1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) merupakan salah satu upaya transisi energi ramah lingkungan yang bertujuan untuk mengurangi penggunakan bahan bakar minyak dan mengurangi pencemaran udara sekaligus kerusakan lingkungan akibat eksplorasi. Pemerintah mendukung program pemberdayaan energi terbarukan dengan mencanangkan Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Peraturan Presiden No. 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dengan target penggunaan EBT pada tahun 2025 dan 2050 masing masing sebesar 23% dan 31% dari total kebutuhan energi nasional (Peraturan Presiden, No. 22, 2017). Salah satu potensi EBT yang cukup besar berasal dari energi surya yang mencapai 4,80 kWh/m2/hari (Dewan Energi Nasional, 2020.). Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) memiliki prospek yang baik bagi bauran EBT dibandingkan pembangkit lainnya. Hal ini dikarenakan sifatnya yang modular, kapasitasnya cukup besar, lebih mudah diakses, dan tidak membutuhkan waktu yang lama dalam pemasangannya. Menurut data Global Energy Monitor, kapasitas PLTS yang beroperasi di dunia mencapai 365.997 megawatt (MW) hingga Januari 2023. China adalah Negara yang memiliki stasiun tenaga surya terbesar di dunia, yakni PLTS Gonghae yag berada di Provinsi Hainan. PLTS Gonghae memiliki kapasitas produksi energi listrik hingga 2.200 MW (VOI, 2023). Indonesia sebagai negara yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa memiliki sumber energi matahari yang sangat melimpah. Energi surya di Indonesia memiliki potensi lebih dari 200 GW, namun pemanfaatan energi surya dalam pembangkitan listrik masih kurang dari 100 MW. Potensi tenaga surya ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dengan potensi terbesar ada di Kalimantan Barat (20 GW), Sumatera Selatan (17 GW), dan Kalimantan Timur (13 GW) (IESR, 2019). Saat ini pemerintah 2 melakukan optimalisasi pemanfaatan energi matahari melalui PLTS salah satunya dengan membangun komplek PLTS terbesar di Cirata dengan kapasitas 192 MW (esdm, 2023). PLTS memproduksi energi listrik melalui efek fotovoltaik pada sel surya (sel fotovoltaik). Efek fotovoltaik adalah teknologi yang menghasilkan daya listrik arus searah yang diukur dalam watt (W) atau kilowatt (kW) dari bahan semikonduktor yang disinari oleh foton (Luque and Hegedus, 2011). Pada tahun 1839 efek fotovoltaik pertama kali diteliti oleh fisikawan Perancis Alexandre-Edmond Becquerel (Hilger, 1989). Eksperimennya dilakukan dengan menggunakan 2 elektroda yang disinari berbagai macam cahaya. Elektroda tersebut di balut dengan bahan yang sensitif terhadap cahaya, yaitu AgCl dan AgBr yang dilakukan pada kotak hitam dan dikelilingi dengan campuran asam. Dalam eksperimennya diamati energi listrik meningkat manakala intensitas cahaya meningkat (Safitri dkk., 2019:1). Tahun 1905 Albert Einsten mempublikasikan tulisannya mengenai photoelectric effect. Dalam tulisannya Einstein mengungkapkan bahwa cahaya terdiri dari paket-paket atau quanta of energy yang sekarang disebut “photon”. Tahun 1916 pendapat Einsten mengenai photoelectric effect dibuktikan oleh percobaan Robert Andrew Milikan Seorang ahli fisika berkebangsaan Amerika dan Ia mendapatkan Nobel Prize untuk karya photoelectric effect dan pada tahun 1923 Albert Einsten pun mendapatkan Nobel Prize untuk teorinya yang menerangkan photoelectric effect yang dipublikasikan 18 tahun sebelumnya. Sel surya pertama dibuat oleh Charles Fritts pada tahun 1894 dengan membalut Lapisan tipis emas pada semi konduktor (selenium), alat tersebut hanya memiliki efisiensi 1%.