113 V. Kesimpulan Studi fitokimia dan sitotoksisitas senyawa fenol yang telah dilakukan terhadap daun empat spesies Artocarpus, yaitu A. communis,A. altilis,A. kemando, dan A. lanceifolius, telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dua belas senyawa turunan fenol dari masing-masing ekstrak metanolnya. Tiga dari senyawa fenol tersebut merupakan senyawa baru yaitu artoindonesianin C1 (1), artoindonesianin C2 (2), dan artoindonesianin C3 (3), enam senyawa pertamakali dilaporkan dari genus Artocarpus yaitu 4,4’-di-O-metilfloretin (5), 7,4’-di-O-metilnaringenin (6), 8- isoprenil-4’-O-metilnaringenin (7), 3’-geranilnaringenin (9), dihidroikaritin (10), dan lespedezaflavanon C (11). Tiga senyawa lainnya juga telah pernah dilaporkan sebelumnya dari A. communis yaitu senyawa AC 5-2 (4), siklokomunol (12), dan 8-geranilnaringenin (8). Penelitian ini juga telah berhasil membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pola kimia senyawa fenol dari daun dan akar atau batang. Perbedaan tersebut diantaranya adalah kelompok senyawa fenolnya. Lima senyawa dari kelompok dihidrocalkon senyawa (1-5), empat senyawa dari kelompok flavanon (6-9), dan dua senyawa dari kelompok flavanonol (10-11), serta satu senyawa dari kelompok flavon (12). Sementara itu, umumnya pada bagian akar atau batang Artocarpus ditemukan senyawa dari kelompok 3- prenilflavon. Perbedaan lainnya yaitu dari pola oksigenasi di cincin B. Senyawa fenol yang berhasil diisolasi dari daun umumnya memiliki pola oksigenasi di cincin B berupa monooksigenasi yaitu senyawa 5-11, dan ortodioksigenasi yaitu senyawa 1-4, sedangkan pada akar atau batang berupa dioksigenasi pada posisi C2’ dan C-4’ atau trioksigenasi pada posisi C-2’, C-4’ dan C-5’. Pada penelitian ini juga ditemukan senyawa fenol yang mengikat gugus prenil di cincin B yang pada senyawa fenol bagian akar atau batang Artocarpus sangat jarang ditemukan. Penelitian ini juga memberikan konstribusi terhadap biogenesis pembentukan senyawa pada tumbuhan Artocarpus. Dengan ditemukannya senyawa 8-isoprenil atau 8-geranilnaringenin yang merupakan prekursor dari senyawa prenilflavon pada bagian akar atau batang, maka dapat disarankan bahwa reaksi prenilasi 114 terjadi setelah terbentuknya flavanon dan bukan dalam bentuk calkonnya. Pembentukan empat senyawa dihidrocalkon yaitu artoindonesianin C1-C3 (1-3) dan AC 5-1 (4) disarankan melalui pembentukan 6’-deoksicalkon yang kemudian mengalami reaksi reduksi dan geranilisasi sedangkan senyawa dihidrocalkon lain yaitu 4,4’-di-O-metil floretin terbentuk melalui biosintesis floretin yang kemudian termetilasi. Ditemukannya senyawa dihidrocalkon flavanon dan flavanonol, serta adanya senyawa fenol yang memiliki gugus samping geranil dan isoprenil di cincin B pada daun Artocarpus menunjukkan bahwa tumbuhan Artocarpus memiliki kemampuan memproduksi senyawa fenol dengan kelompok senyawa serta struktur yang bervariasi. Data penelitian ini juga berkonstribusi pada bidang kemotaksonomi. Dalam hal ini, dengan ditemukannya senyawa dihidrocalkon yang memiliki pola oksigenasi di cincin B berupa ortodioksigenasi pada A. altilis dan A. communis dan A. kemando sedangkan pada A. lanceifolius senyawa fenol ditemukan berupa monooksigenasi di cincin B, yang menunjukkan bahwa ketiga spesies tersebut memiliki tingkat evolusi yang lebih tinggi dibanding A. lanceifolius. Hal ini sejalan asumsi yang diajukan Kanzaki (1997). Selain itu ditemukannya senyawa AC 5-2 (4) pada A. altilis,A. communis dan A. kemando, menunjukkan bahwa ketiga spesies tumbuhan ini memiliki hubungan kekerabatan yang erat satu sama lain. Dari kajian tentang sitotoksik senyawa hasil isolasi terhadap sel murin P-388 memperlihatkan bahwa satu senyawa fenol dikategorikan sangat aktif yaitu siklokumunol (12) dengan IC 50 1,9 μg/mL, tiga senyawa lainnya dikategorikan aktif yaitu 3’-geranilnaringenin (9), lespedezaflavanon C (11) dan AC 5-1 (4) dengan IC 50 masing-masing 3,2; 3,4; dan 3,6 μg/mL. Melalui kajian hubungan struktur dan aktivitas sitotoksik, maka dari penelitian ini terlihat bahwa adanya gugus samping prenil atau geranil cenderung meningkatkan sifat sitotoksik senyawa fenol dari daun, dan sifat sitotoksik akan meningkat apabila gugus prenil atau geranil terikat di cincin B. Selain itu apabila gugus geranil ini termodifikasi membentuk siklisasi atau teroksidasi cenderung menurunkan sifat sitotoksik..