Hasil Ringkasan
157 Bab VI Pengaruh Relasi Kekuasaan dalam Perubahan Institusional terhadap Jalur Pengembangan Lahan Skala Besar Pada bagian ini, kerangka teoretis yang telah disusun pada Subbab II.5 diuraikan berdasarkan beberapa bagian yang saling terkait. Pertama, konteks struktural dan perubahan eksogen, yang mengacu pada periode krusial atau critical juncture yang memicu pembentukan dan perubahan institusional dalam pengembangan lahan skala besar. Selanjutnya, kontestasi gagasan, kepentingan, dan pembingkaian masalah antaraktor dijelaskan secara lebih terperinci untuk menunjukkan bagaimana aktor-aktor terlibat dalam dimensi kekuasaan ketiga. Kemudian, pengambilan keputusan dalam perubahan dan pembentukan institusi dijelaskan untuk menunjukkan aktor-aktor yang yang terlibat dalam penggunaan kekuasaan dimensi pertama dan kedua dalam perubahan institusional. Terakhir, hasil dari pengembangan lahan, baik pada site maupun di luar site, menjadi titik penutup yang menggambarkan hasil dan dampak dari pengembangan lahan skala besar. Penjelasan ini akan diterapkan untuk masing-masing kerangka waktu historis sesuai dengan fase critical junctures yang terjadi, sehingga memungkinkan pemahaman yang komprehensif tentang evolusi pengembangan lahan dalam konteks waktu dan dinamika perubahan yang terjadi. VI.1 Relasi Kekuasaan dalam Pembentukan Institusi Path-dependent yang Memengaruhi Jalur Pengembangan Lahan Dalam historical institutionalism, institusi yang terbentuk mengindikasikan kekuasaan, politik dan strategi, preferensi atau kepentingan, serta identitas aktor dari waktu ke waktu (Fioretos dkk., 2016). Pada bagian ini, dinamika kekuasaan dalam pengambilan keputusan terkait pembentukan dan perubahan institusi, yang kemudian menentukan jalur pengembangan lahan akan dijelaskan ke dalam beberapa bagian. Struktur yang lebih luas dari sistem ekonomi dan politik membentuk serangkaian institusi, menciptakan alternatif solusi yang mungkin dan mengarah pada jalur perkembangan tertentu (Hall dan Taylor, 1996; Mahoney, 2000). Namun, ketika terjadi guncangan atau perubahan eksogen, terbuka alternatif-alternatif dalam pengambilan keputusan dan kesempatan untuk mengubah dan membentuk kembali 158 serangkaian institusi yang akan menentukan jalur pembangunan di masa depan. Dalam situasi politik yang terbuka tersebut, para aktor menggunakan kekuasaannya pada beberapa dimensi. Pada momen terjadinya guncangan, kontestasi gagasan dan kepentingan di dalam ruang publik (public sphere) semakin meningkat, sebagaimana dimensi kekuasaan ketiga banyak digunakan pada momen ini. Selanjutnya, proses perubahan institusional melibatkan penggunaan kekuasaan dalam arena pengambilan keputusan formal yang mencerminkan dimensi pertama (saling memengaruhi antaraktor) dan dimensi kedua (pengecualian aktor maupun isu dari pengambilan keputusan), sebagaimana dikonseptualisasi oleh Lukes (2005). Pada akhirnya, kepentingan dan gagasan yang berhasil ditransfer ke arena pengambilan keputusan memiliki peluang besar untuk diadopsi ke dalam institusi baru sebagai dasar proyek pembangunan. Hal ini memiliki dampak tahan lama dalam menentukan pilihan-pilihan dalam jalur pembangunan di masa depan (Capoccia dan Kelemen, 2007; Mahoney dkk., 2016; Fioretos dkk., 2016). Pada bagian ini, penjelasan secara historis akan dilakukan berdasarkan pembagian periode waktu yang didasari dari momen critical junctures yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. VI.1.1 Momen Inisiasi Pengembangan Lahan Reklamasi Pantai Utara Jakarta: World-Class Waterfront City (periode I : 1993-1997) VI.1.1.1 Konteks Struktural dan Perubahan Eksogen Struktur institusional yang digunakan dalam pengembangan lahan reklamasi Pantai Utara Jakarta masih mempertahankan warisan ekonomi politik dari masa pemerintahan oligarki Soeharto yang pada waktu itu tengah mengikuti arus neoliberalisme global. Meskipun terjadi perubahan dalam ekonomi politik dan struktur kekuasaan di era berikutnya, konsep neoliberal yang diterapkan pada masa Presiden Soeharto tetap menjadi landasan logika di balik regulasi, kebijakan, dan standar terkait dengan pengembangan properti perkotaan. Koalisi elit pun terus mempertahankan gagasan ini, walaupun dihadapkan pada tantangan dari gagasan alternatif, untuk memastikan institusi yang terbentuk sejak awal bertahan lama dalam membentuk jalur pembangunan. 159 Masa pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto pada tahun 1966-1998 mengadopsi sistem otoriter, dimana keputusan pembangunan didominasi dan diarahkan oleh proses top-down dengan mekanisme kekuasaan dan perencanaan yang tersentralisasi (Chalmers dan Hadiz, 1997).