Hasil Ringkasan
PEMETAAN SPASIAL RISIKO DAN ESTIMASI TOTAL KERUGIAN EKONOMI KEBAKA RAN LAHAN GAMBUT DI PROVINSI RIAU, INDONESIA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ALMA JUSTICA NIM: 20822007 (Program Studi Magister Aktuaria) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Mei 2024 i ABSTRAK PEMETAAN SPASIAL RISIKO DAN ESTIMASI TOTAL KERUGIAN EKONOMI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT DI PROVINSI RIAU, INDONESIA Oleh Alma Justica NIM: 20822007 (Program Studi Magister Aktuaria) Lahan gambut di Provinsi Riau memiliki peran penting dalam penyimpanan karbon dan regulasi iklim Indonesia, namun menghadapi ancaman kebakaran yang berulang akibat faktor-faktor seperti deforestasi dan aktifitas manusia. Untuk mengatasi masalah ini, sebuah studi dilakukan dengan tujuan mengembangkan pemetaan spasial risiko kebakaran lahan gambut, khususnya di Provinsi Riau, Indonesia serta mengestimasi total kerugian ekonomi akibat kebakaran tersebut dengan mempertimbangkan unsur probabilistik yang diperoleh melalui model regresi logistik. Penelitian ini menggunakan data titik panas/kebakaran aktif dari NASA FIRMS, data tinggi muka air dari PRIMS Gambut, dan data peta topografi dari BIG. Model regresi logistik diterapkan untuk memprediksi kemungkinan terjadi kebakaran berdasarkan variabel seperti tinggi muka air, radius terdekat dengan aktivitas manusia, dan jenis vegetasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model regresi logistik yang dikembangkan memiliki akurasi 63,74% dalam memprediksi kebakaran lahan gambut. Variabel- variabel yang signifikan meliputi tinggi muka air, radius terdekat dengan aktivitas manusia, serta keberadaan ladang, hutan, dan semak belukar. Peta spasial risiko kebakaran yang dihasilkan menunjukkan lima tingkat risiko: rendah, rendah tinggi, sedang, sedang tinggi, dan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, dari seluruh lahan gambut di Provinsi Riau, 13,01% merupakan lahan gambut dengan risiko rendah, 29,05% memiliki risiko rendah tinggi, 12,38% memiliki risiko sedang, 31,64% memiliki risiko sedang tinggi, dan 13,93% memiliki risiko tinggi. Estimasi kerugian ekonomi akibat kebakaran lahan gambut di Provinsi Riau mencapai 17,2 triliun rupiah (atau setara dengan 1 miliar dolar AS) berdasarkan hasil simulasi Monte Carlo. Ini mencakup kerugian di berbagai sektor termasuk perkebunan, kehutanan, hutan bakau, keanekaragaman hayati, dan emisi karbon, menekankan konsekuensi multifaset dari kebakaran lahan gambut. Kata kunci: lahan gambut, kebakaran lahan gambut, Provinsi Riau, regresi logistik, pemetaan spasial, kerugian ekonomi, simulasi Monte Carlo. ii ABSTRACT RISK SPATIAL MAPPING AND TOTAL ECONOMIC LOSS ESTIMATION OF PEATLAND FIRE IN RIAU PROVINCE, INDONESIA By Alma Justica NIM: 20822007 (Master’s Program in Actuarial Science) Peatlands in Riau Province play a crucial role in carbon storage and climate regulation in Indonesia. However, they face recurring fire threats due to factors such as deforestation and human activities. To address this issue, a study was conducted to develop spatial risk mapping of peatland fires, particularly in Riau Province, Indonesia, and to estimate the total economic losses resulting from these fires by considering probabilistic elements derived from a logistic regression model. The study utilized active fire/hotspot data from NASA FIRMS, water table height data from PRIMS Gambut, and topographic map data from BIG. A logistic regression model was applied to predict the likelihood of fire occurrence based on variables such as water table height, nearest distance to human activities, and vegetation type. The results of the study indicated that the developed logistic regression model had an accuracy of 63.74% in predicting peatland fires. Significant variables included water table height, nearest distance to human activities, and the presence of fields, forests, and shrubs. The resulting spatial fire risk map indicated five risk levels: low, low-high, moderate, moderate-high, and high. Based on the study findings, of all the peatlands in Riau Province, 13.01% were identified as low-risk, 29.05% as low-high risk, 12.38% as moderate risk, 31.64% as moderate-high risk, and 13.93% as high risk.