124 Bab VI Penutup VI.1 Temuan Studi Berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah disusun dalam penelitian ini, didapatkan temuan penelitian sebagai berikut: 1. Sebelum relokasi, warga Kampung Waduk Pluit menempati tanah yang tidak diperuntukkan untuk perumahan (tanah milik negara) di bantaran Waduk Pluit. Pembangunan perumahan di bantaran menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir, dengan berkurangnya volume waduk akibat pembuangan sampah yang tidak terkendali. Kelurahan Penjaringan menampung lebih dari 60% penduduk miskin yang berada di Kecamatan Penjaringan, dimana sekitar 80% dari warga miskin tinggal di daerah tanpa RT/RW resmi. Kebanyakan dari warga tinggal pada pemukiman kumuh dengan kondisi yang kurang ideal. Sebagian besar dari warga bekerja sebagai buruh pabrik, buruh pergudangan atau pelelangan ikan, nelayan, kuli bangunan dan pedagang eceran. Kondisi bangunan rumah di wilayah RT 16 banyak yang belum permanen, sedangkan pada RT 17 termasuk dalam golongan semi permanen. Terdapat bangunan rumah terdiri dari lantai terpal maupun pondasi non-permanen, dengan dinding terbuat dari triplek dan kayu yang kualitasnya rendah. Hal ini membuktikan bahwa kondisi rumah yang dihuni oleh warga Kampung Waduk Pluit tidak termasuk dalam kategori layak huni. 2. Proyek JUMFP memiliki dampak pada warga yang tinggal di daerah sekitar proyek pengerukan waduk dan normalisasi sungai, sehingga dalam dokumen KKPK telah disebutkan hak-hak bagi Warga Terkena Proyek (selanjutnya disingkat WTP). WTP dalam KPKK dibagi menjadi dua kategori secara besar, yakni 1) warga terkena sebagai akibat penguasaan kembali tanah negara atau tanah pemerintah; dan (2) warga terkena sebagai akibat pengadaan tanah yang berupa tanah milik. Mayoritas warga yang terkena dampak adalah warga yang tinggal di lahan milik pemerintah. Pada tahun 2012 dan 2013, pemerintah mulai membangun 33 tower rusunawa untuk keperluan relokasi permukiman warga yang tinggal di sekitar sungai dan waduk yang akan dikeruk. Salah satu waduk yang termasuk dalam proyek JUMFP adalah Waduk Pluit, Jakarta Utara. 125 Walaupun terdapat sosialisasi dalam bentuk formal dan informal dari pemerintah, relokasi warga kawasan Waduk Pluit ke rusunawa tidak selalu berjalan lancar. Beberapa warga menolak untuk direlokasi jika pemerintah provinsi DKI Jakarta tidak memenuhi tuntutan mereka berupa pergantian rugi. Dalam pelaksanaannya juga terdapat bentrok antara warga dan satpol PP. Menurut laporan tindak kekerasan oleh warga RT 19/RW 17 Penjaringan, satpol PP melakukan tindak kasar pada saat proses penertiban bangunan, namun pada akhirnya terselesaikan dengan baik. Hal ini menunjukkan adanya resistensi yang cukup kuat dalam proses pemukiman kembali, beberapa diantaranya didasari dengan motif ekonomi karena sudah memiliki rumah permanen atau menyewakan rumah dan tanah kepada warga lain. Dalam realisasi pemenuhan kebutuhan rumah susun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dibantu oleh pihak swasta lain melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) menggunakan dana dari CSR, antara lain PT Kapuk Naga Indah dan PT. Jaladri Kartika Pakci untuk pembangunan 6 Tower rusunawa Muara Baru. Sedangkan untuk pembangunan taman Waduk Pluit dilakukan oleh PT. Jakarta Propertindo. 3. Pada tahap penelitian hasil kuantitatif, ditemukan bahwa terdapat kenaikan pada aset manusia, aset alam serta aset fisik dan infrastruktur. Namun, aset sosial dan ekonomi mengalami sedikit penurunan. Aset sosial mengalami penurunan pada indikator tipe bantuan yang diberikan dan penyebaran informasi, sedangkan aset ekonomi mengalami penurunan pada indikator kepemilikan tabungan dan pengiriman remittances. Pada tahap penelitian kualitatif ditemukan bahwa penghuni mengalami berkurangnya interaksi sosial, partisipasi organisasi yang meningkat, modal sosial masih kuat serta pertukaran informasi lebih banyak dilakukan secara tidak langsung. Penghuni mendapatkan manfaat positif dalam pelaksanaan pelatihan, dan Sebagian besar memiliki asuransi, namun ada yang memilih untuk tidak mengaktifkan asuransi BPJS yang dimiliki.