1 Bab I Pendahuluan I.1 Latarbelakang Pada tahun 1996 diketahui bahwa kapasitas terpasang dari industri pulp dan kertas di Indonesia 5,5 juta ton dan terus mengalami peningkatan pesat. (Directory 2001 dalam Rosita, 2003) Berdasarkan catatan terakhir, pada tahun 2006 produksi pulp dan kertas Indonesia telah mencapai 16,5 juta ton dengan 6,45 juta ton pulp dan 10,05 juta ton kertas (Tambunan, 2006). Saat ini di Indonesia, sedikitnya terdapat 34 industri produsen utama pulp dan kertas dan 15 proyek baru industri pulp dan kertas (Visdatin, 2007). Perkembangan industri pulp dan kertas diketahui telah meningkatkan dampak pencemaran terhadap lingkungan. Diantara bahan polutan yang sangat penting dari effluent industri pulp dan kertas adalah senyawa organik terklorinasi (Adsorbable Organic Halides, AOX), yang terbentuk sebagai hasil reaksi antara residual lignin dari serat kayu dan bahan pemutih klorin beserta turunannya. AOX merupakan polutan spesifik yang berasal dari effluent bleaching industri pulp, dan hingga saat ini lebih dari 300 jenis senyawa AOX telah teridentifikasi dari effluent industri pulp (Australianpaper, 2007). AOX merupakan kumpulan dari senyawa organik yang mengandung halida yaitu unsur- unsur dari golongan halogen seperti fluorida, klorida, bromida dan yodida. AOX menunjukkan karakteristik beracun, hidrofobik, bioakumulatif, karsinogen, dan persisten (Rosita, 2003). AOX dapat terbioakumulasi pada tubuh ikan, sehingga dapat menimbulkan resiko bagi kesehatan manusia jika mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi dalam jumlah besar. Chloroform, sebagai salah satu senyawa yang tergolong AOX, bersifat karsinogen yang pada pemaparan singkat dapat menyerang sistem syaraf dan menyebabkan sakit kepala, sedangkan pada pemaparan yang lama akan menyerang organ hati, menyebabkan hepatitis dan penyakit kuning. Dioxin dan furan dapat mengakibatkan kerusakan pada kulit, kanker, gangguan pada sistem reproduksi, dan menurunnya sistem kekebalan tubuh (US EPA, 1997). Bahkan dengan frekuensi pemaparan hanya 10 kali level 2 rendah, dioxin juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit diabetes (Australianpaper, 2007). Studi yang terkait dengan stabilitas AOX terhadap serangan mikrobiologi dilakukan oleh Holmbom menunjukkan bahwa 80% AOX masih terbawa arus sepanjang 16 km aliran sungai, padahal sungai tersebut memberikan pengenceran, hidrodinamika, adanya proses biodegradasi atau fotokimia (Carlberg dalam Pratomo, 2003). Hasil penelitian Brunner dan Pullian menunjukkan bahwa kemampuan untuk mengurangi beban AOX oleh IPAL hanya berkisar antara 27- 29% saja, sehingga diperlukan pencegahan timbulnya AOX sejak awal proses (Pratomo, 2003). Sebagian besar AOX yang berasal dari effluent bleaching memiliki berat molekul yang tinggi. Senyawa dengan berat molekul tinggi biasanya tahan terhadap degradasi biologis (Graves, 1993). Hasil penelitian Verta memberi harapan baru, yaitu bahan-bahan yang kimia yang digunakan tidak berbahaya apabila konsentrasinya rendah dan proses bleaching menggunakan klorine dioksida. Hasil penelitian Verta ini dalam perkembangannya dijadikan acuan untuk menekan atau mereduksi AOX pada industri pulp. Kemudian, penelitian Servos mengembangkan proses pengelantangan pulp yang baru seperti penggunaan H 2O2, Ozonedan Enzyme, yang memberi tingkat toksisitas yang rendah (Pratomo, 2003). Telah ditemukan beberapa cara untuk mengurangi bahkan menghindari terbentuknya AOX, yang paling efektif adalah dengan cara mengurangi dan bahkan menghindari penggunaan bahan-bahan yang dapat menghasilkan AOX (substitusi bahan). Substitusi bahan yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Mengganti penggunaan bleaching agent yang mengandung elemental chlorine (Cl 2) dengan bleaching agent yang tidak mengandung elemental chlorine (elemetal chlorine free, ECF) misalnya ClO 2. Penggantian ini akan mengurangi konsentrasi AOX pada effluent sekitar 3 80% (jika menggunakan Cl 2maka konsentrasi AOX pada air limbah akan berada pada kisaran 3,7-6,8 kg/ADT, sedangkan jika menggunakan ClO 2 konsentrasi AOX-nya akan berkisar pada 0,9-1,7 kg/ADT). 2. Menggunakan proses bleaching yang bebas klorin dengan cara menggantinya dengan non chlorinated bleaching agent (Total Chlorine Free, TCF) seperti O 2 atau H2O2. Dengan cara ini, maka timbulan AOX di air limbah dapat dihindari. Hingga saat ini, secara nasional baku mutu untuk parameter AOX sendiri belum diterapkan di Indonesia. Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang khusus mengatur tentang AOX hingga saat ini belum ada. KepMen LH No. KEP- 51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri yang dijadikan oleh industri pulp dan kertas sebagai acuan pemenuhan baku mutu sejumlah parameter juga belum memuat parameter AOX (Rosita, 2003).