Hasil Ringkasan
80 Bab VI Penutup Bab ini berisi terkait temuan penelitian, kesimpulan, rekomendasi, dan catatan untuk studi selanjutnya. VI.1 Temuan Penelitian Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, terdapat beberapa temuan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan petani dalam menghadapi banjir di lahan pertanian: Tingkat risiko sedang pada masing-masing wilayah studi diidentifikasi sebagai akibat dari posisi lahan persawahan yang berada pada area yang dekat dengan sungai, dengan kemiringan lereng yang datar, sehingga akan lebih mudah mengalami genangan apabila terjadi luapan sungai ataupun apabila terjadi curah hujan dengan intensitas tinggi. Belum maksimalnya tingkat kapasitas juga menjadi pengaruh dalam identifikasi risiko banjir lahan pertanian pada kedua desa wilayah studi, pada Desa Asahan kapasitas belum termaksimalkan pada kepemilikan petani terhadap fasilitas penunjang pertanian, tidak adanya partisipasi petani untuk mengikuti asuransi pertanian, serta tidak adanya sistem irigasi yang baik pada lahan persawahan, sedangkan pada Desa Mekarjaya kapasitas belum termaksimalkan pada partisipasi petani untuk mengikuti asuransi pertanian dan tidak adanya sistem irigasi yang baik. Pada identifikasi mekanisme respon petani dalam pra-bencana dan pasca-bencana dapat diidentifikasi bahwa pada pra-bencana, respon petani dapat dinilai kurang, hal ini didasarkan kepada beberapa parameter antara lain: 1. Tidak adanya persiapan dana darurat guna perbaikan lahan apabila terjadi banjir Pada parameter ini, persiapan dana merupakan sebuah hal yang cukup fundamental dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, kurangnya kesadaran petani dalam mempersiapkan dana darurat merupakan salah satu kurangnya mekanisme respon petani terhadap banjir pertanian. 2. Tidak atau belum adanya sosialisasi dan simulasi penanggulangan bencana banjir lahan pertanian 81 Sosialisasi maupun simulasi penanggulangan bencana dimaksudkan agar petani mengerti dan paham bagaimana proses penanggulangan bencana banjir di lahan pertanian, namun belum adanya peran dari pemerintah dalam menyelenggarakan simulasi atau sosialisasi tersebut. 3. Belum tersedianya sistem pengendalian air yang baik Dalam konsep pertanian, sistem pengendalian air (irigasi) dianggap merupakan komponen penting, dengan ketidak tersediaan sistem pengendalian air yang baik maka mekanisme respon terhadap banjir adalah kurang baik. Identifikasi mekanisme respon pada saat dan pasca terjadinya bencana pada fase penanaman padi dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu baik dan kurang. Pada kedua desa wilayah studi, fase penanaman padi masa tanam dan pasca tanam, mekanisme respon petani dinilai baik, hal ini dikarenakan petani dapat mengetahui langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan dalam menghadapi banjir di lahan pertanian, sedangkan kategori kurang terdapat pada mekanisme respon pada fase pra tanam pada Desa Asahan, hal ini dikarenakan beberapa hal: 1. Belum adanya upaya dalam pengelolaan lahan secara maksimal saat dan pasca terjadinya banjir Dalam konteks pengelolaan lahan, lahan yang telah tergenang banjir terlebih dahulu harus dikeringkan dari genangan air hujan, namun teknologi maupun peralatan yang tidak memadai menjadikan proses pengelolaan lahan tidak dapat dilakukan secara maksimal. 2. Belum adanya keinginan petani dalam mengganti varietas jenis padi Pada dasarnya penentuan varietas jenis padi dilakukan dengan melihat kondisi kerawanan lahan persawahan terhadap banjir, apabila petani telah mengetahui lahan pertaniannya berisiko tinggi terhadap namun tidak ada upaya mengganti varietas jenis padi menjadi padi yang tahan banjir, maka dapat dikatakan mekanisme responnya adalah kurang. 82 VI.2 Kesimpulan Hasil studi menunjukkan tingkat kesiapsiagaan petani dalam menghadapi banjir lahan pertanian pada setiap fase penanaman padi, yaitu pada fase pra-tanam, fase tanam, dan fase pasca tanam. Berdasarkan identifikasi terhadap mekanisme respon petani dalam menghadapi banjir pertanian menunjukkan bahwa kesiapsiagaan petani pada fase-fase penanaman padi adalah sebagai berikut: 1. Pada fase pra-tanam, tingkat kesiapsiagaan petani terhadap banjir dinilai kurang pada Desa Asahan dan baik pada Desa Mekarjaya, hal ini dikarenakan masih belum teridentifikasinya mekanisme respon yang baik apabila terjadi banjir lahan pertanian pada fase pra-tanam, hal ini mengakibatkan risiko banjir lahan pertanian yang teridentifikasi tidak dapat tereduksi secara maksimal. 2. Pada fase tanam, tingkat kesiapsiagaan petani terhadap banjir dinilai baik, hal ini dikarenakan petani mampu memberikan mekanisme respon yang baik pada fase ini, hal ini terlihat dari bagaimana petani bertindak apabila terjadi banjir pada fase tanam, seperti melakukan pengecekan kualitas tanaman apabila telah terendam banjir, lalu bagaimana penanganan hama dan penyakit akibat rendaman banjir serta bagaimana pola pemberian pupuk dan input pertanian lain pasca terjadi banjir pada fase tanam. 3.