1 Pendahuluan Latar Belakang Mesin rotasi merupakan mesin utama dalam industri proses karena kerusakan pada mesin ini dapat menyebabkan kerugian yang besar. Selain harga mesin rotasi itu sendiri yang mahal, proses perbaikannya juga lama terutama jika ada komponen yang harus diimpor. Oleh karena itu, di dalam pembuatannya mesin rotasi dipersyaratkan memiliki kehandalan dan siklus hidup yang tinggi (API 611, 1997). Salah satu parameter yang mempengaruhi kehandalan mesin rotasi adalah level getaran (Friswell dkk., 2010). Level getaran diperoleh dari respon getaran mesin rotasi terhadap gaya eksitasi yang besarnya sebanding dengan massa tak balans dan kuadrat dari kecepatan putar. Massa tak balans besarnya dibatasi berdasarkan standar ISO 1940-1:2003 yang harus dipenuhi pada saat proses pembuatan rotor dari mesin rotasi, sedangkan kecepatan putar mesin rotasi ditetapkan dari kebutuhan proses. Respon getaran dari suatu mesin rotasi dipengaruhi oleh karakteristik dinamik dari mesin tersebut yang dapat digambarkan dalam Fungsi Respon Frekuensi (FRF). FRF dipengaruhi oleh tiga parameter yaitu rasio redaman, modus getar dan frekuensi pribadi (Schmitz dan Smith, 2009). Rasio redaman menentukan tinggi rendahnya amplitudo getaran, sedangkan frekuensi pribadi menentukan kecepatan putar kritis yang harus dihindari karena adanya resonansi. Modus getar menunjukkan pola getaran dari sistem pada masing-masing frekuensi pribadi. Kecepatan putar kritis pada mesin rotasi juga sangat dipengaruhi oleh efek giroskopik (Matsushita, 2017). Efek giroskopik dapat menyebabkan rentang kecepatan putar kritis yang harus dihindari berubah karena munculnya fenomena split kecepatan putar kritis akibat adanya putaran backward dan forward whirl (Tiwari, 2010). Ketidaksimetrisan kekakuan dan massa juga memegang peranan penting dalam perhitungan kecepatan putar kritis; terlebih lagi karena efek giroskopik ini merupakan fungsi dari kecepatan putar, sehingga prediksi yang tepat 2 sangat diperlukan untuk menghindarkan mesin rotasi dari kerusakan akibat resonansi. Untuk meyakinkan bahwa level getaran yang terjadi tidak melebihi batas yang diperbolehkan maka perlu dilakukan pemodelan dengan alat bantu perangkat lunak yang bekerja berdasarkan prinsip pemodelan elemen hingga (Lallane dan Ferraris, 1997 dan Friswell dkk., 2010). Ketika memodelkan sistem mesin rotasi, perangkat lunak komersial menggunakan asumsi berupa pendekatan dari masing-masing komponen putar yang menjadi kelebihan atau kelemahan dari perangkat lunak tersebut. Dengan bantuan perangkat lunak ini, optimasi pada proses perancangan dapat dilakukan untuk mendapatkan desain yang memenuhi karakteristik dinamik yang diinginkan. Namun, optimasi perancangan pada geometri yang kompleks memerlukan proses komputasi yang mahal. Mahalnya biaya dan kompleksnya geometri yang sulit dimodelkan secara utuh ini melatarbelakangi penyederhanaan di dalam pemodelan. Miao dkk. (2016) memodelkan sembilan buah bladed-disc pada aero-engine dengan tiga buah disk yang solid, penyederhanaan dilakukan dengan menyesuaikan rentang frekuensi yang diamati. Dengan banyaknya asumsi, penyederhanaan dan kriteria desain tersebut, diperlukan validasi hasil pemodelan dengan hasil eksperimen. Kang dkk. (2021) memerlukan data eksperimen untuk melakukan penyesuaian kembali pemodelan bantalan luncur pada saat memodelkan mesin rotasi. Selain itu, eksperimen juga diperlukan untuk memperoleh nilai rasio redaman yang sulit diperoleh melalui pendekatan analitik. Permasalahan muncul ketika akan melakukan validasi dengan metode eksperimen pada mesin rotasi berskala penuh. Hal ini dikarenakan adanya faktor biaya yang mahal, keamanan dan kesulitan dalam melakukan kontrol di dalam eksperimen (Casaburo dkk., 2019). Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan tersebut perlu digunakan metode penskalaan. Secara ringkas metode penskalaan adalah metode yang menggunakan data eksperimen pada model berskala kecil untuk memprediksi karakteristik dinamik prototipe berskala penuh. Di dalam pelaksanaannya, perlu ditentukan hubungan 3 kemiripan antara model berskala kecil dengan prototipe berskala penuh tersebut. Dengan hubungan ini, prediksi dapat dilakukan (Coutinho dkk., 2016). Namun, ada beberapa kendala yang harus dihadapi antara lain, adanya ketidakpresisian dalam pembuatan geometri model berskala kecil dengan prototipe berskala penuh, adanya distorsi kekakuan bantalan sehingga tidak memenuhi kondisi penskalaan yang dipersyaratkan dan adanya kekakuan penghubung yang sulit dimodelkan. Oleh karena itu, penelitian untuk memperoleh kondisi kemiripan dan faktor-faktor yang berpengaruh pada penerapan metode penskalaan perlu dilakukan. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara utuh tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan metode penskalaan pada mesin rotasi dan mampu menjawab kebutuhan pemodelan, prediksi dan validasi FRF pada mesin rotasi. Tinjauan Pustaka Ide metode penskalaan pertama kali diungkapkan oleh Galilei & Watson (1730). Mereka menemukan bahwa dimensi dan kekuatan dari suatu obyek tidak berubah mengikuti suatu rasio yang sama, melainkan jika dimensi berkurang maka kekuatannya akan meningkat. Berkaitan dengan hal ini, penelitian yang dilakukan oleh Rayleigh (1915) menggarisbawahi tentang pentingnya hubungan kemiripan (similitude) pada kasus rekayasa teknik. Hubungan kemiripan ini kemudian dijadikan sebagai dasar dalam menetapkan hukum-hukum penskalaan dari suatu struktur teknik. Goodier & Thomson (1950), misalnya, menerapkan hubungan kemiripan ini di group penelitian NACA. Mereka membuat prosedur analisis dimensi secara terperinci yang diterapkan pada kasus sederhana maupun kasus yang kompleks. Penelitian ini memberikan wawasan tentang hubungan kemiripan pada karakteristik tegangan-regangan nonlinier pada material. Menurut Baker dkk. (1991) kondisi kemiripan dapat digolongkan berdasarkan parameter yang digunakan yaitu kemiripan geometri, kemiripan kinematik dan kemiripan dinamik. Penelitian tentang metode penskalaan ini terus berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya yang dirangkum oleh Couthinho dkk. (2016) dan Casaburo dkk. (2019) di dalam telaahnya. Berdasarkan proses penskalaan, terdapat dua pengelompokan yaitu penskalaan lengkap dan parsial (Li dkk., 2021). Penskalaan lengkap adalah proses penskalaan 4 di mana semua asumsi penskalaan terpenuhi, sedangkan penskalaan parsial adalah proses penskalaan ketika ada beberapa asumsi penskalaan yang tidak terpenuhi. Berdasarkan metode untuk memperoleh hubungan kemiripan, beberapa metode penskalaan dirangkum di dalam Tabel I.1. Metode Dimensional Analysis (DA) dan Similitude Theory Applied to Governign Equation (STAGE) merupakan metode yang banyak digunakan, sedangkan metode Sensitivity Analysis (SA) merupakan metode yang baru digunakan akhir-akhir ini di dalam proses penskalaan terutama untuk kasus penskalaan parsial. Kelebihan dan kelemahan dari masing-masing metode penskalaan ini dapat dilihat secara ringkas pada Tabel I.2.