1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Persampahan di wilayah Bandung Raya, memang masih menjadi polemik terutama untuk Kota Bandung dan Kota Cimahi. Setelah terjadinya insiden meledaknya TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Leuwigajah yang menyebabkan TPA tersebut tidak dapat lagi digunakan, TPK (Tempat Pengolahan Kompos) Sarimukti menjadi tempat pembuangan akhir sementara sampah-sampah dari wilayah Bandung Raya, yaitu Kota Bandung, Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat dan Kota Cimahi. TPK Sarimukti sendiri pada awalnya adalah tempat pengolahan kompos yang lahannya dimiliki oleh Perum Perhutani RPH Cipatat, BKPH Padalarang dan KPH Bandung Utara yang memiliki luas sebesar 21,2 Ha. Berdasarkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat, dari tahun ke tahun pemasukan sampah ke TPK Sarimukti selalu meningkat. Kota Bandung menjadi penyumbang terbesar sampah ke Sarimukti dengan total sampah masuk sebesar 6.495.971 ton atau 77,15% dari seluruh total sampah yang masuk dan diikuti oleh Kota Cimahi dengan total sampah masuk sebesar 889.782 ton (10,57%), Kabupaten Bandung sebesar 487.663 ton (5,79%) dan Kabupaten Bandung Barat sebesar 546.566 ton (6,49%). TPK Sarimukti memang sudah tidak layak untuk menampung sampah karena sudah melebihi kapasitas seharusnya, yang awalnya dirancang untuk dapat menampung volume sampah sebesar 1.962.637 m 3 , sedangkan jumlah volume sampah yang telah masuk pada status akhir sebanyak 15.434.994 m 3 dan sangat diharuskan untuk ditutup pada tahun 2017. Selain itu akibat kondisi TPK Sarimukti yang sudah overcapacity, menyebabkan sungai di sekitarnya tercemar dan DLH Provinsi Jawa Barat terkena sanksi oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK). Bahkan pada tanggal 19 Agustus 2023, TPK Sarimukti mengalami kebakaran pada tanggal 20 Agustus 2023. Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak mungkin mengandalkan TPK Sarimukti sebagai tempat pembuangan akhir kota/kabupaten di wilayah Bandung Raya. Hal itu yang membuat Pemerintah Provinsi Jawa Barat merencanakan proyek pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Proyek KPBU ini juga dibahas dalam RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2023. 19 jenis infrastruktur direncanakan untuk dibangun dengan skema KPBU dan salah satunya adalah pembangunan infrastruktur sistem pengelolaan persampahan. Salah satu proyek pembangunan infrastruktur sistem pengelolaan persampahan yang telah dijalankan pada tahun 2022 adalah pembangunan Tempat Pengolahan dan 2 Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka, Kec. Nagreg, Kab. Bandung seperti yang tertera pada Gambar I-1. Gambar I-1: Lokasi TPPAS Legok Nangka dan Pasokan Sampah dari Setiap Kabupaten Sumber: Dinas Lingkungan Hidup (DLH), 2022 TPPAS Legok Nangka akan segera dibangun berdasarkan kepada Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Tujuan dibangunnya TPPAS Legok Nangka adalah untuk menggantikan TPPAS Sarimukti yang masa operasinya akan berakhir pada tahun 2023. Tidak hanya sekedar membuang sampah ke tempat pembuangan akhir, pada saat sampah masuk ke dalam TPPAS, maka sampah akan diolah menjadi energi listrik yang nantinya akan didistribusikan kepada masyarakat melalui PT. PLN yang berperan sebagai penyalur listrik tunggal kepada masyarakat. Sehingga, sampah yang akan masuk ke dalam landfill bukanlah sampah utuh, melainkan hanya residu yang tidak dapat diolah kembali. Hal ini akan membuat kapasitas masa operasional TPPAS lebih panjang dibandingkan jika memasukan seluruh sampah utuh ke dalam landfill. Hal ini juga upaya untuk mewujudkan Pembangunan Indonesia yang Berkelanjutan, yang sesuai dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Proyek TPPAS Legok Nangka direncanakan akan memiliki kapasitas masukan sampah sekitar 1.853-2.131 ton sampah perhari. TPPAS ini akan melayani dari berbagai kabupaten dalam pemasukan pasokan sampah, di antaranya adalah Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, 3 Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut seperti yang tertera pada gambar 1. Tujuan dari dibangunnya TPPAS untuk membangun fasilitas pengelolaan akhir sampah rumah tangga, memperbaiki kondisi sanitasi dan kesehatan serta mendukung konsep ekonomi sirkular. Proyek TPPAS Legok Nangka ini akan dilaksanakan dengan skema BOT (Build Operate Transfer) dengan periode konsesi selama 20 tahun. Pihak Badan Usaha akan mendapatkan pemasukan sebesar Rp. 386.000/ton yang didapatkan dari biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Biaya investasi proyek ini sebesar Rp. 4 Triliun Rupiah atau 250 juta USD. Proyek KPBU memiliki beberapa tahap sebelum dilakukannya pembangunan. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, secara garis besar proyek KPBU memiliki 4 tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap persiapan, tahap transaksi dan tahap pelaksanaan. Berdasarkan Yescombe dan Farquharson (2018), tahap transaksi (procurement) sesungguhnya adalah inti dari proses KPBU. Tujuan utama skema KPBU digunakan, untuk menghemat pengeluaran anggaran bagi pihak pemerintah dibandingkan jika menggunakan pengadaan secara konvensional, akan tetapi jika tahap transaksi berjalan dengan tidak baik, maka hal itu akan mudah menggagalkan penghematan pengeluaran anggaran, sehingga tujuan KPBU tidak tercapai. Tahap transaksi sendiri terdiri dari beberapa langkah. Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, terdapat 5 bagian dalam tahap transaksi, di antaranya adalah: 1. Konsultasi Pasar; 2. Penetapan Lokasi KPBU; 3. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana yang mencakup persiapan dan pelaksanaan pengadaan Badan Usaha Pelaksana; 4. Penandatanganan Perjanjian KPBU; dan 5. Pemenuhan Pembiayaan oleh Badan Usaha Pelaksana.