13 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Perkembangan Perkotaan dan Kebutuhan Air Masyarakat Perkembangan perkotaan atau seringkali dinamakan dengan proses urbanisasi adalah fenomena yang terjadi karena peningkatan populasi beserta dengan aktivitasnya pada suatu wilayah yang menyebabkan adanya perbedaan signifikan antar satu wilayah dengan wilayah lainnya (Sato dan Yamamoto, 2005). Urbanisasi juga seringkali didefinisikan sebagai sebuah proses yang menciptakan suatu ruang dengan karakteristik kota melalui perluasan ruang kota (Merlin dan Choay, 2005). Berdasarkan kedua pendapat tersebut, maka tidak dipungkiri bahwa infrastruktur adalah penggerak utama dalam menciptakan proses urbanisasi tersebut. Perkembangan perkotaan sangat menuntut pembangunan infrastruktur yang efektif dan berkelanjutan mengingat kebutuhan penduduk yang terus bertambah dan bervariasi serta diikuti pula dengan aktivitas harian yang meningkat. Pada tahun 1991, terdapat istilah baru yakni desakota yang digunakan untuk menggambarkan kawasan yang menunjukkan karakteristik campuran antara desa dan kota (McGee, 1991). Konsep tersebut seringkali ditemukan pada wilayah pinggiran perkotaan dan mengalami proses urbanisasi yang tidak sepenuhnya mengubah karakter pedesaan menjadi perkotaan. Sehingga konsep desakota seringkali dianggap sebagai bentuk proses dari perkembangan perkotaan dimana terjadi percampuran karakteristik antara aktivitas pedesaan dan perkotaan. Konsep desakota yang merupakan hasil dari interaksi dinamis antara wilayah perkotaan dan pedesaan dapat memberikan dampak berantai terhadap pertumbuhan wilayah. Salah satu bentuk dari dampak tersebut adalah peningkatan kebutuhan air masyarakat untuk kehidupan hariannya. Samat et al. (2011) berpendapat bahwa faktor meningkatnya kebutuhan air disebabkan karena pertumbuhan kawasan perkotaan ke kawasan pinggiran sehingga kegiatan ataupun pola hidup masyarakat yang mulai bergeser. Selain itu, pertumbuhan penduduk pada kawasan pinggiran juga meningkatkan kerentanan masyarakat yang terjadi akibat semakin langkanya air bersih karena adanya eksploitasi sumberdaya yang terbatas (Neumann et al., 2015). 14 Apabila dikaitkan dengan teori Williamson (1965) tentang regional inequality, maka proses urbanisasi yang berlangsung tidak hanya berpotensi menciptakan urban misery melainkan juga berpeluang mendorong terjadinya ketidaksetaraan dalam pembangunannya. Ketidaksetaraan tersebut masih sering ditemukan pada konsep desakota, dimana seringkali di negara berkembang wilayah perkotaan cenderung lebih mendapatkan investasi dan perhatian dari pemerintah daripada wilayah pedesaan. Salah satu bentuk ketidaksetaraan tersebut dapat dilihat dari pemenuhan kebutuhan akan air bersih yang memadai bagi masyarakat di suatu wilayah. Wilayah pedesaan umumnya masih terkendala dari aspek sumberdaya untuk menyediakan air bersih bagi masyarakatnya, sehingga hal tersebut menyebabkan aksesibilitas air seringkali menjadi masalah utama bagi masyarakat pedesaan. Ketidaksetaraan tersebut dalam jangka panjang dapat memperburuk kesenjangan sosial-ekonomi khususnya bagi masyarakat di wilayah pinggiran atau desakota. Sehingga penting untuk mempertimbangkan konsep inequity dalam perkembangan wilayah desakota sebagai langkah dalam mencegah permasalahan tersebut. Menurut Suripin (2004), air bersih adalah air yang aman dan sehat untuk diminum, tidak berwarna, tidak berbau, dan berasa segar. Sedangkan menurut Kodoatie (2005), air bersih adalah air yang digunakan sehari-hari dalam rumah tangga dan dapat diminum setelah dimasak. Maka definisi air bersih adalah air yang digunakan dalam aktivitas sehari-hari namun belum tentu dapat diminum sebelum dimasak. Kebutuhan air yang paling utama bagi seseorang adalah air bersih karena kehidupan manusia sangat bergantung pada air untuk kehidupan sehari-hari karena air digunakan untuk memenuhi keperluan aktivitasnya. Sehingga air bersih adalah elemen terpenting disebuah kehidupan manusia yang harus dipenuhi dimana air bersih ini bahkan telah dibuktikan memiliki peran yang lebih besar dalam mempertahankan keberlanjutan dan kesatuan sosial (Lestari et al., 2022). 15 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 122 Tahun 2015, penyediaan air bersih merupakan kegiatan pemenuhan aktivitas masyarakat dengan tujuan mereka mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Dikarenakan air bersih merupakan salah satu keperluan paling esensial untuk manusia, maka diperlukan pemenuhan dalam segi jumlah dan kualitas yang memadai. Tapi perlu diingat bahwa permintaan terhadap air bersih akan selalu meningkat seiring berjalannya waktu, sehingga infrastruktur ini sangat memerlukan pengelolaan dan pengawasan terhadap penyediaannya bagi segala aspek kehidupan maupun pembangunan wilayah yang berkelanjutan (UNESCO, 2019). Air yang disediakan bagi masyarakat dapat berasal dari berbagai sumber. Maka apabila ditinjau dari sumbernya, air bersih dapat dibagi menjadi 3 macam yakni air hujan, air permukaan, dan air tanah (PP RI No. 122/2015). Air hujan yakni air yang jatuh dari atmosfer bumi dan dapat digunakan setelah ditampung dalam sebuah bak atau tangki. Kemudian untuk air permukaan mencakupi badan-badan air seperti sungai, danau, dan danau sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air yang telah menyentuh permukaan kemudian dapat mengalami proses pencemaran yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Terakhir, air tanah adalah air permukaan yang menyerap ke dalam tanah dan mengalami penyaringan secara alami. Dikarenakan adanya tahapan filtrasi alami, seringkali air tanah bersifat lebih bersih dibandingkan air permukaan. Namun yang perlu diketahui adalah air tanah mengandung zat mineral yang lebih banyak dibandingkan sumber lainnya. Infrastruktur air bersih memiliki peran dalam mengembangkan pertumbuhan sosial- ekonomi masyarakat disuatu wilayah. Dalam menjaga fungsi infrastruktur tersebut, penting untuk memastikan bahwa air tetap terjaga kualitasnya, maupun terdistribusi secara efektif dan efisien. Sehingga penting untuk didalami terlebih dahulu terkait dengan bagaimana bentuk penyediaan infrastruktur air bersih pada umumnya. Infrastruktur air bersih memiliki alur proses penyediaan yang lumayan kompleks dari hulu (sumber) hingga sampai ke hilir (masyarakat). Ilustrasi dari alur proses penyediaan infrastruktur air bersih secara umum dapat dilihat pada Gambar II.1. 16 Skema tahapan infrastruktur air bersih dibagi menjadi 2 sistem utama yakni sistem produksi dan sistem distribusi. Sistem produksi bertanggung jawab dalam mengambil dan memproses air dari sumber menjadi air bersih yang dapat digunakan dengan aman. Sementara sistem distribusi bertanggung jawab dalam mengalirkan air bersih yang telah diproses menuju masyarakat atau tempat-tempat penggunaan akhir. Gambar II. 1 Alur Operasional Infrastruktur Air Bersih Sumber: Peraturan Menteri PUPR No. 18 Tahun 2007 Infrastruktur air bersih memiliki fungsi yang signifikan dalam perkembangan wilayah dan kota. Seiring dengan pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang pesat, demand terhadap air bersih pun kian meningkat yang akhirnya menyebabkan timbulnya urgensi distribusi air yang efektif dan sustainable. Tantangan utama dalam pengembangan infrastruktur air bersih disebuah wilayah adalah bagaimana infrastruktur tersebut dapat dikelola dan dijaga sifat keberlanjutannya. Terdapat berbagai macam faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari air bersih tersebut, sehingga diperlukannya perencanaan yang tepat akurat dalam menghasilkan sistem yang inovatif untuk menjaga keberlanjutan infrastruktur air bersih disuatu wilayah.