Hasil Ringkasan
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Cekungan Bandung memiliki ketinggian antara 650 MSL dan 2300 MSL dengan elevasi rendah di bagian tengah dan memiliki elevasi tinggi di sekelilingnya. Menurut Van Bemmelen (1949), Cekungan Bandung mengalami evolusi tatanan geologi. Dalam fisiografi Jawa Barat, Cekungan Bandung termasuk dalam Zona Depresi Tengah Jawa Barat. Fisiografi Jawa Barat memiliki karakteristik geologi terdiri dari pedataran alluvial, perbukitan lipatan dan gunung api. Pada zona Bandung memiliki banyak gunung api baik yang sudah tidak aktif dan gunung api yang masih aktif. Gunung api tersebut diantaranya adalah Gunung Tangkubanprahu, Gunung Bukittunggul, Gunung Manglayang, Gunung Patuha, Gunung Malabar yang terletak di sekitar Cekungan Bandung. Gunung api ini berperan sebagai penangkap hujan yang baik karena material-material gunung api bersifat porous sehingga dapat menjadi daerah penyimpan air yang baik, serta sumber yang potensial untuk sungai-sungai disekitarnya. Banyaknya lereng-lereng gunung atau bukit yang mengelilingi Cekungan Bandung menyebabkan banyaknya area resapan air yang selanjutnya akan mengalir ke Cekungan Bandung untuk disimpan sebagai cadangan air. Namun, karena perkembangan industri yang semakin meningkat disertai dengan peningkatan infrastruktur yang dibutuhkan oleh penduduk, terutama di lereng pegunungan, menyebabkan area resapan air berkurang sehingga berdampak pada krisis air tanah. Selain itu, jika volume air yang mengalir banyak dan area penyerapan air yang berkurang, dapat menyebabkan banjir. Berdasarkan peta konservasi air tanah, kondisi umum air tanah di wilayah Cekungan Bandung cukup baik, namun di beberapa wilayah terdapat situasi kritis, seperti Cimahi, Margahayu-Kopo, Dayeuhkolot, Majalaya, dan Rancaekek. Zona kritis air tanah di wilayah Cekungan Bandung ini sangat erat kaitannya dengan keberadaan industri (Abdurrahman, 2022). Abidin dkk. (2008) melakukan survei time-lapse GPS dan teknik InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar) pada Februari 2000 – Agustus 2008 yang membuktikan adanya penurunan permukaan tanah yang signifikan di kawasan industri tekstil disebabkan oleh ekstraksi air tanah yang berlebihan. Laju penurunan permukaan tanah ini berkorelasi dengan laju penurunan muka air tanah di Cekungan Bandung. Lokasi area penelitian di Kampung Cimeta, Desa Tugumukti, Kec. Cisarua berada pada lereng Gunung Tangkuban Perahu. Dalam mengatasi dan mencegah krisis air di Desa Tugumukti maka perlu dilakukan pemetaan zona akuifer. Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 2 Gambar I.1 Lokasi penelitian ditunjukkan dengan kotak warna merah (Hutasoit, 2009) Metode geolistrik dan metode gravitasi merupakan salah satu metode geofisika yang dimanfaatkan dalam eksplorasi sumber daya alam bawah permukaan. Metode geolistrik digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan berdasarkan parameter resistivitas tanah hingga kedalaman ratusan meter, sehingga sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akuifer yaitu lapisan pembawa air.