Hasil Ringkasan
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar maupun kecil. Pushidrosal dan Badan Informasi Geospasial (BIG) merupakan instansi resmi pemerintah RI yang diberi mandat terkait bidang pemetaan dan informasi geospasial, menggawangi kajian teknis yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Menurut perhitungan Dishidros pada tahun 1982 seluruhnya berjumlah 17,508 pulau di mana terdapat 5,707 pulau mempunyai nama dan 11,801 pulau yang tak bernama dengan garis pantai sepanjang 108,000 km serta luas wilayah perairan yang mencapai 7.9 juta km. Sedangkan menurut World Atlas, Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 99,083 km berada diurutan kedua setelah Kanada dengan panjang garis pantai sepanjang 202,080 km. Wilayah pesisir-pantai merupakan lingkungan yang sangat dinamis. Pesisir berupa wilayah pertemuan antara daratan dan lautan, dimana batas ke arah daratan berupa daerah yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut dan sebaliknya. Sementara pantai yang merupakan zona transisi antara wilayah darat dengan laut dipengaruhi oleh kondisi topografi, morfologis, serta erosi yang disebabkan oleh air, seperti gelombang dan arus (Dahuri et al., 2013). Perubahan garis pantai yang terjadi mengakibatkan berubahnya luas wilayah perairan laut suatu daerah juga menyebabkan ketidakjelasan batas nyata suatu wilayah negara dengan negara lain. (Siburiyan, 2020). Perubahan garis pantai itu sendiri adalah suatu proses secara terus menerus melalui berbagai proses baik pengikisan (abrasi) maupun penambahan (akresi) pantai yang diakibatkan oleh pergerakan sedimen, longshore current, dan gelombang (Opa, 2011). BAB I Pendahuluan 2 Analisis Sebaran Sedimen Pada Muara Sungai Plumbon Jawa Tengah Terjadinya perubahan garis pantai akibat aktifitas manusia (antropogenik) diantaranya disebabkan oleh konversi dan alih fungsi lahan perlindungan pantai untuk sarana pembangunan di kawasan pesisir sehingga keseimbangan transpor sedimen di sepanjang pantai dapat terganggu, penambangan pasir yang memicu perubahan pola arus dan gelombang (Suhendry, 2004). 1.2 Maksud dan Tujuan Setiap penelitian harus memiliki maksud dilakukan nya penelitian tersebut serta memiliki tujuan yang akan diraih. 1.2.1 Maksud Penelitian ini bermaksud melakukan pemodelan pola arus dan pola sebaran sedimen dengan menggunakan perangkat lunak Delft 3d kemudian membandingkan hasil pemodelan yang dilakuakan tersebut dengan data pengukuran Topografi – Bathimetri yang dilakukan dilokasi penelitian. 1.2.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: • Melakukan Pemodelan dengan Delft3d untuk mendapatkan pola sebaran Sedimen yang mempengaruhi perubahan garis pantai, dengan menggunakan peta bathimetri hasil pengukuran tahun 2019. • Mendapat prediksi Perubahan Garis Pantai, akibat gelombang dan arus. • Mendapatkan gambaran sebaran sedimen yang terjadi pada wilayah penelitian. • Membandingkan perubahan garis pantai yang dilakukan melalui Pemodelan dengan Delft3d terhadap hasil pengukuran bathimetri yang dilakukan tahun 2022. 1.3 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di perbatasan kabupaten Kendal dan Kota Semarang yang merupakan wilayah provinsi Jawa Tengah. BAB I Pendahuluan 3 Analisis Sebaran Sedimen Pada Muara Sungai Plumbon Jawa Tengah 1.3.1 Letak Administratif Pantai Mangunharjo yang merupakan muara Sungai Plumbon. Pantai ini berada dalam wilayah administrasi Kelurahan Mangunharjo, kecamatan Tugu, Kota Semarang sebagaimana diperlihatkan dalam GambarI-1. Posisi Kota Semarang sangat strategis, yaitu memiliki empat koridor pintu gerbang, koridor utara (laut jawa); koridor selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Yogyakarta dan Surakarta yang dikenal dengan koridor JOGLOSEMAR (Jogjakarta – Solo – Semarang), koridor Timur ke arah Surabaya; dan Barat menuju Jakarta. Letak geografis lokasi kajian adalah berada pada posisi astronomi di antara garis 6° 56' 10.0176'' LS ; 110° 18' 36.396'' BT sampai 6° 56' 24.9792'' LS; 10° 19' 4.1952'' BT. GambarI-1: Lokasi Penelitian Sumber : Google earth 1.3.2 Kondisi Fisik Lingkungan berdasarkan Kunjungan Lapangan Kondisi fisik lingkungan lokasi penelitian dapat dilihat padaGambar I-2. Pantai Mangunharjo merupakan salah satu lokasi pemukiman nelayan yang ada di Wilayah Semarang Barat. BAB I Pendahuluan 4 Analisis Sebaran Sedimen Pada Muara Sungai Plumbon Jawa Tengah Gambar I-2: Kondisi Fisik Lingkungan Pantai Mangunharjo Pantai Mangunharjo berada cukup dekat dengan pelabuhan penumpang Kendal. Pantai Mangunharjo merupakan muara dari Sungai Plumbon, pada bagian hilir, Sungai Plumbon juga digunakan oleh masyarakat sekitar, yang berprofesi sebagai nelayan, sebagai sarana transportasi untuk menuju laut terbuka. Di sekitar perumahan dan pantai terdapat kawasan didominasi oleh vegetasi bakau. Kondisi sungai dilihat cukup keruh (warna coklat) yang membawa sedimen dari hulu yang berpotensi akan menambah sedimen di sungai dan di pantai. 1.4 Kondisi muara dan pantai Kondisi muara dan pantai sangat dipengaruhi oleh suplai sedimen dan arus yang ada. Selain itu perubahan tata guna lahan dan erosi dilahan sekitarnya akan berpengaruh terhadap kondisi muara dan pantainya. Kondisi muara dan pantai dapat secara historis dengan menggunakan citra satelit. Dari hasil pengamatan dengan menggunakan citra satelit kondisi muara dan pantai di sekitar lokasi studi mengalami perubahan tata guna lahan dari lahan tambak menjadi beberapa pemukiman penduduk, pelabuhan dan kawasan reklamasi seperti terlihat dalam Gambar I-3 dibawah. Gambar I-3: Perubahan garis pantai BAB I Pendahuluan 5 Analisis Sebaran Sedimen Pada Muara Sungai Plumbon Jawa Tengah Kondisi muara sungai di sekitar kawasan lokasi dapat dikatakan cukup dangkal. Suplai sedimen dari hulu secara kasat mata cukup banyak karena warna muara yang didomoniasi oleh warna coklat. Selain itu terdapat beberapa sampah yang terbawa dari hulu menyebabkan kondisi sekitar muara terlihat kotor. Disepanjang pantai ditemukan beberapa bangunan pantai yang memberi petunjuk bahwa kondisi lingkungan dipengaruhi oleh gelombang, arus dan sedimen. Pada pantai Mangunharjo terdapat jalan yang dibangun diatas timbunan yang dilindungi dengan pasangan batu, pada saat dilakukan tinjauan lapangan jalan dimaksud masih digunakan untuk menuju laut, meskipun dibeberapa bagian sudah mengalami patah/rusak. 1.5 Kondisi topografi dan bathimetri kawasan berdasarkan data sekunder Topografi Kota Semarang memiliki tekstur miring yaitu terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan pantai. Topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan tanah berkisar antara 0 - 40% (curam) dan ketinggian antara 0.75 – 348.00 mdpl. Daerah pantai 65.22% wilayahnya adalah dataran rendah dengan kemiringan 25% dan 37,78 % merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15 - 40%. Kondisi tanah lereng Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis kelerengan yaitu Lereng I (0 - 2%) meliputi Kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Timur, Semarang Utara dan Tugu, serta sebagian dari wilayah Kecamatan Tembalang, Banyumanik dan Mijen. Lereng II (2-5%) meliputi Kecamatan Semarang Barat, Semarang Selatan, Candisari, Gajahmungkur, Gunungpati dan Ngaliyan. Lereng III (15 - 40%) meliputi wilayah di sekitar Kaligarang dan Kali Kreo (Kecamatan Gunungpati), sebagian wilayah kecamatan Mijen (daerah Wonoplumbon) dan sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik, serta Kecamatan Candisari. Sedangkan lereng IV (> 50%) meliputi sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik (sebelah tenggara), dan sebagian wilayah Kecamatan Gunungpati, terutama disekitar Kali Garang dan Kali Kripik. BAB I Pendahuluan 6 Analisis Sebaran Sedimen Pada Muara Sungai Plumbon Jawa Tengah Gambar I-4 memperlihatkan secara topografi wilayah kota Semarang terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan, sehingga memiliki wilayah yang disebut sebagai kota bawah dan kota atas. Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90.56 – 348 mdpl yang diwakili oleh titik tinggi yang berlokasi di Jatingaleh dan Gombel, Semarang Selatan, Tugu, Mijen, dan Gunungpati, dan di dataran rendah mempunyai ketinggian 0.75 mdpl (meter diatas permukaan laut). Gambar I-4: Kondisi topografi di sekitar lokasi (Sumber : Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai JratunSeluna) Kota bawah merupakan pantai dan dataran rendah yang memiliki kemiringan antara 0% sampai 5%, sedangkan dibagian Selatan merupakan daerah dataran tinggi dengan kemiringan bervariasi antara 5%-40%. Kota Semarang Bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung. Pemanfaatan lahan-nya lebih banyak digunakan untuk jalan, pemukiman atau perumahan, bangunan, halaman, kawasan industri, tambak, empang atau embung dan persawahan. Kota Semarang Bawah sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan dan kebudayaan, angkutan atau transportasi dan perikanan.