Hasil Ringkasan
ABSTRAK PERWUJUDAN AKULTURASI DI KOTA MULTIBUDAYA Kasus Studi: Kampung Arab Kutorejo, Tuban Oleh Cynthia Puspitasari NIM: 35218002 (Program Studi Doktor Arsitektur) Kota Tuban merupakan kota pesisir yang dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan maritim, penyebaran agama Islam, dan kolonisasi, sehingga menjadikannya sebagai kota multibudaya. Penduduknya yang beragam meliputi etnis Jawa, Tionghoa Belanda, dan Arab, masing-masing memiliki identitas dan karakteristik yang unik. Kebijakan kolonial Belanda yakni Regering Reglement (1854), menyebabkan segregasi ruang kota dan penciptaan kantong-kantong etnis untuk meminimalisasi kontak budaya. Setelah pemerintah pribumi mengambil alih kebijakan politik kota, kelompok-kelompok etnis dapat hidup berdampingan. Akulturasi budaya di Kota Tuban kemudian berkembang dari waktu ke waktu. Pada penelitian ini, Kampung Arab Tuban dipilih sebagai perwakilan dari permukiman di kota multibudaya dengan warna akulturasi yang mewakili interaksi budaya Arab-Jawa, Arab- Belanda, dan Arab-Tionghoa. Proses interaksi ini dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Teori akulturasi budaya yang berkembang selama ini banyak membahas mengenai kelompok imigran yang terpinggirkan di negara-negara barat. Disertasi ini bertujuan untuk memberikan kontribusi pada pemahaman akulturasi budaya yang didorong oleh kolonisasi dan segregasi spasial, serta memberikan landasan untuk kota multibudaya yang berkelanjutan di negara timur. Penelitian ini mengambil fokus penelusuran akulturasi budaya yang terjadi di Kampung Arab Kutorejo melalui artefak fisik dan non fisik yang masih dapat dikenali. Arsitektur mencakup ruang privat dan publik berperan besar sebagai entry point dalam proses penelusuran akulturasi dengan kondisi keterbatasan data yang ada. Pengolahan data dilakukan dengan cara observasi sejarah, aspek fisik, kehidupan sehari-hari, serta wawancara semi terstruktur pada kelompok masyarakat Arab Kutorejo dan masyarakat di sekitarnya. Interpretasi data dilakukan untuk memahami kecenderungan akulturasi yang ada dalam bangunan, ruang publik, dan landmark di Kampung Arab. Penelitian ini mengemukakan bahwa arsitektur dapat berperan dalam menelusuri pola akulturasi yang dipengaruhi oleh kolonisasi dan berkembang melalui memori kolektif yang melekat pada unsur fisik, nilai budaya, serta gaya hidup. Kata kunci: akulturasi budaya, Arab, budaya sehari-hari, kolonial, kota multibudaya, ABSTRACT THE EMBODIMENT OF ACCULTURATION IN A MULTICULTURAL CITY Case: Kutorejo Arab Village, Tuban By Cynthia Puspitasari NIM: 35218002 (Program Studi Doktor Arsitektur) Tuban is a multicultural city shaped by maritime trade, the spread of Islam, and colonization. Its diverse population includes Javanese, Dutch, Chinese, and Arab ethnicities, each with identities and characteristics. The Regering Reglement (1854) was a Dutch colonial policy that segregated urban space and established ethnic enclaves to reduce cultural contact. After the indigenous government took control of the city's political policies, ethnic groups could coexist. Tuban City's cultural acculturation progressed gradually. In this study, Kampung Arab Tuban was chosen to represent a multicultural settlement, with acculturation colors representing Arab- Javanese, Arab-Dutch, and Arab-Chinese cultural interactions.