1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk kedalam kelompok negara yang rentan terhadap gempa bumi dan bencana tsunami karena berada pada area “Ring of Fire”, karena Indonesia berada dalam posisi geotektonik yang unik dengan konsekuensi terkait dalam hal bahaya alam. Busur Sunda terletak pada batas lempeng konvergen aktif, tempat Lempeng Indo-Australia tersubduksi dengan kecepatan 67 mm/tahun di bawah Lempeng Eurasia (Tregoning dkk., 1994). Zona subduksi terdiri dari sekitar 6.000 km dari utara Sumatera ke gugus pulau Aru berjalan antara 100 dan 200 km lepas pantai hampir sejajar dengan garis pantai Indonesia (Gambar I.1), dengan konstelasi seperti ini mengakibatkan tingginya potensi tsunami di wilayah pesisir (Harjadi dkk., 2010) dan (Haryanto dkk., 2021). Gambar I.1 Zona subduksi Busur Sunda memanjang dari utara Sumatera hingga pulau Aru kelompok di bagian timur Indonesia. Busur Sunda adalah batas lempeng aktif utama, di mana Lempeng Indo-Australia ditundukkan dengan laju 70 mm/y (panah) di bawah Lempeng Eurasia. Lebih tingkat yang dapat diandalkan adalah 45-50mm / y. Laju menjadi kurang menuju bagian barat laut dari zona tabrakan (Subarya dkk., 2006) 2 Gempa bumi tanggal 26 Desember 2004, membelah dasar samudra sejauh sekitar 1.200 km (Krüger dkk., 2005) menghasilkan pengangkatan dasar laut hingga 10 meter. Gelombang yang dihasilkan oleh sentakan dari bawah ini di Samudra Hindia menyebabkan tsunami hingga 30 meter di Sumatera bagian Utara (Borrero dkk., 2006), menyebabkan lebih dari 250.000 korban jiwa di garis pantai Afrika timur, sekitar 7.000 km dari sumber gempanya. Gambar I.2 Histori Kejadian Gempa dan Tsunami di Indonesia Gambar I.2 diatas memperlihatkan sejarah terjadi nya gempa dan kejadian bencana tsunami di Indonesia (Arif dkk., 2019), jika melihat gambar diatas dapat dilihat bahwa hampir sepanjang pantai perairan Samudra Indonesia, Selat Makassar, Laut Banda serta Samudra Pasifik sangat rawan terhadap kejadian tsunami yang dapat menjangkau kota-kota di sepanjang pantai perairan tersebut, seperti yang terjadi pada tahun 2004 di Aceh (Gambar I.3). 3 Gambar I.3 Tsunami Aceh adalah salah satu bencana terbesar di Indonesia. Tsunami Aceh terjadi pada 26 Desember 2004 (https://nasional.kontan.co.id/news/tsunami-aceh-bencana-alam- terbesar-16-tahun-lalu) Dengan kondisi dan situasi geodinamika spesifik seperti ini Indonesia memerlukan sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami. Pemerintah Indonesia sudah mengembangkan sistem peringatan dini tsunami yang dikenal dengan nama Indonesia Tsunami Early Warning System atau Ina-TEWS agar dapat memberikan waktu peringatan dini yang cepat tetapi juga menghasilkan peringatan tsunami yang dapat diandalkan sesaat setelah gempa bumi berdasarkan data yang akurat (Lauterjung dkk., 2010). Agar dapat mendeteksi kejadian tsunami dengan lebih dini, Badan Riset Dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan sistem deteksi dini tsunami berbasis pelampung permukaan dan juga berbasis kabel optik, perbedaan kedua sistem ini terletak pada media komunikasi yang digunakan untuk mengirimkan data hasil pengukuran yang dilakukan oleh sensor tekanan yang mengukur tekanan didasar laut secara terus menerus. 4 Gambar I.4 Konfigurasi Indonesia Tsunami Early Warning System TEWS berbasis pelampung permukaan Gambar I.5 Konfigurasi Indonesia Tsunami Early Warning System TEWS Berbasis Kabel Optik Sistem Deteksi Dini Tsunami berbasis kabel optik dikembangkan karena permasalahan yang timbul pada proses operasional sistem deteksi tsunami menggunakan pelampung permukaan yang sering kali mengalami kegagalan fungsi akibat keberadaan kapal di dekat lokasi ini yang menghasilkan kebisingan yang tinggi, pelampung permukaan juga hanyut karena tali tambat putus, posisi pelampung permukaan bergeser karena ditarik kapal atau menjadi objek vandalisme, sehingga dikembangkan sistem deteksi tsunami menggunakan kabel optik yang lebih aman dari kejadian vandalisme, akan tetapi sangat mahal 5 pemasangannya serta membutuhkan proses perencanaan yang sangat panjang dan rumit. Bagi Indonesia yang memiliki garis pantai terbesar di dunia tentu saja semua sistem deteksi tsunami yang ada baik berbasis pelampung permukaan ataupun berbasis kabel optik sangatlah diperlukan. Gambar I.6 Kegagalan Komunikasi Akustik antara Unit Dasar Laut dan Pelampung Permujkaan Akibat Kebisingan Baling-baling Kapal Pada kondisi komunikasi akustik yang bagus tanpa adanya gangguan kebisingan dari faktor lain seperti dari kebisingan dari propeler kapal, nilai kebisingan antara 72-81dB adalah nilai dapat diterima oleh akustik modem pada pelampung permukaan jika menerima data dari unit dasar laut, akan tetapi jika ada kebisingan dari suara propeler kapal akibat keberadaannya disekitar pelampung permukaan maka nilai kebisingan antara 48 – 65dB sering kali terdeteksi dari message yang diterima dari unit dasar laut sehingga mengakibatkan data yang dikirim tidak dapat diterima dengan baik oleh pelampung permukaan atau dianggap sebagai kebisingan atau noise. 6 Akan tetapi kondisi ideal ini sering kali tidak dapat dipenuhi, sering kali data hasil pengukuran dari unit dasar laut ini gagal dikirimkan ke pelampung permukaan karena posisi pelampung permukaan berada diluar cakupan area dari jangkauan komunikasi akusistik unit dasar laut. Kondisi ini dapat terjadi jika ada kapal menambat pada pelampung permukaan dan menggunakan pelampung permukaan sebagai jangkar dan melakukan aktifitas menangkap ikan dengan motor kapal yang masih menyala menambat pada pelampung permukaan (Gambar I.7). Kapal penangkap ikan yang biasanya mendekat pelampung permukaan, cenderung menghasilkan tingkat kebisingan umumnya berkisar antara 150 - 170 dB per 1 μPa pada jarak 1 meter sehingga dapat dibayangkan jika kapal ini terus menerus berada di sekitar pelampung permukaan maka dapat dipastikan semua data pengukuran ataupun peringatan yang dikirimkan dari unit dasar laut akan ditolak oleh pelampung permukaan. Kebisingan akibat gelombang permukaan biasanya berkisar antara 82 – 86 dB hal ini sedikit memberikan pengaruh jika dibandingkan dengan kebisingan akibat propeler kapal. Dengan kegagalan komunikasi dua arah ini juga berdampak pada pemborosan sistem catu daya yang digunakan pada modem akustik di unit dasar laut, karena jika pada kondisi normal hanya diperlukan satu kali komunikasi, maka secara sistem apabila terjadi kegagalan komunikasi secara otomatis akan dilakukan komunikasi ulang sebanyak 5 kali sehingga akan mengurangi kapasitas catu daya yang tersedia. Ketersedian catu daya akan sangat rawan jika benar-benar terjadi gelombang tsunami tetapi sistem tidak dapat memberikan peringatan karena catu daya yang habis. 7 Gambar I.7 Ilustrasi kondisi Bouy digunakan sebagai tambatan tali pancing nelayan Saat ini sistem deteksi dini tsunami berbasis pelampung permukaan belum dilengkapi dengan perangkat yang dapat mendeteksi perahu mendekati pelampung permukaan untuk menghindari terganggunya fungsi sistem pendeteksi tsunami ini. Untuk mengatasi permasalah ini maka diperlukan sebuah solusi yang dapat mengenali objek atau kapal yang berada disekitar pelampung permukaan ataupun objek yang secara jelas mendekati pelampung permukaan, diharapkan solusi ini dapat mengenali objek pada jarak tertentu dengan cepat sehingga objek ini masih dapat dikenali dan sistem dapat mengirimkan pemberitahuan ke Pusat Data Tsunami tentang keberadaan obyek ini dan juga pelampung permukaan dapat memberikan peringatan kepada kapal yang mendekat secara otomatis agar menjauh dari area. Tentu saja solusi ini diharapkan dapat diaplikasikan pada sebuah sistem tertanam dengan kebutuhan komputasi yang rendah. Solusi yang mungkin diterapkan disini adalah sebuah sistem visi komputer berbasis kamera sebagai sensor yang dilengkapi dengan sistem cerdas serta diharapkan dapat berjalan pada sistem tertanam dengan konsumsi daya dan komputasi yang rendah. Tujuan Penelitian ini adalah mengembangkan Komputer Visi Cerdas yang dapat mengenali kapal yang mendekati area TEWS menggunakan model jaringan pengenalan objek yang akurat dan tidak memerlukan komputasi yang tinggi. 8 I.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang ditinjau dalam rencana penelitian ini adalah: 1. Bagaimana mengembangkan komputer visi cerdas untuk mengenali kapal yang mendekat menggunakan sensor yang sederhana tanpa memerlukan proses komputasi yang tinggi . 2. Bagaimana membangun data set citra berdasarkan data set citra untuk objek maritim dari dataset terbuka dan dataset yang direkam dari kondisi nyata di laut Indonesia pada area pemasangan Tsunami Early Warning System TEWS untuk mendukung pengembangan komputer visi cerdas. 3. Bagaimana cara menguji performa dari komputer visi cerdas yang dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang akurat. I.3 Tujuan Penelitian Mengacu terhadap permasalahan, tujuan penelitian ini diuraikan sebagai berikut: 1. Mengembangkan model jaringan pengenalan objek menggunakan convolution neural network (CNN) yang sudah dikembangkan yang sesuai dengan kondisi laut terbuka 2. Membuat data latih citra laut terbuka menggunakan data citra yang sudah tersedia dan dapat diakses secara bebas dan membuat data citra tambahan jika data-data citra yang sangat spesifik untuk kondisi laut terbuka tidak tersedia 3. Melakukan pemilihan perangkat keras berupa sistem komputer papan tunggal atau sistem perangkat keras tertanam yang sesuai dengan kebutuhan pada TEWS 4. Menganalisis kinerja dari model jaringan yang dikembangkan menggunakan metoda yang sudah tersedia sebagai aplikasi lunak untuk menguji kinerja pengenalan objek maritim yang sudah tersedia ataupun menggunakan metoda lainnya. 9 I.4 Batasan Penelitian Batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Mengembangkan model jaringan pengenalan objek menggunakan CNN teraktual sebagai referensi dan melakukan modifikasi sesuai kebutuhan TEWS. 2. Karena keterbatasan dalam proses perekaman data citra tambahan untuk kondisi laut terbuka, maka kebutuhan akan data citra yang idealnya menggunakan kamera yang dipasang secara permanen pada TEWS sehingga mendapatkan sudut pandang yang ideal harus dilakukan perubahan dengan melakukan perekaman data citra dari atas geladak kapal riset 3. Pelatihan model jaringan hanya dibatasi dengan data citra yang mewakili kondisi laut terbuka dari pagi hari hingga waktu menjelang matahari terbenam I.5 Hipotesis Komputer Visi Cerdas yang dikembangkan menggunakan CNN aktual sebagai referensi mampu mendeteksi objek kapal di laut terbuka dengan memerlukan sedikit komputasi yang dijalankan pada perangkat komputer papan tunggal. I.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada tesis ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, hipotesis serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini berisi tentang ulasan penelitian-penelitian yang menunjukkan perkembangan CNN untuk pengenalan objek dan penerapannya pada berbagai bidang terutama pada domain maritim. Bab III Metode Penelitian Bab ini berisi diagram alir penelitian, proses persiapan perekaman data citra laut terbuka dan spesifikasinya, rancanga model jaringan CNN, metode pengolahan data, serta kegiatan eksperimen yang dilakukan. Bab IV Hasil dan analisis 10 Bab ini berisi tentang hasil dan pemaparan analisis dari berbagai pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi berbagai kesimpulan dari hasil penelitian dan juga saran-saran untuk perbaikan dan pengembangan penelitian di masa yang akan datang..