerakan horizontal rel, dan menyerap getaran dan guncangan yang dihasilkan oleh kereta api(Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2012). 3. Fastener (alat penambat), merupakan material yang menghubungkan antara rel dengan bantalan sehingga mampu menjaga kedudukan rel tetap dan kokoh berada di atas bantalan. 4. Ballast, adalah lapisan bebatuan yang berada di bawah sleeper yang berfungsi untuk mendistribusikan beban dari sleeper ke subgrade, memudahkan 12 penyerapan (drainase) melalui celah – celah bebatuan sehingga tidak terjadi genangan air di sekitar bantalan rel, dan menahan sleeper dan rel dalam posisi yang benar(Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2012). 5. Subgrade, adalah lapisan tanah yang berada di bawah ballast yang berfungsi untuk menopang seluruh struktur jalur kereta api, menyediakan dasar yang stabil dan kuat untuk jalur kereta api, dan menahan beban Kereta Api dengan baik dan terjaga integritasnya. II.2 Sarana Kereta Api Sarana perkeretaapian merupakan kendaraan yang dirancang dan didesain untuk dapat bergerak di jalan rel (Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2007). Sarana perkeretaapian dapat bergerak dengan penggerak sendiri maupun dengan penggerak yang terdistribusi pada setiap kendaraan. Lokomotif adalah sarana kereta api berpenggerak sendiri yang digunakan untuk menarik dan/atau mendorong kereta, gerbong, dan/atau peralatan khusus.(PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2011). Salah satu komponen utama pada lokomotif adalah bogi, yaitu susunan perangkat roda dan sistem suspensi sebagai suatu kesatuan struktur yang mendukung kereta api saat berjalan di atas rel. Selain itu, sistem bogi pada lokomotif juga berfungsi untuk mendistribusikan berat kendaraan pada jalan rel. Sarana yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah Lokomotif CC 205. Lokomotif ini memiliki berat 106,4 Ton dengan dimensi 18.941,9 × 1.067 mm (PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2019). Dimensi bogi pada lokomotif ini adalah sebesar 3.870 mm x 1.067 mm. Lokomotif ini merupakan salah satu sarana yang memiliki berat paling besar diantara sarana – sarana lainnya yang dimiliki oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero). Detail teknis dari Lokomotif CC 205 dapat dilihat pada Gambar II.2 dan Tabel II.1. 13 Gambar II.2 Lokomotif CC 205(PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2019) Tabel II.1 Spesifikasi Sarana Lokomotif CC 205 Spesifikasi Nilai (satuan) Berat 106,4 Ton Jumlah Gandar 6 set Beban Gandar Maksimum 18 Ton Panjang Lokomotif 18.941,9 mm Bogie wheel base 3.870 mm Lebar jalur 1.067 mm Lebar bantalan beton 2.000 mm II.3 Sistem Perpipaan Pipa penyalur (pipelines) merupakan serangkaian pipa beserta perangkat pendukungnya yang terintegrasi dalam suatu sistem yang berfungsi sebagai fasilitas untuk melaksanakan fungsi operasi penyaluran minyak dan/atau gas bumi pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2021). Berdasarkan lokasinya, pipa penyalur terdiri dari jaringan pipa lepas pantai (offshore pipelines) dan jaringan pipa di daratan (onshore pipelines). Berdasarkan instalasinya, onshore pipelines dapat ditempatkan di atas tanah (aboveground) dan juga terkubur di dalam tanah (underground). Pada umumnya, untuk meminimalisasi potensi kerusakan akibat gangguan dari faktor – faktor eksternal ketika pipa penyalur melintasi area – area yang memiliki aktivitas dan 14 populasi masyarakat yang cukup tinggi, pipa penyalur lebih dipertimbangkan untuk ditanam di bawah tanah, termasuk ketika pipa penyalur harus bersilangan dengan jalan raya dan jalur kereta api. Maka dari itu, untuk memastikan agar sistem pipa penyalur dapat bekerja dengan baik dan terjaga integritasnya, dalam mendesain jaringan pipa penyalur perlu memperhatikan aspek – aspek rute, lingkungan, pemilihan material, stress analyisis, fatigue, dan lain sebagainya (Puja, 2012). Instalasi onshore pipelines dapat dilihat pada Gambar II.3. Gambar II.3 Onshore Pipeline (pinterest.com, 2024) II.4 Konstruksi Pemasangan Pipa Salah satu langkah untuk menekan terjadinya preliminary event adalah memastikan konstruksi pemasangan pipa yang bersilangan dengan jalur kereta api dilakukan dengan baik. Konstruksi pemasangan pipa adalah salah satu tahap kunci dalam membangun jaringan pipa untuk transportasi fluida. Selama konstruksi pipa, berbagai faktor harus dipertimbangkan, termasuk dalam memilih metode penggalian, perlindungan terhadap lingkungan, dan aspek keselamatan. Saat ini konstruksi pipa terus berkembang, dengan tujuan terhadap inovasi untuk meningkatkan efisiensi, meminimalkan dampak lingkungan, dan memastikan keandalan jaringan perpipaan. Secara garis besar, terdapat 2 (dua) tipe konstruksi, yaitu trenched technology, dan trenchless technology. 15 II.4.1 Trenched Technology Trenched Technology dianggap sebagai metode konvensional untuk konstruksi, penggantian atau pembaruan utilitas pipa. Metode ini menggunakan penggalian parit (trenched) atau biasa disebut dengan Open Cut.