Hasil Ringkasan
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pemakaian Semen Portland (Ordinary Portland Cement/OPC) sebagai bahan dasar pembentuk material infrastruktur perlu dikurangi mengingat semen OPC memiliki beberapa kekurangan/kelemahan yaitu : (1) kurang efisien dalam pemakaian bahan mentah (dalam membuat 1 ton OPC dibutuhkan ≈ 1 ,7 ton raw material), (2) kebutuhan energi yang besar (≈ 1450 O C) dalam proses produksinya, (3) jumlah emisi gas CO2 yang dihasilkan besar (produksi 1 ton OPC menghasilkan 1 ton CO2), dan (4) rentan terhadap masalah durabilitas karena produk hidrasinya selalu menghasilkan mineral Ca(OH)2 (Portlandite) yang mudah terlarut sehingga ketahanan material berbahan OPC hanya berkisar 30-50 tahun (Neville 1995, Davidovits 1994, Mehta 1994). Itulah sebabnya dalam satu dekade belakangan ini, secara global, Semen Portland (OPC) semakin serius dipertanyakan eksistensinya sebagai material infrastruktur yang sangat dominan digunakan. Oleh karena itu, perlu disediakan material infrastruktur alternatif, yang dalam hal ini ditawarkan Alkali Activated Material (AAM) atau sering disebut Material Geopolimer. Alkali Activated Material (AAM) adalah material yang dibentuk dengan melakukan aktivasi alkali (menggunakan aktivator alkali) terhadap material dasar yang kaya silika-alumina (sebagai precursor). Aktivator alkali yang biasa digunakan adalah senyawa sodium ataupun senyawa potasium. Sementara, material yang disebut kaya silica-alumina terentang cukup lebar yaitu (1) yang berasal dari alam (origin source) seperti abu gunung, clay, kaolin/metakaolin dan (2) yang berasal dari hasil sampingan industri (by product) seperti fly ash, slag, silika fume, abu sekam padi, red mud dan lain-lain. Secara global, banyak penelitian telah dilakukan mengenai beberapa aspek material AAM beberapa diantaranya : aspek kekuatan (Hardjito and Rangan 2005, Provis et al. 2009), aspek rheology (Hardjito and Rangan 2005, Criado et al. 2009), aspek durabilitas 2 (Bakharev et al. 2002, Bakharev 2005a,2005b, Song et al. 2005, Wallah and Rangan 2006, Temuujin et al. 2011, El-Didamony et al. 2012), aspek struktur (Dias and Thaumaturgo 2005, Sumajouw and Rangan 2006, Shi et al. 2006), dan aspek lingkungan (Habert et al. 2011, Yang et al. 2013). Semua aspek di atas menunjukkan tingkat yang lebih baik dibandingkan (setidaknya dapat diperbandingkan) dengan aspek serupa pada material berbahan semen portland. Lebih lanjut, Minarikova dan Skavara (2006) melaporkan bahwa walaupun AAM berbahan dasar fly ash menggunakan fly ash yang merupakan material B3, ternyata material AAM ini menunjukkan kemampuan menahan heavy metal y ang ditambahkan pada campuran material tersebut dimana nilai pelindian toxic yang ditentukan dengan metode Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) masih berada di bawah syarat yang ditentukan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa material ini paling menjanjikan untuk mengurangi pemakaian material infrastruktur berbahan semen portland. Kebanyakan penelitian yang dilakukan selama ini menggunakan satu atau dua material dasar kaya silika- alumina saja.