73 BAB 5 MANIFESTASI KOMODIFIKASI LAHAN PADA WILAYAH PERI-URBAN IKN Pada bab 5 ini berisikan analisis dari masing sasaran satu, yang meliputi bentuk dan karakteristik komodifikasi lahan pada wilayah peri-urban IKN. 5.1 Bentuk Komodifikasi Lahan Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana gambaran dan bagaimana bentuk fenomena komodifikasi lahan yang terjadi pada wilayah peri-urban IKN baik secara dimensi fisik, finansialisasi, maupun regulatif. 5.1.1 Bentuk Komodifikasi Fisik Bentuk komodifikasi ini melihat bagaimana perubahan atau modifikasi lahan peri- urban IKN secara fisik dengan orientasi penambahan nilai di masa depan baik pada skala individu, koridor, maupun kawasan. Secara umum, bentuk-bentuk komodifikasi fisik lahan yang sering dijumpai adalah berupa pembangunan kontrakan dan kostan yang dilakukan oleh masyarakat pada wilayah I secara masif dikarenakan sebagai upaya untuk menangkap peluang demand tempat tinggal tenaga kerja yang berasal dari proyek konstruksi IKN. Bentuk kontrakan (Gambar 5.1 dan Gambar 5.2) yang dibangun bervariasi bergantung pada modal awal pemilik lahan, kestrategisan lokasi, serta aksesibilitas dari kontrakan menuju tempat proyek. “Untuk saat ini kebanyakan masyarakat inginnya bikin kos atau kontrakan itu mas, karena lihat pasar yang ada sekarang sedang dikejar untuk yang kerja di IKN kan banyak, sedangkan mess pekerjanya gak mencukupi……., jadinya mau gak mau pekerja yang sekian ribu orang itu mencari tempat untuk tinggalnya ya terpaksa di desa-desa sekitar ini”. (Pak Arief, 29 April 2024) “Kalau yang masuk dari jalan poros ini kebanyakan mereka bangunnya berupa rumah- rumah petak yang disewain macem-macem mulai 400.000 sampai 4 juta juga ada per bulan yang ber ac”. (Pak Adi, 1 Mei 2024) Hamparan lahan yang masih terbuka pada halaman belakang tanah warga kerap digunakan sebagai tempat komodifikasi lahan untuk kontrakan ini, selain berupa pembangunan rumah petak, masyarakat juga menyewakan keseluruhan rumahnya untuk dihuni pekerja proyek IKN, pemilik rumah tersebut kemudian tinggal di rumah kedua atau di wilayah sekitar Sepaku. 74 “Biasanya kalo yang bikin bangunan kontrakan itu dibikinnya di belakang rumahnya sekarang kan masih ladang atau belukar, ada juga yang serumah dikontrakin buat pekerja, orange terus tinggal di tempat lain………., biasanya ya masih di sini-sini aja pindahnya punya rumah lain.” (Bu Dirna, 30 April 2024) Selain komodifikasi fisik berupa kontrakan, bentuk yang kerap dijumpai adalah berupa pembangunan warung atau kios mini yang menjual makanan dan minuman ringan (Gambar 5.3 dan Gambar 5.4). Beberapa dari kios makanan ini juga sekaligus menyediakan paket makanan atau katering bagi pekerja-pekerja di proyek IKN sehingga keuntungan yang didapat sangat drastis akibat adanya proyek IKN tersebut. “Awalnya ya karena ada pekerja-pekerja buat proyek di IKN itu mas jadi kami sediakan katering juga disini Alhamdulillah selalu laku keras karena tiap hari orang kerja lewat di sini, sekarang kalo jual-jual apa aja udah langsung laku soalnya yang lewat sini sekarang jadi rame” (Pak Adi, 30 April 2024) Gambar 5.1 Bangunan Kontrakan Pegawai IKN di Desa Bumi Harapan Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 Dengan adanya permintaan yang tinggi dari pekerja-pekerja IKN tersebut, modifikasi lahan untuk jasa-jasa lainnya juga mulai tumbuh dan dibangun di pinggir poros utama jalan sebelah atau depan rumah utama, khususnya pada wilayah I, mulai menjamur jasa layanan seperti jasa laundry, tukang cukur (Gambar 5.7), cuci motor, cuci mobil (Gambar 5.5) maupun kounter pulsa atau toko elektronik skala kecil (Gambar 5.8), selain itu pula pemenuhan kebutuhan pangan 75 juga terpenuhi ditandai dengan adanya beberapa rumah makan (Gambar 5.6 dan Gambar 10) serta usaha katering yang mulai berkembang (Gambar 5.9) Gambar 5.2 Bangunan Kontrakan Pegawai di Desa Bukit Raya Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 “Sekarang orang-orang ya mulai bikin usaha apapun yang mereka bisa mas, mulai dari cukur rambut, cuci motor, laundry gitu ya karena kalo tiap hari pekerja proyeknya pulang kan pasti tinggal capeknya, gak mau ribet, jadi misalnya pakaian tinggal nyuciin di laundry, truknya juga pasti kotor kan, jadi dicuciin juga…….., biasanya lahan usahanya kalo jasa-jasa gitu ya depan rumah aja dipetakin atau sampingnya” (Pak Arief, 29 April 2024) “Yang punya kelebihan rejeki tadi ya menyesuaikan dengan budgetnya, yang lebih ya bisa membangun kos-kos an/kontrakan. Kalo yang tidak mendapat ganti kerugian ya jualan aja makanan, nasi bungkus gitu, kue-kue di pinggir jalan. Jadi para pekerja IKN pagi-pagi tuh langsung ngeborong itu, habis.” (Pak Adi, 26 April 2024) Gambar 5.3 Pengembangan Toko Kelontong di Desa Sukaraja Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 76 Gambar 5.4 Pengembangan Toko Kelontong di Desa Bukit Raya Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 Gambar 5.5 Pengembangan Tempat Cuci Kendaraan di Desa Sukaraja Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 Pada wilayah peri-urban IKN, semakin dekat dengan KIPP diversifikasi modifikasi lahan untuk berbagai usaha semakin banyak, semakin menjauh maka semakin sedikit baik dari jumlah usaha dan jenisnya. Pada wilayah II, yang mana masih masuk ke dalam KIKN namun ada pada perbatasan menuju KPIKN, fenomena komodifikasi fisik ini masih cukup jarang ditemui baik berdasarkan hasil observasi maupun wawancara. “Kami sih belum khawatir kalau di Desa Tengin sini masyarakatnya masih adem ayem belum ada yang terlalu bingung keburu mbangun ini itu, paling kalau yang sekarang 77 mulau dibikin warga itu yang kontrakan tapi pelayananannya untuk yang proyek bendungan Sepaku-Semoi itu, bukan dari IKN nya.” (Bu Sri, 29 April 2024) “Kalau di Desa Argomulyo ini masih kebun-kebuh semua mas, belum kesentuh pembangunan IKN nya, ini juga rumah masih satu-dua, pasar yang di sana itu juga sudah ditutup. Orang-orang juga belom ada yang buka usaha-usaha mas di sini masih sepi”. (Pak Sutaryo, 4 Mei 2024) Gambar 5.6 Pengembangan Fasad Menjadi Rumah Makan di Desa Tengin Baru Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 Gambar 5.7 Pengembangan Barber Shop di Desa Sukaraja Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 78 Gambar 5.8 Pengembangan Toko Elektronik di Desa Tengin Baru Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 Secara umum praktik konstruksi fisik atas komodifikasi lahan skala individual ini dilakukan secara bertahap (incremental). Permulaan atas pengembangan lahan berupa sumber daya lahan yang telah tersedia kemudian memudahkan adanya proses konstruksi di samping faktor geografis yang tidak terlalu sulit pada Wilayah Sepaku. “Sudah, sudah mulai jadi sebagian itu. Yang tokonya dah jadi. Itu 7 x 17. Itu bakal di sambung lagi tapi nunggu tukangnya dulu. Nambah jadi 8,5. Tapi sudah ku pasang cor- cor gitu.” (Pak Marimin, 1 Mei 2024) “Secara kemiringan dan tanah nya cukup mudah untuk dikembangkan disini jadi dari tanah yang transmigrasi tahun 80 an itu dipasangi slop slop nerus aja.” (Pak Aper, 29 April 2024) 79 Gambar 5.9 Pengembangan Usaha Katering di Desa Sukomulyo Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 Gambar 5.10 Pengembangan Usaha Rumah Makan di Sepaku Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 Pada wilayah III, pada dasarnya merupakan wilayah dengan karakteristik yang cukup unik karena telah berada pada luar zona penetapan IKN. Hal tersebut menjadikan regulasi terkait pengendalian pembangunan khusus yang ada pada delineasi IKN tidak berlaku lagi. Pada wilayah ini spekulasi dan komodifikasi lahan lebih banyak terbentuk dari upaya pematangan lahan yang dilakukan oleh masyarakat. 80 “Masuk ke dalam itu sekitar 500 meteran kami diberikan hak untuk mengelola hutan sebagai kelompok tani. Tapi sebagian dari pada hutan yang kami miliki dari wilayah eeee adat kawasan adat itu kami diberi wewenang untuk mengganti rugikan kepada orang yg berminat di wilayah tsb,karena itukan termasuk hutan. Di dalam wilayah hutan itukan nntinya ada di bentuk salah satu kelompok tani yg bertujuan kedepannya ada pengembangan-pengembangan seperti misalnya pembudidayaan kultikultura untuk meningkatkan pertanian kami mumpung kami dekat IKN. Jadi jaraknya dari titik nol ke wilayah yang kami jual itu kurang lebih dari 20km yaa,itu saja sepengetahuan kami dan selama ini kami ini yg dikatakan menjual2 bukan dikatakan menjual namanya,kalau menjual mahal pak, terus terang aja saya yaa. Kalau menjual itu per- meter kami jual…………….., Dia membayar ke kami untuk pembersihan bukan penjualan kami tidak menjual, hanya pembersihan saja dan itupun saya sendiri.” (Pak Shidiq, 27 April 2024) Pada wilayah III ini bentuk komodifikasi yang diharapkan masyarakat adalah peningkatan nilai lahan akibat limpasan pemindahan masyarakat desa yang terkena pembebasan lahan akibat pengembangan IKN, ataupun melihat potensi pembelian- pembelian lahan yang sangat mungkin dilakukan oleh warga ataupun aktor-aktor lain yang membutuhkan lahan sebagai fungsi penyangga dalam pembangunan IKN seperti untuk fungsi perumahan, komersial, industri dll. Bentuk komodifikasi lahan yang terjadi pada wilayah III ini banyak dijumpai berupa clean and clear lahan bekas perkebunan industri yang telah habis masa konsensinya sehingga dialihkan haknya ke kelompok tani. Perkebunan tersebut adalah pekerbunan sawit dan Eucayptus. Proses pembersihan lahan kasar menjadi lebih matang (Gambar 5.13) dilakukan oleh kelompok tani dan dikomoditaskan ke pasar untuk jasa pembersihan penkavlingannya. Selain upaya komodifikasi dari pihak kelompok tani, pada wilayah III juga terdapat tekanan permintaan dari pihak pengembang swasta dalam merespon spillovering pembangunan di masa depan khusunya di perbatasan Kota Balikpapan – IKN. 81 Gambar 5.11 Pengembangan Bangunan Kontrakan di Desa Argomulyo Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 Gambar 5.12 Pengembangan Bangunan Kontrakan di Kelurahan Maridan Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 Secara fisikal, pengembangan yang diinginkan adalah untuk fungsi akomodasi baik hunian tinggal maupun penginapan (Gambar 5.11 dan 5.12). Selaras dengan visi pengembang, pengembangan lahan untuk residensial ini akan menangkap pasar pendatang IKN yang nantinya berpikir akan memilih lokasi hunian yang lebih dekat dengan kota pusat pertumbuhan eksisting. Selain itu, juga dalam rangka memenuhi backlog rumah yang masih berkisar 5.000-an unit di Kota Balikpapan. Lebih jauh, prinsip penyediaan untuk hunian ini diprioritaskan dalam target investasi dengan kerjasama pemerintah dan swasta kendati belum terdapat sinkronisasi lebih jauh. 82 “Jadi ya investment nya gak main main. Termasuk ada beberapa kavling yang akan dibangun hotel” (Pak Piratno, 25 April 2024) “Makanya disinikan kami disini sudah memikirkan hunian berimbang itu. Perintah langsung dari presiden jangan hanya perumahan ini dibangun kami juga harus bekerja sama badan usaha kami itu dengan pihak pihak swasta untuk kewajiban mereka untuk menantukan sekian persen hunian berimbang.” (Pak Firyadi, 25 April 2024) Gambar 5.13 Pematangan Lahan pada Wilayah III Kecamatan Riko Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024 83 Berdasarkan temuan-temuan terkait bentuk komodifikasi lahan secara fisik tersebut maka fenomena tersebut dapat didiagramatisasi melalui skema berikut ini (Gambar 5.14). Gambar 5.14 Skema Komodifikasi Fisik Lahan Sumber: Hasil Analisis, 2024 5.1.2 Finansialisasi Komoditas Lahan Secara mekanisme finansialisasi, komodifikasi lahan pada wilayah peri-urban IKN dapat dilihat dari sistem transaksi atas lahan yang terjadi. Pada sisi masyarakat, transaksi tanah terjadi secara informal dilihat dari transaksi pada aset lahan yang ada baik untuk jual-beli maupun sewa-menyewa. Adanya aturan land freezing yang sempat membatasi adanya upaya transaksi jual beli dan pelegalan sertifikat tanah menjadikan masyarakat melakukan transaksi terhadap komoditas tanah ini secara di bawah tangan. Hegemoni terhadap perubahan nilai lahan telah terjadi sejak pertama adanya berita penetapan IKN pada daerah Sepaku, dan masih berlangsung hingga saat ini. Peningkatan permintaan atas pembelian lahan dan properti akibat berita penetapan ini dirasakan tidak hanya di Kalimatan Timur, namun hingga ke berbagai daerah di Indonesia mulai berpikir untuk berspekulasi membeli aset lahan di sekitaran wilayah Sepaku. “Pas awal-awal ada berita heboh soal penetapan IKN itu mas, kantor-kantor desa banyak didatangi warga buat mulai ngurus administrasi tanah mereka. Gak hanya dari desa sini aja, ya banyak dari luar Sepaku juga, luar jawa juga banyak perwakilan- 84 perwakilan dari industri. Ya biarpun beberapa minggu kemudian ada aturan yang gaboleh jual beli tanah itu, akhirnya ya berlahan warga disosialisasikan dan ngerti kalo lebih baik emang gak dijual aja.”.