1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan total 17.499 pulau, luas total wilayah Indonesia mencapai sekitar 7,81 juta km 2 . Dari luas wilayah tersebut, sekitar 3,25 juta km 2 merupakan perairan laut, sementara 2,55 juta km 2 adalah Zona Ekonomi Eksklusif. Hanya sekitar 2,01 juta km 2 yang merupakan daratan. Dengan demikian potensi kelautan dan perikanan Indonesia sangat besar dengan luasnya wilayah laut yang dimiliki (Pratama, 2020). Dalam upaya mengoptimalkan potensi kelautan Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono memberikan lima arahan utama yakni penambahan luas kawasan konservasi laut; penangkapan ikan terukur berbasis kuota; pengembangan budi daya laut, pesisir, dan darat secara berkelanjutan; pengelolaan dan pengawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan pembersihan sampah plastik di laut (Arifin, 2023). Meskipun Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi hasil laut yang besar, kontribusi sektor perikanan dan hasil laut terhadap PDB dan kesejahteraan masyarakat pesisir masih rendah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal 2 tahun 2020, kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap PDB Indonesia hanya mencapai 3,7%. Hal ini mencerminkan potensi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan, mengingat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat bahwa sektor ini memiliki potensi yang sangat besar, mencapai 1,3 kali lipat dari PDB atau sekitar 130% (Pebriyanto, 2020). Masih adanya disparitas pembangunan sektor perikanan di Indonesia, baik dalam skala nasional maupun pada tingkat administrasi pengelolaan yang lebih lokal. Meskipun pemerintah telah membangun berbagai infrastruktur seperti pelabuhan perikanan dan tempat pendaratan ikan di berbagai wilayah, hasil yang diperoleh belum mencapai tingkat kepuasan yang diharapkan. Selain itu, berbagai model pengaturan dan kebijakan yang diterapkan belum sepenuhnya mampu mengatasi masalah-masalah mendasar yang ada (Hidayat, 2020). 2 Potensi laut yang melimpah tidak menjamin kesejahteraan para pelaku ekonomi di sektor perikanan. Nelayan tradisional masih terkait dengan tingkat kemiskinan dan keterbelakangan. Para nelayan tradisional menghadapi berbagai masalah, termasuk kurangnya keterampilan, fasilitas terbatas, dan persaingan yang sangat ketat. Di lain sisi, adanya praktik perdagangan ikan yang tidak transparan. Sebagai pihak yang memegang peran utama dalam sektor perikanan, nelayan menghadapi berbagai keterbatasan dalam memasarkan produk tangkapan mereka. Dalam hal pemasaran hasil tangkapan, nelayan di lapangan menghadapi keterbatasan teknologi dan opsi pasar yang pada akhirnya menyebabkan tingkat penghasilan nelayan cenderung rendah. Belum adanya kesadaran masyarakat dalam memasarkan produk secara digital sebagai solusi untuk menghubungkan antara komunitas nelayan sebagai produsen dengan konsumen akhir yang memanfaatkan produk-produk perikanan dan kelautan melalui penggunaan teknologi informasi (Febryanti & Utami, 2020). Dalam mendukung visi dan misi pembangunan daerah, pemerintah Kabupaten Natuna telah menetapkan strategi pengembangan UMKM lokal untuk meningkatkan peran masyarakat dalam perekonomian daerah. Beberapa program telah dilakukan, seperti membangun Rumah Kemasan untuk UMKM guna meningkatkan kualitas produk dan kemasan untuk bersaing dengan produk dari daerah lain. Namun, kondisi saat ini menemui kendala pemasaran yang masih terbatas. Oleh karena itu, disarankan untuk menggunakan teknologi informasi dan sistem pemasaran online (E-Marketing) agar produk UMKM bisa lebih luas dikenal, bahkan hingga pasar global (Natuna News, 2018) . Sama halnya dengan kerupuk atom yang merupakan produk industri olahan khas Natuna yang berbahan utama ikan tongkol, menjadi produk andalan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Namun, kelompok home industry yang membuat kerupuk atom menghadapi kendala dalam pemasaran produk tersebut. Meskipun hanya menghasilkan dalam skala kecil 34 per hari, mereka hanya dapat memasarkannya di wilayah sekitar Ranai, belum sampai ke swalayan-swalayan. Para pelaku home industry berharap ada pihak-pihak terkait yang dapat membantu dalam hal pemasaran agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di 3 Natuna. Semangat dan nama produk yang sudah mereka miliki menjadi harapan untuk mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait agar kerupuk atom Natuna bisa lebih dikenal dan terjangkau oleh lebih banyak konsumen di berbagai wilayah (Rusdianto, 2012). Pemasaran digital merupakan sistem pemasaran dengan memanfaatkan jaringan internet. Pemasaran dengan cara digital dapat menjangkau calon pelanggan lebih luas lagi dan memberikan kemudahan dalam mengenalkan produk ke pasar. Pemasaran digital memberikan platform yang efektif untuk menyampaikan informasi kepada konsumen dengan cara yang transparan dan cepat. Pemasaran digital dapat dilakukan pada produk perikanan untuk meningkatkan efisiensi rantai distribusi dan memudahkan interaksi dengan konsumen, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh nelayan maupun pelaku bisnis hasil perikanan. Produk perikanan memerlukan pendekatan pemasaran yang diharuskan menjaga kualitas, kebersihan, dan keamanan. Konsumen yang semakin sadar akan kesehatan dan kelestarian lingkungan juga semakin memperhatikan aspek-aspek ini dalam memilih produk perikanan. Melalui pemasaran digital, produsen dan pengepul ikan dapat membagikan informasi tentang asal-usul produk, metode penangkapan, dan upaya keberlanjutan yang dilakukan untuk memastikan kualitas dan kelestarian sumber daya perikanan (KKP, 2020). Kurangnya pemasaran digital produk perikanan merupakan tantangan nyata yang dihadapi oleh pelaku usaha di sektor ini. Faktor utama yang menyebabkan hal ini adalah pengetahuan yang minim mengenai digital marketing dan e-commerce di kalangan pemilik atau pengelola usaha. Banyak dari mereka mungkin belum memahami sepenuhnya potensi dan manfaat yang dapat diakses melalui platform digital untuk mempromosikan dan menjual produk perikanan mereka secara efektif kepada pasar yang lebih luas. Selain itu, keterbatasan kepemilikan media dan akses terhadap perangkat untuk berinternet juga menjadi kendala serius dalam mengadopsi strategi pemasaran digital. Terutama di wilayah-wilayah terpencil atau dengan infrastruktur komunikasi yang terbatas, sulit bagi pelaku usaha perikanan untuk mengakses dan menggunakan teknologi digital dengan optimal. Tanpa akses yang memadai, peluang mereka untuk memanfaatkan potensi pasar global terbuka 4 menjadi terbatas. Alasan lain yang mendorong kurangnya adopsi pemasaran digital adalah dorongan untuk mencari efisiensi biaya dan efektivitas waktu dalam mengelola usaha mereka. Pendekatan pemasaran tradisional, seperti berdagang langsung di pasar lokal atau melalui jaringan yang sudah ada, dianggap lebih sederhana dan hemat biaya daripada mengembangkan kehadiran digital yang memerlukan investasi waktu dan sumber daya (Dahniar, 2021). Disisi lain perilaku konsumen yang ditunjukkan pada alasan kebutuhan membeli produk perikanan melalui pemasaran digital didominasi oleh alasan praktis. Hal ini dapat dipahami karena pembelian digital menawarkan kepraktisan berupa tidak perlu keluar biaya transportasi, tidak perlu keluar rumah, berdesakdesakan di tempat pembelanjaan, terjebak dalam antrian, cepat diterima, menghemat waktu, serta dapat diakses di mana pun dan kapan pun. Pemasaran secara digital membantu menjangkau pasar yang lebih luas dan tidak semua permasalahan terjadi karena keterbatasan teknologi baik dari alat ataupun yang menggunakan (Muninggar & Aulia, 2020). Hal tersebut semakin terlihat sejak adanya pandemi Covid-19, dimana perilaku konsumen dan produsen mengalami perubahan signifikan. Perubahan ini terutama dipengaruhi oleh aturan-aturan pandemi yang mengharuskan jarak fisik (physical distancing), sehingga orang- orang enggan keluar rumah, berkerumun, dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial. Semua pembatasan ini berdampak serius pada dunia bisnis. Interaksi sosial antara masyarakat hampir putus di masa pandemi, dan interaksi sosial hanya terbatas pada dunia maya. Kehadiran kerumunan di pasar tempat konsumen dan pelaku bisnis berinteraksi langsung juga menjadi sangat terbatas (Santoso, 2020).