84 Bab III Metodologi Penelitian Pada bab metodologi penelitian membahas tahapan selanjutnya yaitu penentuan teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, penentuan variabel penelitian, serta teknik analisis data. III.1 Pendekatan Dan Metode Penelitian Metode penelitian dalam penelitian ini adalah campuran (mixed methods) dari penggabungan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Studi metode campuran digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang luas dan mendalam serta untuk menguji validitas. Mengenai metode penelitian yang dipilih dalam studi ini, metode campuran diadopsi karena dianggap paling cocok untuk menjawab pertanyaan penelitian ini, karena apat mengoptimalkan kelebihan masing-masing pendekatan kuantitatif dan kualitatif (Fadil, Davis and Geraghty, 2023). Penelitian kualitatif berkaitan dengan pemahaman aspek kehidupan sosial dan metode yang menghasilkan kata-kata sebagai data untuk analisis. Metode kualitatif umumnya bertujuan untuk memahami pengalaman terhadap suatu fenomena. Sementara itu, metode kuantitatif bertujuan untuk mengukur fenomena dalam bentuk angka atau presentase, sehingga mampu menghasilkan data yang lebih akurat (McCusker and Gunaydin, 2015). Pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang perspektif stakeholder terkait faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam implementasi Bangunan Hijau di DKI Jakarta dan alternatif prioritas bentuk insentif untuk meningkatkan adopsi Bangunan Hijau di DKI Jakarta. Pendekatan kualitatif merupakan proses pengembangan penjelasan tentang fenomena atau topik tertentu (Hancock et al., 2009). Pendekatan kualitatif memberikan manfaat dari fleksibilitas data dan tingkat umpan balik dalam menjelaskan fenomena yang sulit diukur (Real, Sierra and Almena, 2016). Dalam konteks penelitian ini, metode ini untuk membantu mengeksplorasi secara mendalam terkait pemahaman, pengalaman dan pandangan 85 seseorang ahli terkait Bangunan Hijau. Dengan melakukan wawancara, peneliti dapat menggali informasi lebih dalam yang tidak dapat diperoleh melalui metode lainnya. Pada awalnya, peneliti mengumpulkan data terkait hambatan adopsi Bangunan Hijau pada beberapa negara, selanjutnya mengategorikan hambatan berdasarkan studi literatur. Kategori tersebut berupa pemerintahan, marketing, biaya dan risiko, pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia, dan waktu. Kemudian untuk menggali lebih dalam peneliti melakukan wawancara kepada stakeholder. Selanjutnya, metode AHP membantu dalam mengidentifikasi preferensi dan bobot relatif dari kriteria yang relevan dalam pengambilan keputusan terkait insentif Bangunan Hijau. Metode ini melibatkan penggunaan matriks perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot relatif dari setiap kriteria (Gompf, Traverso and Hetterich, 2021). Setelah melakukan pengisian kuesioner AHP, untuk mengeksplorasi berbagai aspek yang mungkin tidak terungkap melalui survei atau metode kuantitatif lainnya maka dilakukan wawancara untuk memungkinkan para responden untuk menjelaskan secara rinci serta memberikan insight yang lebih kaya terkait insentif Bangunan Hijau (Real, Sierra and Almena, 2016). III.2 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari obyek penelitian, adapun data sekunder akan diperoleh dari berbagai literatur terkait Bangunan Hijau, baik hambatan pada berbagai negara serta efektivitas pemberian insentif untuk mendorong adopsi Bangunan Hijau. Dalam penelitian ini, narasumber dipilih melalui metode purposive sampling, yang artinya narasumber kunci yang dianggap memiliki kompetensi atau pengetahuan yang relevan dengan topik penelitian telah ditetapkan terlebih dahulu. Informasi tambahan kemudian diperoleh dari narasumber lain melalui teknik snowballing (Tongco, 2007). Penelusuran narasumber akan dihentikan jika tidak ada informasi tambahan yang diperoleh atau jika terdapat kendala dalam hal dana atau waktu. Pada penelitian ini, data dikumpulkan melalui metode wawancara dan kuesioner. 86 III.2.1 Wawancara Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan data primer terkait faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam implementasi bangunan hijau di DKI Jakarta. Wawancara ini melibatkan perwakilan dari pemerintah, akademisi, dan pihak swasta di bidang bangunan hijau. Wawancara dilakukan dengan berbicara langsung kepada informan yang relevan. Tujuan utama wawancara ini adalah mengidentifikasi hambatan dalam implementasi bangunan hijau guna mendorong adopsinya berdasarkan preferensi para pemangku kepentingan bangunan hijau. Pertanyaan yang digunakan bersifat terbuka, meminta informan untuk memberikan jawaban atas setiap pertanyaan yang disampaikan. Pertanyaan dalam wawancara telah difokuskan pada hambatan implementasi bangunan hijau, sehingga topik wawancara tidak terlalu meluas ke area yang tidak relevan. Dalam penelitian ini, dilakukan wawancara semi-struktur dengan memulai isu-isu yang tercakup dalam pedoman wawancara. Urutan pertanyaan tidaklah seragam untuk setiap peserta, bergantung pada jalannya wawancara dan jawaban individu. Namun, pedoman wawancara memastikan peneliti dapat mengumpulkan jenis data yang sama dari setiap peserta. Peneliti dapat mengembangkan pertanyaan dan menentukan isu-isu yang ingin diangkat. Pendekatan ini dapat membantu menghemat waktu penelitian (Rachmawati, 2007). Data atau informasi yang diperoleh melalui wawancara ini akan diubah menjadi teks dan disusun menjadi transkrip. Transkrip tersebut kemudian akan divalidasi ulang oleh narasumber untuk memastikan akurasi dan kesesuaian informasi yang tercatat. III.2.2 Kuesioner Kuesioner dalam penelitian ini digunakan dalam metode Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengidentifikasi prioritas bentuk insentif yang dapat meningkatkan adopsi bangunan hijau di DKI Jakarta. Menurut penelitian tentang penggunaan AHP dalam penelitian, tidak ada standar minimum untuk ukuran sampel AHP karena ukuran sampel yang diperlukan dapat bervariasi tergantung pada kompleksitas permasalahan yang diteliti. Metode AHP menjadi tidak praktis untuk survei dengan 87 ukuran sampel yang besar karena dapat meningkatkan risiko inkonsistensi dalam jawaban yang diberikan oleh responden. Oleh karena itu, peneliti perlu mempertimbangkan kembali penggunaan metode AHP dalam survei dengan ukuran sampel yang besar dan mencari alternatif yang lebih efisien. Selama sesi pengisian kuesioner AHP, para peserta diberikan pertanyaan secara terpisah dan hasil dari partisipan lain tetap dirahasiakan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi bias dan memastikan bahwa hasil dari setiap responden dapat dievaluasi secara independen tanpa pengaruh dari peserta lainnya (Wan Rodi et al., 2022). Terdapat 6 responden yang dianggap mewakili Pemerintah, 6 responden yang mewakili pihak swasta, dan 5 responden yang dianggap mewakili akademisi. Perwakilan Pemprov DKI Jakarta yang dipilih sebagai responden pada tahap ini mengacu pada Pergub DKI Jakarta No.60 Tahun 2022 tentang perangkat daerah yang melakukan pembinaan BGH. Mengacu pada peraturan tersebut, maka responden yang dianggap mampu mewakili Pemerintah Pusat yaitu Direktorat Jendral Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DJCK Kementerian PUPR) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves). Responden yang mewakili Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah Biro Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Biro PLH), Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi (DCKTRP), Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman Provinsi (DPRKP), Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), dan Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi). Responden yang mewakili pihak swasta terbatas kepada pihak konsultan yang telah menyelesaikan proyek terkait dengan Bangunan Hijau dan memiliki kemampuan dalam melakukan sertifikasi rating Bangunan Hijau. Beberapa pihak swasta yang menjadi responden yaitu: Direktur PT. Yodaya Hijau Bestari, Direktur PT.