62 Bab IV Gambaran Umum Wilayah Studi dan Proses Relokasi IV.1 Kawasan Waduk Pluit & Kelurahan Penjaringan Waduk Pluit (asal nama pluit berasal dari kata Belanda fluitschip yang artinya kapal layar panjang berlunas ramping) adalah waduk yang dibangun di Penjaringan, Jakarta Utara. Awalnya lahan ini berupa rawa-rawa. Pemerintah Hindia Belanda meletakkan sebuah fluitschip bernama Het Whitte Paert, yang sudah tidak laik laut di pantai sebelah timur muara Kali Angke sehingga daerah ini mendapat nama Pluit. Menurut Sejarawan JJ Rizal, Pluit termasuk bagian dari rawa yang oleh VOC termasuk bagian dari benteng pertahanan terhadap Banten. Setelah terjadinya banjir besar Batavia 1918, Pluit ditentukan sebagai daerah polder oleh Van Breen sebagai penggagas Kanal Banjir Barat, yang pada kemudian hari didukung oleh Keputusan Peperda Jakarta Raya dan Sekitarnya No. 387/tahun 1960 (Gunawan dalam Sutanudjaja, 2013). Namun, kawasan Pluit mengalami percepatan pembangunan dibawah Otorita Pluit. Daerah Pluit, yang mencakup Muara Karang, Muara Angke dan Teluk Gong dikembangkan menjadi daerah perumahan, industri, waduk dan pembangkit listrik. Pembangunan berlangsung dari tahun 1960an hingga saat diresmikannya Waduk Pluit pada tahun 1981 (Sutanudjaja, 2013). Pengembangan permukiman di daerah Pluit mendorong pekerja pabrik perikanan, nelayan dan buruh pelabuhan di sekitar kawasan Pluit untuk mulai menempati lahan waduk. Pekerja-pekerja tersebut bekerja sama dengan warga setempat untuk membangun di lahan rawa yang ada, sebelum turut memindahkan keluarga mereka sendiri dari kampung (Sawabi, 2013). Kurangnya pengawasan dari pemerintah setempat juga mendorong munculnya permukiman baru, sehingga menyebabkan luas waduk berkurang hingga 20 hektar karena ditutupi oleh tempat tinggal penduduk (Sawabi, 2013). Pemerintah juga mengalami kesulitan untuk membenahi kawasan Waduk Pluit dikarenakan adanya mafia pertanahan yang mengambil kesempatan untuk menguasai tanah di sekitar Waduk Pluit dan menyewakannya kepada warga yang tidak mengetahui legalitas tanah tersebut (Yukadar, 2014). Pada tahun 2013, lahan di sekitar Waduk Pluit yang seharusnya digunakan sebagai resapan dihuni oleh sekitar 17.000 kepala keluarga (megapolitan kompas.com). 63 Pembangunan-pembangunan baru menyebabkan penurunan tanah sebesar 4.1 meter yang terjadi pada satu titik di antara Pluit dan Muara Baru dari tahun 1971 hingga tahun 2010, yang memiliki kemungkinan turut berkontribusi pada bencana banjir yang dialami daerah Pluit. Sampai dengan tahun 2013, terjadi 6 banjir besar di daerah Pluit, salah satunya banjir besar pada tahun 1981. Pompa Waduk Pluit tidak berfungsi akibat adanya pemadaman listrik yang disebabkan oleh banjir, sehingga air menggenangi daerah Penjaringan, Pasar Ikan, Rumah Sakit Universitas Atmajaya dan perumahan mewah Pluit (Sutanudjaja, 2013). Banjir yang semakin akut mendorong Pemerintah DKI Jakarta untuk membenahi sistem pengendalian banjir di Jakarta, salah satunya dengan memulai pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT). Selain program BKT, terdapat gagasan program besar lainnya yakni Proyek Jakarta Urban Flood Mitigation Project dengan harapan sistem pengendalian banjir di Jakarta dapat dibenahi secara keseluruhan. IV.2 Proyek Jakarta Urban Flood Mitigation Project Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP) atau Proyek Darurat Pengendalian Banjir Jakarta dan terakhir disebut juga sebagai proyek Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI), World Bank bekerja sama dengan pemerintah Jakarta pada tahun 2013 untuk membantu membenahi sistem penanganan banjir. Kanal banjir dan waduk retensi di dalam dan sekitar kota Jakarta dikeruk dengan menggunakan peralatan penanggulangans banjir yang diperbarui. Kanal yang tadinya memiliki kedalaman satu meter mengalami pengerukan hingga mencapai kedalaman empat meter. Terdapat 13 sungai dan 5 waduk yang mengalami pengerukan sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel IV.1 berikut. Tabel IV.1 Sungai dan Waduk yang Mengalami Pengerukan Nama Sungai Nama Waduk 1. Kali Tanjungan 9. Kali Grogol-Sekretaris 1.Waduk Pluit 2. Cakung Drain 10. Sodetan Senting Sunter 2.Waduk Melati 3. Kali Angke 11. Kali Cideng 3.Waduk Sunter Utara 4. Kali Kamal 12. Cengkareng Drain 4.Waduk Sunter Selatan 5. Kali Sunter 13. Kanal Banjir Barat 5.Waduk Sunter Timur III 6. Kali Ciliwung Gunung Sahari 7. Kali Krukut – Kali Cideng – Tanah Sereal 8. Kali Jelakeng – Kali Pakin – Kali Besar (Sumber: Kementerian PU, 2013) 64 Tujuan dari JEDI adalah untuk mengurangi dampak banjir tahunan DKI dengan mengeruk saluran air, kanal banjir dan waduk retensi dengan standar praktik internasional, serta memperbaiki kemampuan pemerintah DKI Jakarta melalui pelatihan agar dapat menjalankan dan merawat sistem pengendalian banjir Jakarta seterusnya (World Bank, 2014). Program dilaksanakan setelah disahkannya dua Peraturan Pemerintah (PP) yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2006 dan PP No 54/2005. PP No 2/2006 mengatur Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman yang direvisi menjadi PP No 10/2011 dan disahkan pada November 2011. Sedangkan PP No 54/2005 mengatur Pinjaman Daerah dan direvisi menjadi PP No 30/2011 pada Februari 2012. Gambar IV.1 merupakan peta proyek JUMFP di kota Jakarta. Gambar IV.1 Peta Proyek JUMFP (Sumber: World Bank, 2011) Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia bekerja sama untuk melaksanakan program ini, dengan tujuan utamanya adalah menangani persoalan banjir di Ibu Kota Jakarta. Pihak-pihak yang terlibat antara lain adalah Bank Dunia, Pemerintah pusat, dan Pemprov DKI Jakarta. Dana yang dipinjam dari Bank Dunia senilai 1,35 triliun rupiah (150 juta dollar AS) yang kemudian dibagi antara pinjaman Pemerintah Pusat senilai 631 miliar rupiah dan pinjaman Pemprov DKI Jakarta senilai 724 miliar rupiah (RCUS, 2012). Iwan Gunawan, spesialis Risiko Bencana dari World Bank menyatakan pengerukan tanggul akan meningkatkan kapasitas aliran air, sehingga dapat mengurangi resiko luapan air yang dapat merusak bangunan di sepanjang sungai. Proyek ini telah menunjukkan hasil yang cukup signifikan, dilihat dari data tahun 2007 yang menunjukkan terdapat 200 kelurahan yang 65 tergenang sementara data tahun 2015 hanya 130 kelurahan (Jacobs, 2016). Gambar-gambar berikut merupakan beberapa hasil dari proyek JEDI. Gambar IV.2 (a) Sodetan Ciliwung Dari Udara, (b) Pintu Air Waduk Sunter Setelah Pelaksanaan Proyek JEDI (Sumber: Inilah.com, 2023; JUMFP, 2018) Sebagai bagian dari proyek JUMFP, pemerintah provinsi DKI Jakarta memiliki rencana unuk menormalisasi Waduk Pluit untuk mengembalikan tingkat kedalaman dan fungsi waduk yang berkurang akibat banyaknya sampah dan enceng gondok di dalam waduk. Normalisasi Waduk Pluit meliputi beberapa kegiatan, yakni pengerukan untuk menambah kapasitas penampungan air di kawasan Waduk Pluit, pembersihan sampah di sekitar Waduk Pluit dan relokasi yang dilakukan pada warga di sekitar Waduk Pluit (Yukadar, 2014). Dalam pelaksanaan relokasi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membentuk Resettlement Policy Framework atau Kerangka Kebijakan Pemukiman Kembali (selanjutnya disingkat KPKK).