17 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Material Semikonduktor Feromagnetik Material semikonduktor feromagnetik merupakan sebuah sistem material yang menggabungkan sifat dan kelebihan dari material magnetik dan semikonduktor dalam satu fase material yang sama pada temperatur ruang. Material semikonduktor feromagnetik menjadi salah satu sistem material yang dikembangkan sebagai basis dari teknologi spintronika. Sistem material ini dapat diaplikasikan pada pembangkitan dan injeksi spin, serta manipulasi dan deteksi spin. Dibandingkan dengan jenis material spintronik lainnya, material semikonduktor feromagnetik dapat dengan mudah diimplementasikan pada perangkat (device) spintronika dengan memanfaatkan teknologi semikonduktor yang telah berkembang dengan baik saat ini (Li dan Yang, 2016). Banyak dari sistem material semikonduktor feromagnetik masih memiliki permasalahan yaitu temperatur transisi keteraturan magnetik (temperatur Curie) yang masih rendah, sehingga menghambat jenis material ini untuk dapat diaplikasikan. Beberapa sistem material semikonduktor feromagnetik telah menunjukkan keteraturan magnetik di atas temperatur ruang, namun masih memiliki sifat keteraturan magnetik yang rendah. Maka dari itu berbagai upaya peningkatan sifat feromagnetik pada material semikonduktor feromagnetik dilakukan, seperti pemilihan sistem material dan doping, optimasi konsentrasi doping, serta pengaturan morfologi material melalui metode penumbuhan dan optimasi parameter sintesis (Ren dkk., 2021a; Singh dkk., 2023). II.1.1 Perkembangan Material Semikonduktor Feromagnetik d 0 Motivasi dalam mengembangkan material semikonduktor magnetik berawal dari pencarian material yang mampu mengombinasikan sifat semikonduktor dan magnetik dalam satu fase material serta dapat kompatibel dengan teknik penumbuhan dalam industri semikonduktor modern. Kajian pada material semikonduktor magnetik sudah dimulai sejak tahun 1960 dengan mempelajari jenis material europiun chalcogenides (Mauger dan Godart, 1986) serta senyawa semikonduktor spinel, seperti CdCr 2Se4 (Steigmeier dan Harbeke, 1970; Treitinger dkk., 1976) yang dikenal sebagai material 18 semikonduktor semimagnetik. Akan tetapi jenis ini masih memiliki temperatur Curie yang rendah serta cukup sulit disintesis sehingga membatasi penggunaan dalam aplikasinya. Pendekatan lain dilakukan dengan memberikan doping logam transisi magnetik pada material semikonduktor non-magnetik, sehingga diharapkan terdapat koeksistensi antara sifat magnetik dan semikonduktor. Konsep ini yang dikenal sebagai istilah diluted magnetic semiconductor (DMS) (Furdyna, 1988). Pada periode tahun 1980-an, jenis material semikonduktor dari senyawa golongan II-IV seperti CdTe dan ZnSe yang didoping logam transisi menjadi jenis material yang intensif dipelajari sebagai DMS (Story dkk., 1986). Hadirnya doping Mn pada senyawa semikonduktor ini menghadirkan sifat magnetik melalui spin yang terlokalisasi. Namun doping Mn tidak mampu memberikan tambahan pembawa muatan sehingga tidak bisa membuat tipe-n atau tipe-p semikonduktor tanpa adanya doping tambahan. Gambar II.1 Hasil perhitungan temperatur Curie pada berbagai material semikonduktor dengan doping 5 % Mn dan 3,5 x 10 20 hole / cm 3 (Dietl dkk., 2000) Observasi sifat feromagnetik yang dimediasi oleh hole pada material semikonduktor golongan III-V dengan doping logam transisi Mn, seperti sistem material (In,Mn)As dan (Ga,Mn)As, menaikkan kembali penelitian pada DMS (Ohno, 1998; Ohno dkk., 1996). Keteraturan feromagnetik antar momen magnetik terlokalisasi pada senyawa semikonduktor golongan III-V dengan doping Mn dikontribusi oleh substitusi Ga oleh 19 Mn yang juga menghasilkan hole melalui RKKY exchange coupling (Tang dkk., 2003). Namun, temperatur Curie dari material (Ga,Mn)As masih cukup jauh dari temperatur ruang, yaitu maksimum pada temperatur 200 K dengan adanya proses annealing dan rekayasa nanostruktur (L. Chen dkk., 2011; Ku dkk., 2003). Selain temperatur Curie, permasalahan lain yang dihadapi dalam sistem material ini yaitu mobilitas yang masih rendah karena besarnya massa efektif dari hole (Burch dkk., 2006). Salah satu titik terang dalam pencarian material DMS dengan sifat feromagnetik pada temperatur ruang yaitu prediksi teoretis oleh kelompok Dietl dkk. (2000) menggunakan teori model Zener Mearn Field pada material semikonduktor golongan III-V dan oksida yang diberi doping logam Mn (Dietl dkk., 2000). Dari prediksi teori oleh Dietl, doping logam transisi Mn pada material semikonduktor dengan band gap lebar yaitu ZnO, GaN, dan InN menghasilkan sifat feromagnetik lebih dari temperatur ruang saat konsentrasi hole dalam material pada orde 10 20 cm -3 . Gambar II.2 Citra TEM dari nanokluster Co pada TiO 2 didoping Co (S. R. Shinde dkk., 2004) Observasi secara eksperimen pada sifat feromagnetik di temperatur ruang berhasil dilaporkan pada material TiO 2 dengan doping logam transisi oleh Matsumoto dkk. (2001) dan material ZnO didoping logam transisi oleh Ueda dkk. (2001) (Y. Matsumoto dkk., 2001; Ueda dkk., 2001). Hasil penelitian tersebut memacu penelitian yang lebih intensif pada jenis material DMS oksida, terutama untuk memahami mekanisme yang terkait dan mendesain material yang lebih baik untuk berbagai aplikasi spintronik. Kehadiran sifat feromagnetik di temperatur ruang pada material DMS oksida yang didoping logam transisi magnetik memunculkan perdebatan dan kontroversi terkait mekanisme dan asal dari sifat feromagnetik tersebut. Coey (2006) 20 memaparkan isu terkait ketidakstabilan pada sifat feromagnetik dan reproduksi sampel yang rendah pada sistem material DMS oksida (Coey, 2006). Hal tersebut didasari oleh laporan terbentuknya nanokluster doping logam dan fase kristal sekunder pada DMS oksida (S. R. Shinde dkk., 2004; Zhou dkk., 2008). Untuk mengatasi kontroversi tersebut, maka dilakukan studi pada material DMS dengan doping non-magnetik, sehingga munculnya nanokluster dan fase kristal sekunder tidak mempengaruhi sifat feromagnetik sistem material. Gambar II.3 Kurva XRD dari material ZnO doping Co dan Ni (Zhou dkk., 2008) Salah satu upaya untuk menghindari kontroversi dalam penggunaan doping unsur magnetik dalam penelitian material DMS oksida yaitu dengan mencoba menggunakan doping unsur non-magnetik (Yang, 2013a). Penggunaan doping perak (N. Ali, A. R, dkk., 2019), aluminium (Yu dkk., 2019), tembaga (Agarwal dkk., 2019), dan litium (Awan dkk., 2014) pada material semikonduktor oksida dilaporkan dapat menghasilkan sifat feromagnetik pada temperatur ruang. Unsur non-magnetik sebagai doping pada material semikonduktor oksida untuk membangkitkan sifat feromagnetik di temperatur ruang, pada umumnya berupa unsur logam non-transisi maupun unsur lain yang tidak memiliki orbital d. Hal tersebut membuat doping unsur non-magnetik yang diberikan tidak memiliki orbital d yang terisi sebagian (partially filled) yang berkontribusi pada munculnya momen magnetik. Ketidakhadiran orbital d baik itu penuh maupun terisi sebagian dari sistem material semikonduktor oksida dengan doping unsur non-magnetik membentuk suatu klasifikasi sistem material semikonduktor lain yang disebut sebagai material semikonduktor feromagnetik d 0 . Pada sistem material semikonduktor feromagnetik d 0 , asal mula sifat feromagnetik di temperatur ruang berasal dari pemberian doping unsur non-magnetik pada material 21 semikonduktor oksida yang menghasilkan interaksi antara spin dari ion doping dengan hole yang terlokalisasi akibat adanya vakansi kation. (N. Ali, Singh, dkk., 2019; Q. J. Wang dkk., 2012). Hal tersebut berbeda pada sistem material DMS yang didoping unsur magnetik, yaitu asal mula sifat feromagnetik di temperatur ruang berasal dari ion doping logam transisi dengan muatan ion yang berbeda yang terkopel secara feromagnetik melalui lompatan elektron tambahan dari ion satu ke ion lain melalui interaksi dengan orbital p yang dikenal sebagai mekanisme p-d exchange (Zhang dkk., 2006). Salah satu kendala dalam menghasilkan sifat feromagnetik di temperatur ruang pada sistem material semikonduktor feromagnetik d 0 yaitu cacat vakansi kation yang memiliki ketidakstabilan dan memiliki energi pembentukan yang relatif lebih tinggi dibandingkan vakansi anion (Y.