23 Bab III Hasil dan Pembahasan III.1 Integrasi Data Topografi dan Batimetri Area Studi Dalam proses pembuatan model limpasan tsunami, salah satu hal yang paling penting untuk dipersiapkan adalah domain pemodelan. Domain ini menjadi unsur- unsur yang diperhitungkan dalam persamaan pemodelan, karena di dalamnya terdapat nilai kedalaman. Untuk memperoleh domain ini perlu dilakukan integrasi antar beberapa data. Namun, kondisi data yang diperoleh dari sumber yang berbeda memperlihatkan adanya perbedaan resolusi, seperti yang diperlihatkan pada Gambar III.1, sehingga perlu diresampling terlebih dahulu menjadi resolusi yang sama yaitu 5,5 meter. Selain yang dapat terlihat langsung oleh mata, terdapat kondisi lain yang berbeda, yaitu datum vertikal yang digunakan. Sehingga masing- masing data topografi dan batimetri perlu melalui pra-pemrosesan data dengan mengkonversi data-data tersebut. Pada pemodelan ini direferensikan pada Mean Sea Level (MSL). (a) (b) (c) Gambar III.1 Topografi dan batimetri area studi dengan resolusi yang berbeda (a) BATNAS, (b) DEMNAS, (c) DEM Batukaras 23 Hasil integrasi data topografi dan batimetri untuk pembangunan domain pemodelan dapat dilihat pada Gambar III.2. (a) (b) Gambar III.2 Hasil integrasi data topografi dan batimetri dengan resolusi dan datum vertikal yang sama (a) integrasi pertama, (b) integrasi kedua. 36 Hasil integrasi ini telah melewati proses konversi dan resampling sesuai dengan resolusi yang digunakan dalam grid pemodelan, yaitu 0,18 arc second atau setara dengan 5,5 meter. Proses ini melewati beberapa kali percobaan untuk mendapatkan hasil integrasi data yang representatif. Proses konversi dan resampling menjadi hal yang penting untuk dilakukan hingga mendapatkan hasil yang sesuai dengan keadaan di lapangan dan memiliki hasil yang seamless antara daratan dengan lautan agar dapat menggambarkan fenomena tsunami yang merepresentasikan keadaan wilayah studi (Bosma dkk., 2023; Teh dkk., 2019). Dengan terwujudnya model tsunami yang merepresentasikan keadaan di wilayah studi, upaya mitigasi bencana juga dapat direncanakan dan ditingkatkan. Namun, dalam prosesnya, integrasi data bisa jadi perlu dilakukan secara berulang kali untuk mendapatkan hasil yang representatif. Hal ini dikarenakan hasil integrasi bisa menghasilkan domain pemodelan dengan sebagian laut dekat pesisir terinterpolasi menjadi daratan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar III.2 (a) dan (b) ditandai oleh kotak berwarna biru, dimana hasil integrasi pertama menghasilkan adanya perairan terdefinisi sebagai daratan, namun pada integrasi kedua telah disesuaikan dengan mengganti mengganti nilai penyaringan pada DEM dan Batimetri. III.2 Uji Sensitivitas Model III.2.1 Uji Sensitivitas Parameter Fisik Pada penelitian ini uji sensitivitas model terhadap parameter numerik dilakukan pada parameter kekasaran permukaan. Memberlakukan 4 skenario, yaitu menggunakan formula Manning seragam dengan nilai koefisien 0,05 (R1), formula Manning seragam dengan nilai koefisien 0,025 (R2) menggunakan formula Manning dua nilai berbeda pada daratan dan lautan (R3), serta menggunakan formula Manning yang sesuai dengan tutupan lahan di Desa Batukaras (R4). 37 Gambar III.3 Grafik hasil uji sensitivitas parameter fisik pada beberapa titik observasi 38 Pada hasil yang ditunjukkan oleh grafik di atas, terdapat grafik muka air dan limpasan yang bervariasi saat terjadi tsunami di 10 titik pengamatan yang berbeda. Pada Gambar III.3, grafik menunjukkan muka air dan limpasan pada empat skenario kekasaran permukaan. Grafik tersebut menunjukkan kondisi yang berbeda pada titik pengamatan yang berada di lautan dengan titik pengamatan yang berada di daratan. Rekaman pada titik pengamatan yang berada di lautan, yaitu Laut1, Laut2, dan Pesisir1 – Pesisir4 menunjukkan bahwa perbedaan yang dihasilkan antar skenario sangat minim atau tidak signifikan, ditandai oleh grafik antar skenario menunjukkan garis yang berhimpit antar satu skenario dengan skenario lainnya. Sementara itu, pada gambar yang sama dapat terlihat hasil rekaman limpasan di 4 titik pengamatan di darat, yaitu Lahan1, Lahan2, Masjid Al-Bahar, dan Pusat Pelelangan Ikan (PPI), grafik juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan. Namun, dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa di suatu titik di daratan yang mungkin terdefinisi oleh koefisien kekasaran yang berbeda disebabkan oleh skenario yang berbeda-beda, dapat menghasilkan grafik yang cukup terlihat perbedaannya. Perbedaan paling terlihat dari grafik tersebut adalah pada skenario R2, dimana skenario ini menggunakan koefisien kekasaran seragam dengan nilai koefisien 0,025. Skenario ini cenderung memperlihatkan gelombang yang lebih tinggi dibandingkan dengan skenario lainnya. Sedangkan untuk skenario R4 yang menggunakan koefisien kekasaran permukaan berdasarkan tutupan dan penggunaan lahan di Desa Batukaras memperlihatkan limpasan yang cenderung lebih rendah pada titik pengamatan di daratan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh nilai koefisien yang digunakan pada masing-masing titik pengamatan dan masing- masing skenario model. Oleh karena itu, penggunaan koefisien kekasaran yang berbeda dapat mempengaruhi tinggi limpasan tsunami ke daratan, limpasan tsunami yang mendekati daratan dengan kekasaran yang cenderung lebih kasar akan berdampak pada gelombang yang datang, dimana sebagian energi gelombang diserap dan terdistribusi, sehingga menyebabkan penurunan tinggi limpasan meskipun tidak signifikan. 39 III.3.2 Uji Sensitivitas Model Terhadap Parameter Numerik Uji sensitvitas yang dilakukan pada model limpasan tsunami terhadap parameter numerik time step diterapkan menggunakan dua skenario, yaitu time step 0,02 menit dan time step 0,05 menit, 0,1 menit, dan 0,5 menit. Hasil tinggi limpasan yang terekam pada 10 titik pengamatan yang ditunjukkan oleh Gambar III.4. Grafik ini menampilkan tinggi limpasan pada empat titik pengamatan di wilayah Desa Batukaras. Pada hasil rekaman tinggi limpasan ini, dilakukan perbandingan antara tinggi limpasan pada model dengan time step 0,02 menit, time step 0,05 menit, time step 0,1 menit, dan 0,5 menit. Hasil perbandingan antara model dengan time step 0,02 menit, time step 0,05 menit, dan 0,1 menit tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Baik selisih tinggi limpasan di darat, maupun selisih tinggi gelombang di antara kedua model menunjukkan bahwa garis antar ketiga skenario saling berhimpit satu sama lain. Dari proses berjalannya pemodelan untuk keempat model dengan time step yang berbeda ini, terdapat perbedaan konsumsi waktu pemodelan seperti pada Tabel III.1. Semakin kecil time step yang digunakan, maka semakin lama proses pemodelan itu berjalan. 40 Gambar III.4 Grafik hasil uji sensitivitas parameter numerik: Time Step 41 Tabel III.1 Durasi waktu pemodelan dengan time step yang berbeda Time step yang digunakan Durasi pemodelan 0,02 menit 2 jam 15 menit 0,05 menit 57 menit 0,1 menit 32 menit 0,5 menit 12 menit Sementara itu, pada model dengan time step 0,5 menit memperlihatkan pola yang kenaikan dan penurunan limpasan yang berbeda pada titik pengamatan yang terletak di daratan. Pada titik Lahan1, Masjid Al-Jabar, dan PPI menunjukkan bahwa garis yang mewakili hasil pengamatan limpasan untuk time step 0,5 menit menunjukkan bahwa adanya kenaikan limpasan yang cukup tajam dibanding dengan time step lainnya dengan tinggi limpasan yang lebih tinggi dibanding dengan hasil model dengan time step lainnya. Sementara itu pada titik Lahan2, tinggi limpasan pada gelombang puncak lebih rendah dibandingkan dengan hasil di titik Lahan2 pada model dengan time step lainnya. Hal ini dikarenakan time step yang digunakan pada skenario tersebut terlalu besar yang mengarah pada Courant number yang jauh lebih besar, yaitu mencapai 95,4. Angka ini sangat melebihi batasan Courant number yang dianjurkan, yaitu kurang dari 10. Courant number dengan time step ini hampir 10 kali lipat dari yang ditetapkan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan pada model. Oleh karena itu tinggi limpasan yang dihasilkan pun sangat berbeda dengan time step lain yang masih memenuhi batasan Courant number. Sehingga model ini sensitif terhadap time step yang melebihi batasan Courant number. Maka, perhitungan Courant number untuk menentukan time step yang tepat sebelum melakukan pemodelan menjadi salah satu hal penting untuk dilakukan. Selanjutnya merupakan hasil uji sensitivitas model terhadap parameter numerik Threshold Depth. Skenario yang diterapkan pada parameter ini ada empat, yaitu nilai threshold depth 0 meter, 0,05 meter, 0,1 meter dan 0,5 meter. Threshold depth ini merupakan batas dimana kedalaman dalam grid dianggap kondisi basah 42 (lautan).