137 Bab VI Kesimpulan Dan Rekomendasi Pada bagian ini akan dijabarkan hasil temuan dari penelitian, kesimpulan penelitian, rekomendasi yang dapat menjadi pertimbangan, kelemahan dalam penelitian, serta saran untuk penelitian lanjutan untuk melengkapi penelitian ini. VI.1 Temuan Penelitian Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, memberikan wawasan mendalam terhadap fenomena yang diteliti, serta membuka peluang untuk pemahaman yang lebih baik terkait masalah yang sedang diteliti. Bagian ini akan membahas temuan studi berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam implementasi Bangunan Hijau terbagi menjadi hambatan pemerintah meliputi kurangnya kebijakan, instrumen, dan skema insentif untuk Bangunan Hijau. Selain itu, kurangnya keselarasan pemahaman antar stakeholder juga menjadi hambatan. Sistem rating yang dikembangkan oleh Kementerian PUPR memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan greenship dan edge. Hingga saat ini belum ada bangunan yang telah tersetifikasi BGH di DKI Jakarta. Namun, verifikasi pada provinsi DKI Jakarta sudah mulai berjalan, telah melakukan proses 1 sertifikasi hijau yaitu pada Gedung ESDM dan Rumah Sakit Dharmais. Rendahnya permintaan terhadap Bangunan Hijau bukan merupakan hambatan dalam implemetasi, hal ini dikarenakan bangunan yang telah tersertifikasi BGH alan memiliki nilai jual yang lebih tinggi serta. Selanjutnya, faktor yang menjadi hambatan adopsi meliputi biaya dan risiko yang tinggi, kurangnya pengetahuan, teknologi, dan sumberdaya manusia serta dibutuhkan waktu yang lebih lama pada proses perencanaan dan pembangunan. 2. Prioritas bentuk insentif untuk meningkatkan adopsi Bangunan Hijau berdasarkan responden yang mewakili pemerintah, menunjukkan bahwa jenis 138 insentif yang paling mendorong adopsi Bangunan Hijau adalah insentif keuangan berupa pajak (skor 0.210). Selanjutnya, insentif percepatan perizinan menduduki peringkat kedua (skor 0.198), diikuti oleh Eco-labelling (skor 0.149) dan bantuan teknis (skor 0.147). Sementara itu, menurut perspektif pihak swasta, insentif berupa pengurangan pajak (skor 0.303) menjadi prioritas utama, diikuti oleh bonus kepadatan (skor 0.167) dan percepatan perizinan (skor 0.10). Berdasarkan responden yang mewakili akademisi, insentif pajak (skor 0.303) memiliki pengaruh paling besar untuk meningkatkan adopsi Bangunan Hijau. VI.2 Kesimpulan Kesimpulan pada penelitian ini berusaha untuk menjawab tujuan penelitian ini. Berdasarkan analisis deskriptif dapat diidentfikasi Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam implementasi Bangunan Hijau dan memberikan prioritas bentuk insentif untuk meningkatkan adopsi Bangunan Hijau. Faktor utama yang menghambat peningkatan adopsi Bangunan Hijau di DKI Jakarta yaitu kurangnya skema insentif/pembiayaan untuk mendorong pembangunan hijau, kurangnya regulasi terkait Bangunan Hijau, serta biaya awal dan operasional yang lebih tinggi untuk konstruksi dan material ramah lingkungan. Rendahnya minat terhadap Bangunan Hijau bukan menjadi kendala utama dalam meningkatkan adopsi Bangunan Hijau. Namun, menurut penelitian Basten (2018) dibandingkan dengan negara lainnya, pertumbuhan Bangunan Hijau di Indonesia tergolong rendah. Dengan menggunakan metode AHP, dapat dirumuskan prioritas bentuk insentif berdasarkan responden yang mewakili pemerintah, pihak swasta dan akademisi. Tiga bentuk insentif dengan skor preferensi tertinggi berupa pengurangan pajak, bonus kepadatan, dan percepatan perizinan. Jenis insentif pajak telah diaplikasikan pada beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Malaysia, India, dan Spanyol, yang terbukti sangat efektif untuk meningkatkan adopsi Bangunan Hijau. Insentif bonus kepadatan lantai juga terbukti sangat efektif dan telah diterapkan di Hong Kong, Singapura, India, dan Amerika Serikat (Saka, Olanipekun and Omotayo, 2021; Fan, 139 Chan and Chau, 2018; Wong et al., 2013; Yudelson Associates, 2007; Shazmin, Sipan and Sapri, 2016; Fan and Wu, 2020). Komitmen terhadap keberlanjutan di perusahaan merupakan faktor penting yang dapat secara signifikan mendorong adopsi Bangunan Hijau. Dengan adanya komitmen ini, semakin banyak perusahaan yang memilih untuk membangun Bangunan Hijau. VI.3 Rekomendasi Hasil Analisis pada studi ini menjadi salah satu opsi rekomendasi yang dapat dipertimbangkan dalam penyusunan kebijakan untuk mempercepat adospi Bangunan Hijau di DKI Jakarta. Berikut adalah beberapa rincian rekomendasi yang dihasilkan: 1. Pemerintah Pusat dapat mengeluarkan peraturan yang lebih spesifik mengenai Bangunan Hijau, terutama dalam skema pemberian insentif dan pembiayaan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan insentif keuangan melalui pengurangan pajak, bonus kepadatan dan percepatan perizinan untuk mempercepat transformasi bangunan konvensional menjadi Bangunan Hijau.