Hasil Ringkasan
1 Bab I Pendahuluan Bagian ini akan menjelaskan terkait latar belakang, persoalan penelitian, tujuan dan sasaran, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, kebaruan penelitian, dan sistematika penulisan pada disertasi ini. I.1 Latar Belakang Perencanaan kota memiliki peran esensial dalam mendorong proses pengembangan lahan dan properti yang efisien melalui berbagai instrumen pembangunan (O’Brien dkk., 2020). Dengan meningkatnya keterlibatan sektor privat dalam mengembangkan dan mengelola proyek-proyek pembangunan, terdapat urgensi untuk memahami proses pengembangan lahan dan properti serta peran perencanaan di dalamnya (Gore dan Nicholson, 1991; Healey, 1991). Beragam aktivitas perencanaan dilakukan dalam proses tersebut mulai dari membentuk kerangka regulasi, menstimulasi dan mengatur pasar, serta meningkatkan kapasitas aktor pada berbagai tahapan seperti pembebasan lahan, perencanaan infrastruktur, urusan legalitas, desain proyek, pembiayaan, hingga proses konstruksi (Alexander 2001; Batbileg, 2010; O'Brien dkk., 2020). Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitas perkotaan, pengembangan lahan dan properti diimplementasikan dalam bentuk proyek skala besar pada kawasan pinggiran perkotaan atau yang disebut dengan “large-scale land development” (Archer, 1977; Pratomo dkk., 2020; Shatkin, 2016; Winarso dkk., 2015). Pada awalnya, penguasaan dan pengembangan lahan secara terpadu melalui proyek skala besar dianggap mampu mengatasi permasalahan dalam konversi lahan perdesaan menjadi perkotaan yang tidak efisien di kawasan pinggiran, khususnya terkait dengan adanya fragmentasi kepemilikan lahan (Archer, 1977). Menurut Archer (1977), inefisiensi konversi lahan tersebut terjadi akibat kegagalan sistem perencanaan dan pasar lahan berupa ketidakpastian dalam kerangka kebijakan, banyaknya spekulasi lahan, serta keterlambatan dalam penyediaan utilitas dan infrastruktur publik. Namun, di sisi lain, praktik pengembangan lahan skala besar sering kali dilakukan oleh pemerintah maupun sektor swasta untuk menangkap keuntungan dari kenaikan nilai lahan yang dihasilkan (Shatkin, 2016; Winarso dkk., 2015). Selain itu, ketersediaan lahan yang Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 2 luas dengan harga relatif lebih rendah di kawasan pinggiran menjadi daya tarik bagi para pengembang lahan dan properti (Winarso & Firman, 2002). Konseptualisasi proyek skala besar sebagai moda pengembangan lahan kemudian berkembang pada literatur dalam beberapa terminologi seperti “large-scale land development”, “megaproject-based land development”, “mega-project-based approach”, dan “urban real estate megaproject” (Aoun, 2016; Archer, 1977; Pratomo dkk., 2020; Qiu dan Xu, 2017; Shatkin, 2017; Zeković dkk., 2018). Pada perkembangan literatur terakhir, konseptualisasi terkait pengembangan lahan skala besar merujuk pada area pembangunan luas dengan nilai investasi tinggi dari sektor publik maupun swasta, yang terwujud dalam beberapa bentuk perubahan guna lahan yang beragam seperti kota baru, perumahan skala-besar, industri skala besar, infrastruktur skala besar, dan sebagainya (Archer, 1977; Pratomo dkk., 2020). Lahan tersebut dikembangkan menjadi kawasan dengan fungsi campuran (mixed- use), seperti pembangunan kota baru yang mencakup kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkantoran, kawasan komersial, beserta fasilitas pendidikan, kesehatan, hiburan di dalamnya; maupun fungsi tunggal, seperti kawasan pariwisata, kawasan sains dan teknologi, pusat pemerintahan, dan proyek infrastruktur perkotaan besar (Nasrollahzadeh dan Koramaz, 2022; Qiu dan Xu, 2017; Shatkin, 2017). Pembahasan mengenai pengembangan lahan skala besar beririsan dengan literatur terkait megaproyek (“megaproject”) yang cukup ekstensif di dalam beberapa disiplin ilmu lain seperti geografi perkotaan, manajemen proyek, maupun studi organisasi. Kedua cabang literatur tersebut berfokus pada fenomena terkait berbagai jenis pembangunan proyek skala besar yang menghasilkan transformasi penggunaan lahan perkotaan melalui serangkaian tahapan proses pembangunan yang kompleks dan keterlibatan berbagai aktor (Shatkin, 2017; Silvestre & Jajamovich, 2022). Terdapat perbedaan perspektif dan detail pada tahapan atau siklus pembangunan pada kedua cabang literatur. Namun, isu terkait dinamika institusional dalam proses pembangunan menjadi salah satu fokus pembahasan, khususnya seiring dengan perkembangan tata kelola perkotaan neoliberal dimana pengembangan lahan skala besar didesain untuk memfasilitasi kepentingan Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 3 investasi dan meningkatkan daya saing perkotaan (del Cerro, 2019; Hawken dkk., 2021; Shatkin, 2017; Swyngedouw dkk., 2002; Zeković dkk., 2018). Penggunaan sumber daya yang masif dan penanganan dampak dari pengembangan lahan skala besar melibatkan jaringan pengambilan keputusan berbagai aktor swasta maupun publik di berbagai tingkatan pemerintahan (Aaltonen dan Kujala, 2010; Healey, 1991; Salet, 2008). Keterlibatan aktor dengan berbagai kepentingan dan strateginya mengakibatkan proses pengembangan lahan dipenuhi dengan dinamika kekuasaan, di mana koalisi elit sering kali menggunakan kekuasaan khusus untuk mengubah tatanan institusional seperti peraturan dan kebijakan (Sorensen, 2015; Swyngedouw dkk., 2002; Clegg, dkk., 2017). Akibatnya, keputusan-keputusan dalam perubahan tatanan institusional kemudian membentuk alternatif pembangunan di masa depan, yang pada akhirnya dapat memengaruhi hasil dan dampak pembangunan jangka panjang (Sorensen, 2016, 2018a; Thelen, 1999). Beberapa dampak yang dihasilkan, antara lain kenaikan harga lahan, pemindahan masyarakat, perubahan lapangan kerja, degradasi lingkungan, dll (Douglass, 2010; Swyngedouw dkk., 2002; Winarso dkk., 2015).