Hasil Ringkasan
BAB 2 Teguh Hariyanto

Jumlah halaman: 36 · Jumlah kalimat ringkasan: 50

5 BAB 2 Studi Literatur 2.1 Material Komposit 2.1.1 Definisi komposit Komposit didefinisikan sebagai material yang terbentuk dari dua bahan penyusun atau lebih lalu digabungkan menjadi satu kesatuan material dengan sifat-sifat baru dan berbeda dengan komponen penyusunnya. Secara rinci, komposit didefinisikan pula sebagai struktur material yang terdiri dari dua atau lebih gabungan bahan atau konstituen berbeda yang digabungkan pada tingkat makroskopik dan tidak larut satu sama lain. Sifat-sifat pembentuk pada bahan komposit masih terlihat jelas walaupun sudah berbentuk paduan campuran, sehingga keunggulan bahan komposit adalah penggabungan sifat unggul masing-masing material campuran tersebut (Hadi, 2000). Secara umum material komposit menggabungkan kelebihan yang dimiliki serat dalam hal kekuatan dan kekakuan dengan massa jenis matriks yang rendah sehingga menghasilkan suatu bahan dengan massa yang ringan tetapi kuat dan kaku seperti bahan logam atau bahan konvensional lainnya. Selain itu, bahan komposit memiliki sifat yang tidak homogen dan pada umumnya anisotropik. Tidak homogen disini berarti sifat-sifatnya yang tidak sama di semua tempat dan anisotropik berarti sifat-sifatnya yang berubah dengan perubahan arah. Berbeda dengan bahan logam atau konvensional yang lebih bersifat homogen dan isotropik. Material komposit terdiri dari dua bagian utama yaitu serat dan matriks. Serat berfungsi dalam menentukan karakteristik kekuatan, kekakuan dan keliatan pada komposit, sedangkan matriks berfungsi untuk melindungi dan mengikat serat komposit (Hadi, 2000) 2.1.2 Klasifikasi Material Komposit Material komposit diklasifikasikan berdasarkan jenis penguatnya dan jenis matriksnya. Berdasarkan jenis penguatnya, material komposit terbagi menjadi tiga 6 yaitu material komposit berpenguat partikel, material komposit berpenguat serat dan struktur. Untuk komposit berpenguat serat atau fiber reinforce dibagi menjadi dua yaitu continuous dan discontinuous. Sedangkan untuk jenis komposit berpenguat struktural terbagi menjadi bentuk laminasi dan sandwich. Dibawah ini adalah gambar yang menunjukan klasifikasi berdasarkan jenis penguatnya dari material komposit, sebagai berikut: Gambar 2-1 Klasifikasi komposit berdasarkan penguatnya (Sumber: Ramatawa, 2008). Klasifikasi material komposit berdasarkan matriksnya, dibagi menjadi tiga jenis yaitu: MMC (Metal Matriks Composite) yaitu menggunakan bahan matriks logam, CMC (Ceramic Matriks Composite) menggunakan bahan matriks keramik, PMC (Polymer Matriks Composite) menggunakan bahan matriks polimer (Callister, 2007). Polymer Matriks Composite memiliki sifat yang lebih tahan karat, korosi dan lebih ringan, sehingga matriks jenis ini yang paling umum digunakan pada material komposit yaitu menggunakan bahan matriks polimer. Matriks polimer terbagi 2 yaitu thermoset dan thermoplastic. Perbedaannya polymer termoset tidak dapat didaur ulang sedangkan termoplastik dapat didaur ulang sehingga lebih banyak digunakan belakangan ini. Jenis-jenis termoplastik yang biasa digunakan antara lain polypropylene (PP), polystryrene (PS), 7 polyethylene (PE), high density polyehtylene (HDPE), dan polyvinyl chloride (PVC) (Haryanto, 2010). Sedangkan contoh jenis thermoset yang sering dipakai antara lain polyster, epoxy dan vinylester. Komposit dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan unsur/material penyusunan arah seratnya, yaitu: 1. Unidirectional continuous (serat panjang searah / dalam satu arah). 2. Bidirectional Continous (serat panjang dalam dua arah biasanya tegak lurus satu sama lain). 3. Unidirectional Discontinous (serat pendek searah/dalam satu arah). 4. Random Discontinous (serat pendek dengan arah acak). 2.2 Failure under impact loading Pada awalnya pembebanan material komposit akibat impact load dibagi menjadi 2 bagian, yang pertama adalah bagian fracture initiation dan yang kedua adalah bagian fracture propagation. Ketika beban meningkat selama fase fracture initiation, energi elastisitas regangan berakumulasi pada struktur. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah tanda dari mekanisme kegagalan mikroskopis, seperti micro-buckling pada serat di sisi permukaan yang terkena kompresi atau bisa saja terjadi debonding pada permukaan fiber-matrix. Ketika beban kritis terjadi pada batas daerah elastis, maka hal ini menjadi akhir dari fase initiation dan struktur komposit akan mulai lelah, hal ini dapat disebabkan oleh tensile ataupun shear failure tergantung dari besaran nilai relatifitas dari tensile dan kekuatan inter-laminar shear-nya. Adapun yang ketika hal itu terjadi maka fracture propagates akan terjadi, baik secara progressive manner ataupun catastrophic brittle manner. 2.3 Material Uji Pelat CRFP Dalam melakukan percobaan ini material yang digunakan adalah Pelat CFRP. Pelat CFRP adalah suatu material yang anisotropic atau disebut juga memiliki kekuatan yang tidak sama. Hal ini karena kekuatan plat CFRP dipengaruhi oleh jumlah lapisan dan arah dari serat pertiap lapis dari komposit (Hadi B. K, 2012). 8 Keunggulan pelat CFRP adalah ringan dan kekuatan dari pelat CFRP dapat mendekati atau melebihi dari kekuatan logam. Ada beberapa jenis arah serat yang sering digunakan dalam dunia perindustrian seperti UD (unidirectional), bidirectional atau sering dikenal prepreg. Untuk menyusun dan mendesain suatu struktur biasanya para engineer mengugunakan kombinasi lapisan UD dan atau prepreg. Jenis Quasi-isotropic merupakan susunan yang sering digunakan karena komposisi yang sangat ideal menahan gaya dari 4 arah, 2 arah untuk tarik dan tekan serta 2 arah dalam gaya gesernya. (a) (b) Gambar 2-2 (a) Bidirectional dan unidirectional. (b) quasi-isotropic material lay-up 2.4 Karakteristik Karbon Karbon memiliki karakter yang tidak sama dengan material komposit lainnya, karbon memiliki kekuatan yang tinggi dibanding material komposit jenis lainnya dan memiliki kekakuan yang cukup tinggi dibanding dengan material glass hal ini ditunjukan pada Gambar 2.3, karbon memiliki tebal serat 0.005-0.010 mm, material pembentukan fiber karbon terdiri dari 90% polyacrylonitrile (PAN) dan 10% terbuat dari rayon atau hydrocarbons minyak bumi (petroleum pitch). Karbon memiliki rasio yang tinggi antara modulus elastisitas terhadap berat, memiliki kekuatan lelah yang tinggi, tahan korosi, memiliki koefisien ekspansi panas yang rendah, ringan dan prosesnya dalam memproduksinya mahal (Hadi B. K, 2012). 9 Dalam proses simulasi digunakan material karbon dalam bentuk CFRP dari pabrikan hexcel dengan nama dagang hexply SPG370-8H. Data CFRP terkait dengan kekuatan uji tarik, tekan dan lainnya dicupilk dari hexcel yang terlapir pada Tabel 2.1 dengan sumber data dari situs internet: www.hexcel.com. Tabel 2-1 Data Propertis CFRP Hexply SPG 370-8H E X 86 GPa E Y 81 GPa X 1014 MPa Y 903 MPa T 0.316 E X 80 GPa E Y 75 GPa X 800 MPa Y 750 MPa C 0.356 IN PLANE SHEAR G 5 GPa 80 MPa FLEXURAL E 75 GPa flexural 1200 MPa interlaminar 70 MPa Mass 374 g/m 2 Weight ratio, warp: fill 49:51 Cured ply thickness 0.380 mm (@ 37% resin content) Nominal fibre volume 55.57 % Fibre density 1.77 g/cm 3 Nominal laminate density 1.55 g/cm 3 Coefficient of expansion 2-3 10 -6 /K Thermal conductifity 0.86-1.44 W/mK 10 Gambar 2-3 Karakteristik karbon dibanding glass (Hadi B. K, 2012) 2.5 Finite Element Method (FEM) FEM adalah suatu metode pendekatan secara numerik untuk mengetahui kegagalan atau tidaknya suatu kasus yang terjadi pada suatu system yang akan dianalisa, pada FEM terdapat tiga langkah dalam melakukan proses simulasi. 2.5.1 Pre-processing Pre-processing adalah proses persiapan dalam pengumpulan data dan pendefinisian model, adapun yang perlu dilakukan: 1. Pemodelan object dengan CAD baik 2D atau 3D dengan program yang sudah tersedia pada FEM atau melakukan pada perangkat lunak lain lalu dikonversikan ke program FEM. 2. Penentuan material dari model yang menentukan prilaku setiap tipe material pada beberapa kondisi pembebanan. 3. Penentuan konstanta pada material. 4. Pemilihan formulasi element yang tepat. 5. Diskritisasi model dengan bentuk element yang tepat 6. Penerapan pembebeanan dan kondisi batas pada nodal-nodal terkait. 11 2.5.2 Solution Pada langkah ini matrik kekakuan lokal dan faktor gaya pada setiap element dibentuk. Dengan menggabungkan semua matrik kekakuan dan gaya lokal maka matrik kekakuan dan gaya akan terbentuk secara global (Persamaan 2.6). { F} = [K]{d} (2.1) Jika gaya yang terjadi cukup besar maka spesimen uji akan mengalami kegagalan sehingga permasalahan FEM tidak dapat digunakan dengan persamaan tersebut. Pada kondisi tersebut maka deformasi spesimen uji dibagi ke dalam langkah- langkah kecil selanjutnya matriks kekakuan akan digunakan untuk menghitung deformasi yang baru. Untuk mendapatkan hasil yang bagus perlu dilakuakan perhitungan baru secara berulang ulang dengan artian setiap terjadi deformasi maka dihitung ulang kembali dengan matriks kekakuannya dan selanjutnya. 2.5.3 Post-processing Pada tahap ini, dapat ditentukan data yang akan digunakan hasil dari solver. Hasil yang akan dibutuhkan dalam kasus simulasi adalah load, displacement dan energi. 2.6 Kriteria Kegagalan Dalam menentukan pemilihan teori kegagalan yang akan digunakan perlu diperhatikan parameter yang mempengaruhi faktor definisi kegagalan pelat CFRP. Banyak sekali definisi faktor kegagalan yang dapat digunakan seperti teori kegagalan maksimum tegangan, maksimum regangan, Tsai-Hill dan lainnya. Pada LS DYNA terdapat dua kreteria teori kegagalan pada MAT_ENHANCED_ COMPOSITE_DAMAGE (054/055) (hasil pembaruan dari MAT22), kreteria tersebut adalah Chang and Chang (1987) dan Tsai and Wu (1971). Pada material yang dinding tipis yang terkena beban (in plane stress) dipilih kreteria kegagalan Chang matrix failure criterion (CRIT54) sesuai dengan manual pada LS DYNA (2017). 12 2.6.1 Kriteria Kegagalan Maksimum Tegangan Teori kegagalan maksimum tegangan (Maximum Stress Theory) menyatakan bahwa kegagalan pada material komposit terjadi ketika salah satu komponen tegangan normal pada material mencapai nilai tegangan maksimum yang dapat diterima oleh material tersebut. Tegangan yang dipertimbangkan adalah tegangan longitudinal, transversal, dan geser. Material dianggap gagal jika salah satu dari tegangan ini melampaui batas kekuatannya. Teori kegagalan maksimum tegangan berfokus pada tegangan yang dialami oleh material dalam arah tertentu. Pada material komposit seperti CFRP, tegangan ini dapat terjadi dalam arah serat (longitudinal), tegak lurus terhadap serat (transversal), atau dalam arah geser. Menurut teori ini, kegagalan terjadi jika tegangan di salah satu arah tersebut melebihi kekuatan maksimum yang dapat ditahan oleh material dalam arah tersebut. Rumus dasar yang digunakan adalah: atau >1 atau Dimana: 1 adalah tegangan pada arah serat. 2 adalah tegangan tegak lurus serat 12 adalah tegangan geser di bidang serat. , dan adalah kekuatan maksimum material dalam arah masing-masing Teori ini sederhana dan cocok untuk material isotropik. Namun, dalam material anisotropik seperti CFRP, teori ini mungkin kurang akurat karena tidak mempertimbangkan interaksi antara tegangan di berbagai arah 2.6.2 Teori kegagalan maksimum regangan Teori kegagalan maksimum regangan (Maximum Strain Theory) serupa dengan teori maksimum tegangan, tetapi menggunakan regangan (deformasi) sebagai parameter kegagalan. Menurut teori ini, material akan gagal jika regangan pada arah tertentu melebihi regangan maksimum yang dapat diterima material tersebut. Teori kegagalan maksimum regangan mengacu pada regangan yang dialami oleh material dalam berbagai arah. Regangan adalah perubahan bentuk material relatif terhadap 13 panjang awalnya. Dalam material komposit, regangan dalam arah serat dan tegak lurus terhadap serat bisa sangat berbeda. Teori ini menyatakan bahwa kegagalan terjadi jika regangan dalam salah satu arah melebihi regangan maksimum yang dapat ditahan oleh material. Rumus dasar teori ini adalah: atau >1 atau Dimana: 1 adalah regangan pada arah serat. 2 adalah regangan tegak lurus serat 12 adalah regangan geser di bidang serat. , dan adalah regangan maksimum material dalam arah masing-masing Teori ini lebih sesuai untuk material yang cenderung mengalami deformasi elastis signifikan sebelum patah, tetapi masih tidak sempurna untuk komposit anisotropik yang kompleks. 2.6.3 Kriteria Kegagalan Tsai-Hill Teori Tsai-Hill adalah salah satu kriteria kegagalan yang paling sering digunakan untuk material komposit. Teori ini adalah perluasan dari kriteria von Mises, yang digunakan untuk material isotropik, ke material anisotropik. Menurut teori ini, kegagalan terjadi ketika kombinasi dari tegangan-tegangan dalam berbagai arah melebihi kekuatan efektif material. Teori Tsai-Hill mempertimbangkan interaksi antara tegangan longitudinal, transversal, dan geser, sehingga lebih akurat untuk komposit seperti CFRP yang memiliki sifat mekanik berbeda di berbagai arah. Rumus umumnya adalah Dimana: 1 adalah tegangan pada arah serat. 2 adalah tegangan tegak lurus serat 14 12 adalah tegangan geser di bidang serat. , dan adalah kekuatan maksimum material dalam arah masing-masing Teori Tsai-Hill memungkinkan untuk analisis yang lebih akurat karena mempertimbangkan efek gabungan dari berbagai komponen tegangan. Ini sangat berguna dalam analisis CFRP karena material ini memiliki sifat mekanik yang sangat berbeda dalam arah serat dan tegak lurus serat. 2.6.4 Kriteria Kegagalan Chang-Chang Kreteria kegagalan Chang dan Chang (1986) melakukan analisa tegangan dan kegagalan pada sebuah pelat tipis komposit. Distribusi tegangan dan regangan didalam material akan dilakukan dalam perhitungan dengan menggunakan metode FEM berdasarkan teori lamina sehingga dapat diketahui kegagalan pada setiap layernya. Kegagalan pada dinding tipis umumnya didominasi pada kegagalan tarik (Chang, et al, 1986), Ada tiga pendefinisian kegagalan pada dinding tipis pada kreteria Chang-Chang yaitu matrix mengalami keretakan, bergesernya serat terhadap matrixnya dan rusaknya matrix. Persamaan Kriteria Kegagalan Chang- Chang adalah sebagai berikut: Modus kegagalan serat pada modus tarik ( > 0) + -1 Dengan nilai dibawah 0 maka material elastis, sedangkan material gagal jika bernilai lebih dari atau sama dengan 0.