21 Bab III Tinjauan Pustaka Bagian ini menjelaskan terkait dengan landasan teori dan tinjauan penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian. Pembahasan dimulai dari kajian teori tentang overbreak dan faktor penyebabnya, kemudian metode prediksi overbreak menggunakan pendekatan Empirik, MRA dan ANFIS dilengkapi dengan prosedur pengujian data. III.1 Overbreak dan Underbreak Ada 2 alasan penggunaan peledakan pada tambang bawah tanah, yang pertama untuk menggunakan ruang yang digali dan yang kedua untuk memanfaatkan material yang diledakkan. Perbedaan yang paling mencolok antara peledakan di tambang bawah tanah dan di tambang terbuka adalah adanya bidang bebas atau free surface, di tambang terbuka (surface mine) terdapat lebih dari satu free surface, sedangkan di tambang bawah tanah (underground blasting) umumnya hanya memiliki satu free surface (Simangunsong, 2021). Hal tersebut dapat menjadi faktor utama dalam penentuan desain peledakan dan pembentukan fragmen batuan serta dimensi bukaan yang dihasilkan dari kegiatan peledakan. Ketika kegiatan peledakan dilakukan, hanya sedikit energi yang dihasilkan terpakai semestinya untuk keperluan utama peledakan misalnya membentuk fragmen batuan bukaan yang sesuai. Namun, sebagian besar energi ditransformasikan pada massa batuan dalam bentuk energi gelombang seismik (Warneke dkk., 2007 dalam Zulfahmi, 2013). Selain itu, kerusakan batuan yang tidak diinginkan baik dalam skala mikro juga akan terjadi akibat energi yang dihasilkan saat kegiatan peledakan yang dapat menyebabkan ketidakstabilan (Monjezi dkk., 2009 dalam Zulfahmi, 2013). Sato dkk., (2000) menyimpulkan akan terjadi kerusakan yang lebih parah jika terdapat perubahan struktur pada area yang diledakkan akibat faktor eksternal diantaranya karena aktivitas peledakan. Hal ini didukung dengan kondisi massa batuan yang keras atau compact (Zulfahmi, 2013). Zona kerusakan batuan tersebut biasanya disebut dengan Blast Damage Zone atau Excavation Damage Zone (EDZ). Gambar III.1 adalah ilustrasi overbreak dan blast damage yang menyebabkan penampakan terowongan menjadi berbeda dengan rencana penggalian di awal (Designed profile). Selain zona failure atau 22 overbreak, peledakan juga umumnya menghasilkan zona terganggu (Disturbed zone) dan zona rusak atau Damage zone (H.K. Verma dkk., 2018). Gambar III.1 Ilustrasi Blast Damage dan Ovebreak (Verma dkk., 2018) Menurut Martino (2003) dalam Zulfahmi (2013), Excavation Damage Zone (EDZ) diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu zona terganggu dan zona rusak. Pada zona terganggu, yang terjadi hanya perubahan tegangan, namun pada zona rusak, sifat mekanik, hidrolik, dan fisik dari massa batuan mengalami perubahan permanen. Selanjutnya, pada zona rusak dibagi menjadi dua yaitu zona dalam (inner zone) dan zona luar (outer zone). Adanya perubahan secara radikal dan lambat menjadi pemebeda dari dua zona ini. Chun Rui dkk., (2009) dalam Zulfahmi, (2013) mengklaim batuan yang rusak memiliki karakteristik berubah secara signifikan seiring dengan perbedaan jarak ke titik sumber peledakan. Chun Rui membagi zona kerusakan menjadi tiga yaitu zona hancur, zona retak, dan zona elastik. Zona hancur dipengaruhi oleh densitas batuan, kecepatan rambat gelombang, radius rongga (cavity radius). Menurut Forsyth dan Moss, (1991) dalam Verma dkk., (2018), Zona kerusakan batuan (EDZ) adalah kerusakan massa batuan di sekitar terowongan akibat kegiatan penggalian baik dengan metode mekanis dan peledakan. Overbreak dan Underbreak adalah bagian yang tak terpisahkan dari analisis zona kerusakan batuan (Excavation Damage Zone). Adanya deviasi perimeter antara batas luar dan batas dalam sebuah terowongan dari desain awal disebut overbreak dan underbreak (Simangunsong, 2022). Menurut Singh dkk., (2005) overbreak adalah peningkatan volume aktual profil terowongan melebihi profil saat desain awal. Pada saat kegiatan pembukaan 23 terowongan, overbreak dan underbreak selalu menjadi kendala karena memerlukan penanganan khusus sebelum kegiatan peledakan dilanjutkan. Overbreak yang tidak ditangani dengan baik akan menjadi kerusakan yang lebih parah sampai pada keruntuhan terowongan. Gambar III.2 Penampang tunnel pasca peledakan (Maerz dkk., 1996) Pada gambar di atas Garis A adalah perimeter ideal atau minimum dari penggalian. Underbreak adalah batu yang tertinggal di dalam garis A. Hal ini membutuhkan penggalian sekunder. Zona underbreak terkadang disebut sebagai ‘tights’. 'Concrete line’ atau 'Garis C' merupakan batas akhir terowongan berlapis beton, dan merupakan garis A dikurangi ketebalan beton. 'Garis B' adalah perimeter desain maksimum (Maerz dkk., 1996). Overbreak adalah batuan yang digali di luar 'garis B' pada Gambar II.2 yang juga merupakan ukuran rock damage. Hal ini dinyatakan sebagai volume batuan per satuan panjang tunnel (m 3 /m). Selain membutuhkan tambahan beton, overbreak dapat mengakibatkan penurunan stabilitas lubang bukaan. 'Zona toleransi' adalah ruang teoretis antara 'garis A' dan 'garis B' pada gambar di atas. Hal ini merupakan batasan pada penyimpangan atau deviasi lubang ledakan normal selama operasi pengeboran. Biasanya toleransi seragam di sekeliling galian, tetapi dalam beberapa desain toleransi yang lebih besar diperbolehkan pada lengkungan terowongan dan toleransi yang lebih kecil pada dinding di bawah springline (Garis horisontal di tengah terowongan atau lining). Zona toleransi biasanya sekitar 200 mm. The 'Equivalent overbreak line' adalah garis teoretis yang mewakili overbreak rata-rata 24 pada sekeliling lubang. 'Backbreak' mengacu pada kasus overbreak khusus, dimana penggalian di luar 'Garis B' dikaitkan dengan lepasnya blok batuan sebagai akibat dari kerusakan akibat ledakan ditambah karena adanya struktur geologis (Maerz dkk., 1996). Dalam beberapa penelitian yang telah dibahas di atas, Overbreak umumnya dinyatakan dalam bentuk presentasi (%). Pengukuran overbreak terowongan bisa dilakukan dengan berbagai metode mulai dari metode yang konvensional hingga yang paling baru memanfaatkan perkembangan teknologi terkini seperti menggunakan Light Sectioning Method (LSM) dan teknologi laser otomatis pada Total station. Pengukuran aktual dilakukan pada setiap progres peledakan dengan megnambil titik koordinat yang merepresentasikan dimensi aktual terowongan yaitu volume, area, maupun kemajuan aktual terowongan. Berikut persamaan dalam menghitung overbreak terowongan yang digunakan dalam penelitian ini: Volume :¨;L Ï?Ïñ Ïñ Tsrr¨ (1) ”‡ƒ:¨;L º?ºñ ºñ Tsrr¨ (2) Dimana: 0B = Overbreak (%) V’ = Volume awal (m 3 ) V = Volume aktual (m 3 ) A’ = Area awal (m 2 ) A = Area aktual (m 2 ) III.2 Faktor yang mempengaruhi Overbreak Beberapa penelitian telah mengkonfirmasi terjadinya overbreak maupun underbreak bergantung pada banyak faktor. Ibarra dkk,, (1996) membagi penyebab overbreak menjadi dua yaitu faktor geologi dan faktor teknis peledakan atau bisa juga kombinasi dari keduanya. Faktor geologi berkaitan dengan kondisi batuan yang diekskavasi, sedangkan faktor teknis peledakan adalah rancangan peledakan dan implementasinya. Lebih lanjut Mottahedi dkk, (2018) menyebutkan penyebab overbreak menjadi tiga faktor yaitu faktor controllable, semi-controllable dan faktor uncontrollable. Faktor controllable adalah faktor yang bisa dikelola bergantung pada 25 kemampuan engineer seperti faktor desain peledakan dan penerapannya, faktor uncontrollable mengarah pada kondisi batuan yang dihadapi, sementara faktor semi- controllable adalah dimensi atau ukuran terowongan yang biasanya sudah relatif tidak mengalami perubahan meskipun dapat diubah pada kondisi tertentu.