Hasil Ringkasan
BAB 2 Duli Ridlo Istriantono

Jumlah halaman: 28 · Jumlah kalimat ringkasan: 50

8 BAB II. Tinjauan Pustaka Bab ini mengupas terkait KRL, konsep pengereman regeneratif, metode pemanfaatan energi pengereman regeneratif di KRL, penjadwalan dalam operasional KRL, profil kecepatan KRL, pendekatan optimasi menggunakan algoritma PSO dan GA, serta penelitian-penelitian yang relevan dengan tesis ini. II.1 Kereta Rel Listrik (KRL) Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2017, kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api, sedangkan sarana perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel. Perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi nasional, diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional (Pemerintah Republik Indonesia, 2007). Kereta api menurut jenisnya terdiri dari: a. Kereta api kecepatan normal; b. Kereta api kecepatan tinggi; c. Kereta api monorel; d. Kereta api motor induksi linear; e. Kereta api gerak udara; f. Kereta api levitasi magnetik; g. Trem; dan h. Kereta gantung. Berdasarkan Peraturan Menteri nomor PM 175 tahun 2015, pemerintah melalui Menteri Perhubungan telah mendefinisikan Kereta Rel Listrik (KRL) sebagai kereta kecepatan normal (<200 km/jam) yang memiliki penggerak sendiri dengan 9 beban gandar maksimal lebih besar dari 12 ton (Heavy Rail Transport) (Menteri Perhubungan Republik Indonesia, 2015). Rangkaian KRL Jabodetabek terdiri dari 8, 10, dan 12 kereta per rangkaian. Khusus lintas Jatinegara-Bekasi menggunakan KRL seri JR 205 yang didatangkan oleh PT KAI Commuter dari Jepang pada tahun 2013 seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.1. Satu rangkaian KRL seri tersebut terdiri dari 12 kereta dengan beberapa jenis antara lain kereta trailer dilengkapi dengan kabin kontrol (Trailer Cabin/TC), kereta dengan penggerak tanpa kabin (Motor/M), dan kereta trailer tanpa penggerak tanpa kabin kontrol (Trailer/T). Susunan rangkaian KRL seri JR 205 dapat dilihat pada Gambar II.2. Gambar II.1 KRL Seri JR 205 (PT KAI Commuter, 2024) Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kodefikasi TC1 M1 M2 T T M1 M2 T T M1 M2 TC2 Gambar II.2 Susunan Rangkaian KRL Seri JR 205 (PT KAI Commuter, 2024) KRL Jabodetabek memiliki beberapa rute/lintas perjalanan seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.3, salah satunya lintas lingkar Cikarang. KRL lintas lingkar Cikarang memiliki dua skema pola operasi perjalanan yaitu full racket (looping) dan half racket yang ditunjukkan pada Gambar II.4 dan Gambar II.5. KRL 10 lintas Jatinegara-Bekasi termasuk ke dalam KRL lintas lingkar Cikarang yang memiliki headway time rata-rata 9 menit. Sedangkan untuk KRL lintas Bekasi- Cikarang memiliki rata-rata headway time rata-rata 21 menit. Gambar II.3 Peta Rute KRL Jabodetabek dan Merak (PT KAI Commuter, 2022) 11 Gambar II.4 Skema Full Racket (PT KAI Commuter, 2022) Gambar II.5 Skema Half Racket (PT KAI Commuter, 2022) 12 KRL memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan moda transportasi yang lain. Salah satu keunggulan utamanya adalah efisiensi energi yang lebih tinggi karena menggunakan listrik sebagai sumber tenaganya sehingga lebih ramah lingkungan. Meningkatkan efisiensi energi dalam sistem transportasi listrik merupakan isu penting saat ini, terutama dalam upaya global untuk mengurangi emisi CO2. Hal ini dapat dicapai melalui pengurangan signifikan dalam kehilangan energi dan konsumsi energi. Ada beberapa cara untuk meningkatkan efisiensi energi dalam sistem transportasi listrik, seperti optimasi jadwal operasi, pengelolaan strategi mengemudi, peningkatan keandalan jaringan listrik, strategi manajemen energi yang efektif, integrasi sistem penyimpanan (baik stasioner maupun on-board) untuk menyimpan dan memanfaatkan energi pengereman regeneratif secara optimal melalui algoritma yang tepat, serta solusi untuk pengkondisian kualitas daya (Popescu, 2022). II.2 Pengereman Regeneratif Pengereman regeneratif adalah proses konversi energi kinetik menjadi energi listrik dengan menggunakan motor listrik sebagai generator. Metode pengereman ini sangat populer di sektor transportasi rel karena berbeda dengan pengereman mekanis, tidak menghasilkan gesekan, debu, bau, panas, atau kebisingan. Energi listrik yang dihasilkan dalam pengereman regeneratif bisa disalurkan kembali ke jaringan listrik transportasi, atau disimpan dalam bank resistor yang dapat disesuaikan, yang dikenal sebagai pengereman rheostatik. Sebelum adanya kemajuan signifikan dalam teknologi elektronik daya beberapa dekade terakhir, pengereman rheostatik merupakan satu-satunya pilihan yang tersedia. Namun, dengan perkembangan teknologi saat ini, pengereman regeneratif menjadi solusi yang menjanjikan untuk mengurangi konsumsi energi pada sistem transportasi perkotaan, khususnya KRL. Sistem yang memanfaatkan energi pengereman regeneratif ini sangat menarik karena sering melibatkan fase percepatan dan pengereman yang intens dan berulang (González-Gil dkk., 2013). Gambar II.6 menunjukkan prinsip kerja dari pengereman regeneratif. Secara umum, energi yang diperoleh dari pengereman regeneratif digunakan untuk kebutuhan 13 tambahan dan kenyamanan dalam kereta. Jika ada kelebihan energi, energi tersebut dikirim kembali ke saluran listrik di atas dan bisa langsung digunakan untuk kereta lain yang melakukan akselerasi yang berada di jalur listrik yang sama. Namun, jika energi ini tidak bisa digunakan dengan cepat, maka energi tersebut akan terbuang oleh resistor yang ada di saluran listrik atas (Yang dkk., 2015). Gambar II.6 Prinsip Pengereman Regeneratif (Yang dkk., 2015) II.3 Metode Pemanfaatan Energi Pengereman Regeneratif Terdapat tiga metode untuk memanfaatkan energi yang dihasilkan dari pengereman regeneratif. Pertama, penjadwalan kereta dapat dioptimalkan sehingga kereta yang melakukan akselerasi dan pengereman dapat berlangsung secara bersamaan. Kedua, energi pengereman regeneratif dapat disimpan menggunakan sistem penyimpanan energi, seperti roda gila, superkapasitor, atau baterai, baik yang stasioner maupun yang dipasang pada kereta berbasis energi listrik. Terakhir, reversible substation dapat digunakan untuk memungkinkan aliran energi regeneratif mengalir kembali ke jaringan listrik utama, mengembalikan daya listrik yang dihasilkan (Khodaparastan dkk., 2019). II.3.1 Penjadwalan Metode yang disarankan untuk meningkatkan pemanfaatan energi dari pengereman regeneratif adalah dengan mengoptimalkan jadwal operasi kereta. Metode ini melibatkan koordinasi antara dua kereta yang melakukan pengereman dan percepatan yang berdekatan dengan menyelaraskan waktu keduanya. Dengan cara 14 ini, sebagian energi yang dihasilkan saat satu kereta melakukan pengereman dapat dimanfaatkan oleh kereta lain yang sedang melakukan akselerasi. Melakukan optimasi jadwal kereta memiliki keuntungan karena pendekatan yang ekonomis dan tidak memerlukan infrastruktur tambahan secara umum dibandingkan dengan metode-metode yang lain. Tujuan utama metode penjadwalan adalah mengatur waktu kedatangan, keberangkatan, dan berhenti kereta secara optimal (Khodaparastan dkk., 2019). Gambar II.7 menggambarkan skema pemanfaatan energi pengereman regeneratif melalui penjadwalan. Gambar II.7 Metode Penjadwalan (González-Gil dkk., 2013) Dalam sebuah studi menggunakan teknik Monte Carlo, dilakukan penelitian terhadap interaksi antara pengereman regeneratif dan penjadwalan waktu. Dipertimbangkan waktu perjalanan dan waktu berhenti sebagai variabel input. Studi menyimpulkan bahwa strategi yang diusulkan sangat efektif. Mengubah variabel waktu tempuh antar stasiun dan waktu berhenti untuk memanfaatkan energi pengereman regeneratif (Tian dkk., 2017). Sebuah model berbasis pemrograman bilangan bulat, Mixed Integer Linear Programming (MILP) diperkenalkan, mencakup variabel yang terkait dengan energi yang digunakan oleh kereta untuk traksi dan waktu yang dihabiskan penumpang untuk menunggu di stasiun. Pendekatan dengan penjadwalan kereta metro menunjukkan peningkatan signifikan, terutama dalam mengurangi waktu tunggu penumpang selama periode puncak operasional, sambil tetap mempertahankan tingkat konsumsi energi yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan jadwal yang ada (Yin dkk., 2017). 15 Teknik alokasi digunakan untuk mengeksplorasi kombinasi pengereman regeneratif dan penjadwalan waktu. Studi ini menyarankan metode untuk menyesuaikan ulang jadwal kereta metro untuk memprioritaskan efisiensi energi, dengan tujuan meminimalkan penggunaan energi sambil meminimalkan keterlambatan. Ketika diuji menggunakan skenario praktis yang melibatkan Jalur Yizhuang Metro Beijing, metodologi yang digunakan dalam studi menunjukkan penurunan konsumsi energi sebesar 8,19% dibandingkan dengan teknik penjadwalan ulang konvensional (Yang dkk., 2019). Sebuah studi dilakukan untuk menguji bagaimana menggabungkan penjadwalan waktu dengan pengereman regeneratif, menggunakan dynamic programming dan simulated annealing. Studi menganalisis faktor-faktor seperti jarak antara kereta, waktu tempuh perjalanan, dan kebutuhan penumpang. Hasil simulasi menunjukkan bahwa strategi yang diusulkan dapat menghemat energi dan mencapai kinerja yang baik (Su dkk., 2020). II.3.2 Sistem Penyimpanan Energi Sistem Penyimpanan Energi (Energy Storage System atau ESS) adalah teknologi yang digunakan untuk menyimpan energi dalam sistem kereta berbasis listrik. Terdapat dua jenis ESS yang umum digunakan dalam konteks ini. Pertama, ESS On-Board, merupakan sistem penyimpanan energi yang dipasang langsung di dalam kereta, seperti yang terlihat pada Gambar II.8. Sistem ini memungkinkan kereta menyimpan energi tanpa perlu mengirimkannya kembali ke jaringan utama. Namun, kelemahannya adalah penambahan ruang dan berat yang diperlukan di dalam kereta, yang berarti kapasitas untuk membawa penumpang atau barang berkurang. Kedua, ESS Wayside, merupakan sistem penyimpanan energi yang ditempatkan di luar kereta, misalnya di stasiun atau infrastruktur rel seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.9. Keunggulan dari sistem ini adalah menghindari masalah terkait penambahan ruang dan berat di dalam kereta. Namun, kelemahannya adalah adanya sedikit kehilangan energi saat energi dipindahkan dari kereta ke sistem penyimpanan sepanjang jalur. 16 Gambar II.8 Metode ESS On-Board (González-Gil dkk., 2013) Gambar II.9 Metode ESS Wayside (González-Gil dkk., 2013) Dalam sebuah studi, dilakukan penelitian terkait penggunaan algoritma kunang- kunang untuk mengoptimalkan Energy Recovery Technology (ECT) dan efektivitas dalam penjadwalan kereta. Studi ini mengungkapkan bahwa penyesuaian waktu kedatangan yang sudah berjalan di beberapa halte pada jalur kereta ganda dapat meningkatkan efisiensi ECT, tanpa mengganggu jadwal saat ini. Temuan ini menunjukkan bahwa algoritma kunang-kunang memiliki potensi signifikan untuk meningkatkan efisiensi energi kereta (Urbaniak dkk., 2019). Sebuah penelitian menggunakan model MILP untuk menganalisis efek gabungan energi pengereman regeneratif, penyimpanan energi, dan teknologi fotovoltaik terhadap konsumsi energi di sebuah stasiun kereta. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa penerapan ketiga sistem bersama-sama menghasilkan pengurangan signifikan sebesar 35% dalam penggunaan energi. Namun, studi juga menemukan bahwa aliran daya di stasiun dapat berfluktuasi akibat sifat stokastik dari ESS dan muatan awal generasi fotovoltaik (Sengor dkk., 2018). 17 Sebuah studi dilakukan untuk mengeksplorasi potensi pengereman regeneratif menggunakan superkapasitor berbasis algoritma genetika dalam sistem penyimpanan energi. Penelitian tersebut merekomendasikan penggunaan algoritma optimasi multi objektif untuk mengelola loop tegangan dalam lapisan kontrol konverter, yang menggunakan pendekatan kontrol proporsional-integral (PI) tertutup ganda. Algoritma ini menyesuaikan parameter kontrol untuk setiap situasi operasional, mempertimbangkan kemampuan sistem untuk meminimalkan undershoot, kecepatan respons, dan kemampuan untuk menangani gangguan. Studi melakukan uji lapangan yang mengkonfirmasi efektivitas, menghemat energi sebesar 12% untuk ESS berkekuatan megawatt (Zhu dkk., 2018). II.3.3 Reversible Substation Metode substation terbalik (reversible substation) adalah pendekatan untuk mengoptimalkan pemulihan energi selama pengereman dengan menggunakan inverter untuk mengalirkan energi yang dihasilkan kembali ke jaringan listrik utama. Keunggulan dari metode ini meliputi pemulihan energi yang efisien, pengurangan pemborosan energi, dan peningkatan efisiensi energi secara keseluruhan dalam sistem transportasi listrik, yang membantu menghemat biaya dan sumber daya. Namun, metode ini juga memiliki kelemahan, seperti ketergantungan pada regulasi yang mengatur pengembalian energi ke jaringan listrik utama, kebutuhan akan infrastruktur tambahan seperti integrasi inverter dan perangkat khusus lainnya, serta kemungkinan kerugian energi selama proses pengalihan energi. Meskipun demikian, penggunaan substation terbalik memungkinkan lebih banyak energi dipulihkan dan digunakan kembali, meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi pemborosan (Khodaparastan dkk., 2019). Gambar II.10 menunjukkan skema pemanfaatan energi pengereman regeneratif menggunakan reversible substation. Sebuah algoritma diagnosis gangguan telah diusulkan untuk konverter fase tunggal yang memiliki gangguan sirkuit terbuka. Algoritma ini menggunakan Artificial Neural Network (ANN) dan Support Vector Machine (SVM) untuk mendiagnosis gangguan dan menentukan lokasi. Percobaan dilakukan pada sistem skala 18 laboratorium untuk memvalidasi efektivitas algoritma. Hasil menunjukkan bahwa algoritma mampu mendeteksi dan mengidentifikasi lokasi gangguan sirkuit terbuka pada konverter dengan waktu diagnosis singkat. Hal ini dapat meningkatkan keandalan sistem dan efisiensi pemeliharaan karena menggabungkan pengereman regeneratif dengan algoritma diagnosis gangguan berbasis kecerdasan buatan memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja dan keandalan sistem elektronik daya (Ge dkk., 2018). Gambar II.10 Metode Reversible Substation (González-Gil dkk., 2013) Sebuah studi meneliti penggunaan substation terbalik untuk memulihkan energi yang dihasilkan saat pengereman. Penelitian ini menggunakan metode kecerdasan buatan yang disebut Brute Force. Hasilnya menunjukkan bahwa inverter memiliki beberapa keuntungan, seperti hemat ruang, biaya efektif, andal, dan tahan lama, sehingga cocok untuk sistem daya kereta. Namun, dengan meningkatkan hambatan internal dalam inverter, distribusi energi pengereman regeneratif bisa lebih efisien, memungkinkan energi ini digunakan kembali oleh kereta bawah tanah. Tetapi, ini juga bisa meningkatkan tegangan pada kereta dan mengurangi efektivitas pengereman. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan wawasan penting tentang cara meningkatkan dan merancang sistem daya yang menggunakan substation dengan inverter (Zhang dkk., 2019). 19 II.4 Grafik Perjalanan Kereta Api Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) merupakan sebuah panduan khusus yang menggambarkan pelaksanaan perjalanan kereta api dalam bentuk grafik. Di dalam grafik ini, tertera informasi mengenai nomor kereta, stasiun, waktu keberangkatan, waktu kedatangan, waktu tempuh, waktu tunggu, waktu headway, total waktu operasi dan jarak stasiun, serta posisi perjalanan kereta api dari awal berangkat hingga berhenti. Fungsi utama dari grafik ini adalah untuk menyajikan pengaturan jadwal perjalanan kereta api secara visual, seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.11. Gambar II.11 Grafik Perjalanan Kereta Api (PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2023) II.5 Profil Kecepatan Profil kecepatan adalah gambaran tentang bagaimana kecepatan suatu kendaraan berubah seiring waktu. Dalam konteks kereta api perkotaan, profil kecepatan mengacu pada pola perubahan kecepatan saat kereta beroperasi di jalur tertentu. Kereta api perkotaan adalah sistem transportasi massal yang beroperasi di dalam kota atau area perkotaan. Profil kecepatan secara umum dirancang untuk mengangkut penumpang dalam jarak pendek hingga menengah, dengan intensitas pemberhentian di stasiun-stasiun yang tinggi, dan waktu berhenti yang cukup singkat.