143 Bab VI Kesimpulan Bab ini memuat elaborasi dan rincian kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini. Bab ini disusun dari beberapa sub-bab, yaitu temuan penelitian, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan penelitian, dan saran penelitian lanjut. VI.1 Temuan Penelitian Berdasarkan pada hasil penelitian yang sudah dilakukan, dapat diidentifikasi beberapa temuan yang terkait dengan tujuannya. Temuan penelitian ini dideskripsikan berurutan juga berdasarkan keempat sasaran. Adapun temuan yang didapatkan adalah: 1. Ada empat belas kandidat variabel yang berpotensi memengaruhi kasus penyakit menular berdasarkan kajian literatur. Tiga belas variabel dibagi menjadi tiga tingkatan lingkungan binaan, yaitu lingkungan alam, lingkungan terbangun, dan aktivitas. Sementara ada satu variabel kontrol yang berada di luar lingkup lingkungan binaan, yaitu jumlah penduduk. Pada tingkat lingkungan alam, dua kandidat variabel ditentukan yaitu Risiko Banjir dan Distribusi Pelayanan Air Bersih. Lima variabel masuk ke tingkat lingkungan binaan, yaitu Keberagaman Guna Lahan, Intensitas Simpangan Jalan, Kekompakan Kawasan Perkotaan, Tingkat Kekumuhan Kawasan, dan Jangkauan Pelayanan Kesehatan. Sementara sisanya ada di tingkat tempat aktivitas yang terdiri dari variabel Tempat Bekerja, Tempat Sosial, Tempat Berbelanja, Tempat Rekreasi, Tempat Pedagang Kaki Lima, dan Tempat Pendidikan. 2. Pada kasus di Kota Semarang, setiap kandidat variabel yang diidentifikasi membutuhkan proses analisis untuk mendapatkan nilainya. Sebelum itu, daerah administrasi Kota Semarang dibagi menjadi 1.966 sel heksagon untuk membantu perhitungan nilai setiap variabel lingkungan binaan. Setiap variabel diproses sesuai dengan tolok ukurnya untuk dapat diatribusikan ke setiap sel yang merepresentasikan nilainya. Hasil dari perhitungan setiap kandidat variabel lingkungan binaan di Kota Semarang adalah sebagai berikut: 144 a) Risiko Banjir Kota Semarang datanya didapatkan dari Indeks Risiko Bencana Banjir InaRISK BNPB. Berdasarkan data tersebut, sepanjang kawasan pesisir Kota Semarang menghadapi risiko banjir. Beberapa area di bagian hulunya juga terdapat risiko banjir. Area yang memiliki risiko banjir adalah area yang diduga meningkatkan perkembangan patogen WBD dan VBD. b) Distribusi Pelayanan Air Bersih diukur dengan layanan air yang didistribusikan oleh PDAM. Terdapat sel-sel yang memiliki pelayanan 0%, yang diindikasi menggunakan sumber air bersih lain seperti air tanah. Sel-sel yang berada di tengah kota seperti di Kecamatan Semarang Tengah, Semarang Timur, Semarang Barat, dan Semarang Utara minim pelayanan air bersih dari PDAM dan cenderung mengambil air tanah sebagai sumber air bersih. c) Keberagaman Guna Lahan diukur dengan indeks entropy yang rentang nilainya dari 0 sampai 1. Semakin tinggi nilainya, semakin mengindikasikan beragamnya guna lahan di suatu sel. Nilai indeks entropy yang tertinggi adalah 0,63 yang sebagian besar mengikuti jalan arteri dan lintas kota. d) Intensitas Simpangan Jalan di Kota Semarang diukur dengan menghitung jumlah simpangan jalan di suatu sel. Simpangan jalan yang paling banyak di satu sel adalah 153 simpang jalan. Intensitas simpangan dihitung dengan rasio simpangan tertinggi yang ada, sehingga nilai maksimalnya adalah 1. Semakin tinggi rasionya menandakan semakin padat bangunannya karena banyaknya simpangan mengindikasikan pemenuhan kebutuhan akses di area tersebut. Frekuensi sel dengan intensitas simpangan jalan paling tinggi (di atas 0,5) semakin banyak di bagian timur Kota Semarang. Intensitas simpangan jalan yang tinggi diindikasi memperbesar peluang penyebaran penyakit menular. e) Kekompakan Kawasan Perkotaan dihitung dengan nilai indeks T, semakin tinggi nilainya menandakan sel tersebut semakin memiliki daya tarik secara fisik. Penduduk yang tinggal di kawasan dengan daya tarik yang tinggi cenderung juga memiliki pendapatan yang tinggi, sehingga 145 memiliki lingkungan sekitarnya yang lebih terjaga kesehatannya. Indeks T tertingggi di Kota Semarang ditemukan sebesar 0,56 banyak di bagian timurnya. f) Kawasan Kumuh di Kota Semarang teridentifikasi berada di pinggir kota dan pesisirnya. Skor kumuh yang didapatkan dari dokumen RP2KPKPK menggolongkan kekumuhan tertinggi di sana adalah Kumuh Sedang. Berbeda dengan variabel sebelumnya, skor kawasan kumuh yang tinggi terklaster di pinggir Kota Semarang. Kondisi rumah di kawasan kumuh mendorong infeksi patogen penyakit menular seperti ABD karena kepadatannya. g) Sebagian besar area di Kota Semarang berjarak cukup dekat dengan sarana kesehatan. Berbagai sarana kesehatan ditemukan menyebar di Kota Semarang mulai dari apotek hingga rumah sakit. Jarak terjauh titik tengah sel terhadap sarana kesehatan adalah 3.273 meter. Sel-sel dengan jarak yang paling jauh sebagian besar adalah area yang tidak terbangun, sehingga keadaan tersebut wajar. h) Pada tingkat aktivitas, variabel dibagi menjadi beberapa tempat berdasarkan kegiatan utamanya yaitu Tempat Bekerja, Berbelanja, Pendidikan, Rekreasi, Sosial, dan PKL. Tempat bekerja yang paling banyak di satu sel teridentifikasi berada di Kecamatan Tembalang, dengan jumlah 66 titik. Pada aktivitas berbelanja, sel yang paling banyak (45 titik) berada di dekat Simpang Lima yang merupakan perbatasan antara Kecamatan Semarang Selatan dan Semarang Tengah. Sementara untuk aktivitas pendidikan yang tertinggi (24 titik) berada di sekitar Universitas Diponegoro, Kecamatan Tembalang. Aktivitas rekreasi yang paling banyak (41 titik) teridentifikasi berada di pinggiran Kota Semarang, perbatasan antara Kecamatan Tugu, Ngaliyan, dan Kabupaten Kendal. Kegiatan sosial yang paling banyak titiknya, yaitu 45 titik, berada di Perumahan Jatisari Kecamatan Mijen. Sama halnya dengan kegiatan sosial, sel dengan jumlah PKL tertinggi (72 titik) juga berada di Kecamatan Mijen. 146 3.