7 Bab II Kajian Pustaka II.1 Kestabilan Lereng Lereng dapat didefinisikan sebagai setiap permukaan miring yang membentuk sudut tertentu terhadap bidang horizontal. Istilah stabilitas dapat didefinisikan sebagai ketahanan suatu struktur, lereng, atau timbunan terhadap keruntuhan akibat gelincir (sliding) atau runtuh (collapsing). Oleh karena itu, stabilitas lereng dapat didefinisikan sebagai ketahanan dari setiap permukaan miring yang diukur dari garis horizontal terhadap runtuhan (collapsing) dan gelincir (sliding) (Kliche, 1999). Dalam keadaan alami atau tidak terganggu gaya-gaya yang bekerja pada lereng atau yang timbul pada massa batuan lereng berada pada keadaan seimbang. Namun jika lereng mengalami gangguan seperti akibat aktivitas penggalian, peledakan, erosi dan aktivitas lainnya dari kegiatan pertambangan, maka lereng akan mengalami perubahan keseimbangan yang pada akhirnya lereng berpotensi longsor hingga mencapai keadaan keseimbangan yang baru secara alaminya. Kondisi kelongsoran pada lereng pada usaha pertambangan sangat merugikan operasional pertambangan karena mengancam keselamatan setiap orang yang bekerja disekitarnya. Kestabilan lereng sendiri sangat dipengaruhi terhadap rasio dari gaya-gaya yang bekerja di dalamnya, yaitu gaya penahan dan gaya penggerak pada lereng tersebut. Jika gaya penahan lebih besar dari gaya penggerak maka lereng tersebut berada dalam kondisi stabil yaitu aman. Sebaliknya jika gaya penggerak lebih besar dari gaya penahan, maka lereng tersebut berada dalam kondisi tidak stabil dan berpotensi terjadi longsor. 8 Gambar II.1 Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Lereng (Wyllie & Mah, 2004) Pada Gambar II.1 menunjukan gaya-gaya yang bekerja pada lereng, secara umum gaya-gaya tersebut itulah yang akan menentukan tingkat kestabilan suatu lereng yang dapat juga didefinisikan sebagai Faktor Keamanan (Safety Factor). FK (Faktor Keamanan) dapat juga didefinisikan sebagai nilai dari perbandingan antara gaya penahan dengan gaya penggerak yang dapat di ekspresikan sebagai berikut L K_w_Tcl_f_l:J � ; K_w_Tcleecp_i:J; L QmkclTcl_f_l:J � �p; QmkclTcleecp_i:J�p; L Ocis_r_lKcqcp Xce_le_lKcqcp L J � E JE L � (II.1) Kekuatan geser material yang terdapat pada lereng yang berguna untuk menahan material sehingga tidak mengalami kelongsoran. Dengan analisis gaya-gaya yang bekerja pada lereng maka FK dapat dengan persamaan berikut: 5=BAPU(=?PKN L Öäº>ÐÖâæ;äçÔá % ÐæÜá; (II.2) Keterangan : c = Kohesi W = Bobot isi �ₚ = Kemiringan bidang gelincir � = Sudut geser dalam 9 Kondisi lereng berdasarkan nilai FK yang diperoleh dapat dikategorikan sebagai berikut: FK > 1 : Kondisi lereng dianggap stabil. FK = 1 : Kondisi lereng dalam keadaan setimbang tetapi akan segera longsor jika mendapat sedikit gangguan. FK < 1 : Kondisi lereng dianggap tidak stabil. Pemerintah lewat Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik memiliki dan telah menentukan kriteria Faktor Keamanan (FK) yang dapat diterima (Acceptance Criteria) yang menjadi acuan kestabilan lereng dalam analisis kestabilan, salah satunya adalah nilai dari probabilitas kelongsoran lereng, sejalan dengan analisis yang dilakukan pada penelitian ini mengenai alternatif atau pengembangan dari tools yang akan membantu dalam mendapatkan nilai interpretasi dari probabilitas kestabilan lereng. Tabel II.1 Kriteria Faktor Keamanan (FK) dan Probabilitas Kelongsoran (PK) pada Lereng Tambang (Kepmen 1827, 2018) Jenis Lereng Keparahan Longsor (Consequences of Failure/ CoF) Kriteria dapat diterima (Acceptance Criteria) FK min (Statik) FK min (Dinamik) Probabilitas Longsor maks PoF [FK Q 1] Tunggal/Jenjang (Bench) Low - High 1.1 Tidak Ada 25 – 50% Multi Jenjang (Interramp) Low 1.15 – 1.2 1.0 25% Medium 1.2 1.0 20% High 1.2 – 1.3 1.1 10% Keseluruhan (Overall) Low 1.2 – 1.3 1.0 15 – 20% Medium 1.3 1.05 5 – 10% High ≥ 1.3 1.1 ≤ 5% Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam menganalisis kestabilan lereng. Beberapa metode diantaranya yaitu metode perhitungan analitik, metode kesetimbangan batas, metode numerik yang dibantu oleh program komputer dan juga metode grafik. Metode-metode tersebut untuk saling melengkapi dari data yang tersedia saat melakukan analisis, seperti contohnya program komputer yang tersedia, tingkat ketelitian yang diperlukan serta keluaran atau hasil yang diperlukan 10 dalam melakukan analisis kestabilan lereng. Semakin teliti data yang digunakan maka hasil yang diperoleh dari analisis akan merepresentasikan kondisi aktualnya. Pada penelitian ini beberapa metode yang akan digunakan dan yaitu metode grafik yang nantinya akan di develop dengan metode Binary Logistic Regression dan metode lainnya yang akan digunakan yaitu Limit Equilibrium Method yang nantinya akan menggunakan program Slide2d. II.2 Uncertainty Factor Uncertainty (ketidakpastian) dalam desain lereng merupakan hal yang alamiah yang pada umumnya akan dihadapi oleh praktisi geoteknik dilapangan. Ketidakpastian mengenai kondisi geologi dan parameter geoteknik merupakan salah satu hal yang paling khas dalam bidang keteknikan, hal tersebut terbukti dari peran penting mengenai Engineering Judgement, pendekatan atau adaptasi terhadap rencana desain, serta prosedur-prosedur lainnya yang perlu digunakan untuk menangani ketidakpastian tersebut. Menurut Einstein & Baecher (1982) sumber ketidakpastian secara umum berasa dari 3 hal, yaitu: 1. Spasial Variabilitas Hal ini kaitannya dengan sifat alamiah massa batuan dialam yang tidak kontinu sehingga membuat variabilitas pada massa batuan. Pada kondisi geologi bawah permukaan juga akan mengalami spasial variabilitas karena batuan yang tampaknya homogen memiliki sifat material yang bervariasi dari titik ke titik. Sehingga pengukuran yang terbatas perlu dipertimbangkan dengan tepat karena akan dapat berpengaruh serta membuat konsekuensi yang sangat penting. 2. Kesalahan Pengukuran Kesalahan pengukuran dan estimasi penarikan properti batuan yang disebabkan oleh keterbatasan sampel dan sampel yang terganggu akan berpotensi menimbulkan fluktuasi statistik yang menyebabkan kesalahan statistik serta adanya bias yang timbul oleh karena kesalahan prosedur pada saat pengambilan sampel batuan maupun pada saat dilakukan pengujian sampel dilaboratorium. 11 3. Model Uncertainty Menggambarkan sifat dari kondisi geologi memerlukan asumsi model berdasarkan teori atau hubungan-hubungan empiris. Model tersebut merupakan penyederhanaan dari realitas atau kondisi aktual. Kesalahan pemodelan dapat disebabkan oleh ketidakpastian atau asumsi tentang teori yang sedang digunakan dalam pemodelan terhadap kondisi geologi yang sedang dihadapi. II.3 Binary Logistic Regression Salah satu metode dalam analisis kestabilan lereng yaitu dengan menggunakan grafik kestabilan lereng. Grafik kestabilan lereng dapat digunakan untuk meningkatkan tingkat keyakinan pada tahap awal, ataupun dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil perhitungan detail yang telah dilakukan secara sederhana sebelumnya. Beberapa grafik kestabilan yang telah ada diantarnya Taylor (1948), Bishop dan Morgenstern (1960), Janbu (1954, 1968), Hunter dan Schuster (1968), Hoek dan Bray (1981) serta Duncan (1987). Pada penelitian ini akan kembangkan suatu grafik kestabilan lereng pada tambang batubara dengan menggunakan metode Binary Logistic Regression. Regresi sendiri merupakan salah satu model statistika yang sering digunakan untuk tujuan mengevaluasi hubungan antara satu variabel dependent (respon) dengan satu atau lebih variabel independent (prediktor). Hubungan antar variabel tersebut disebut analisis regresi linier dan dinyatakan dalam persamaan regresi linier. Regresi sendiri sering dimanfaatkan untuk prediksi, inferensial, uji hipotesa serta memodelkan hubungan timbal balik. Binary Logistic Regression merupakan salah satu model regresi yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent, dimana variabel dependent (respon) bersifat biner atau dikotomi. Pada Binary Logistic Regression variabel biner akan mewakili peristiwa atau objek yang hanya memiliki dua kemungkinan atau dua nilai seperti berhasil atau gagal, hidup atau mati, ya atau tidak, stable atau unstable. Nilai pada variabel biner biasanya akan diwakili oleh angka 1 dan 0, dimana pada umumnya angka 1 digunakan untuk 12 hasil positif sedangkan angka 0 untuk hasil negatif, namun tidak ada aturan khusus untuk penentuan hal tersebut. Sedangkan variabel independent (prediktor) didalam Binary Logistic Regression adalah semua tipe data. Larsen (2006) menyatakan bahwa tujuan dari analisis menggunakan regresi logistik bukan untuk mencari hubungan antara variabel prediktor dengan variabel respon secara langsung namun untuk mencari hubungan antara variabel prediktor dengan variabel respon yang telah dinotasikan sebagai 0 dan 1 dalam bentuk probabilitas terjadinya kategori tersebut. Hair (2010) menyatakan bahwa metode Binary Logistic Regression akan menghasilkan rasio peluang peristiwa (odd ratio) yang merupakan rasio antara peluang terjadinya peristiwa dengan peluang tidak terjadinya peristiwa. Persamaan odd ratio dapat dituliskan sebagai berikut, 1@@N=PEK L ãÜ 5. ãÜ (II.3) Keterangan : pi : Probabilitas terjadinya peristiwa i 1 – pi : Probabilitas tidak terjadinya peristiwa i Selain menghasilkan nilai dari odd ratio, metode Binary Logistic Regression juga menghasilkan nilai signifikansi (p-value) yang menunjukan apakah suatu penelitian memiliki bukti yang cukup untuk menolak H 0, dimana H0 menggambarkan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara variabel respond dengan variabel prediktor (Dorey, 2010). Dari proses tersebut yang menghasilkan probabilitas bernilai dari rentang 1 sampai 0, sehingga hubungan probabilitas dengan variabel respon dapat dinyatakan tidak bersifat linier. Probabilitas dari Binary Logistic Regression akan menghasilkan kurva sigmoid dengan bentuk menyerupai huruf S dimana sumbu x merupakan variabel prediktor dan sumbu y merupakan probabilitas, ilustrasi kurva sigmoid dapat dilihat pada Gambar II.2. 13 Gambar II.2 Bentuk Umum Kurva Sigmoid Fungsi Probabilitas Hosmer & Lemeshow (2000) mendefinisikan jika ada kumpulan dari p sebagai independent variables dinotasikan sebagai vektor x’= (x 1,x2,….,xp), proporsi hipotetis dari kasus Y=1 dapat didefinisakn sebagai berikut: P(Y=1x) = � (x) (II.4) Larsen (2006) menyatakan persamaan Binary Logistic Regression sebagai berikut Logit (pi) = ꞵ 0 + ꞵ1x1 + ꞵ2x2 + … + ꞵ nxn Keterangan : pi : Probabilitas terjadinya peristiwa dititik regresi i ꞵ 0 : Konstanta persamaan regresi ꞵ 1..ꞵn : Parameter dari variabel prediktor (1, 2, … , n) x 1..xn : Variabel prediktor (1, 2, … , n) Logit (pi) = ꞵ 0 + ꞵ1x1 + ꞵ2x2 + … + ꞵ nxn Ln ãÜ :5.