6 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Tulang Tulang merupakan bagian penting dalam sistem gerak tubuh. Selain sebagai penyokong struktural tubuh, tulang merupakan tempat melekatnya ligamen, tendon, dan otot yang memungkinkan tubuh untuk bisa bergerak. Selain itu, tulang juga memiliki fungsi proteksi untuk melindungi organ-organ di dalamnya (Su dkk., 2019). Komposisi pada tulang terdiri dari tiga komponen penting, yaitu 25% matriks organik, 50% mineral inorganik, dan 25% air. Tulang sendiri dapat dibagi menjadi 2 tipe berdasarkan strukturnya, yaitu cortical bone dan cancellous bone (Corra, 2020). Struktur tulang dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Gambar II.1. Gambar II.1 Struktur Tulang (Su dkk., 2019). Cancellous bone (trabecular bone / spongy bone) merupakan jenis tulang yang terdiri dari trabecular plates dan trabecular rods seperti ditunjukkan pada Gambar II.2 (Metzger, Burr dan Allen, 2020). Sifat mekanik dari cancellous bone ini dapat bervariasi, bergantung pada densitas dan porositas dari trabecular. Rata-rata nilai kekuatan dari cancellous bone ada di antara 5-10 MPa dengan modulus antara 50- 7 100 MPa (Kundu dkk., 2014). Sehingga, pada rekayasa jaringan tulang, kekuatan perancah sintetik haruslah mendekati kekuatan dari tulang sehat manusia untuk dapat menstimulasi lingkungan fisiologis mekanik yang dinamik (Entezari dkk., 2020). Gambar II.2 Struktur Tulang Kanselus / cancellous bone (Metzger, Burr dan Allen, 2020) II. 2 Cacat Tulang (Bone Defects) Cacat tulang (seperti ditunjukkan pada Gambar II.3) merupakan keadaan dimana suatu bagian dari tulang hilang (bone loss) akibat adanya faktor eksternal seperti kecelakaan dan juga faktor internal seperti penyakit. Bone loss membutuhkan perawatan yang relatif lebih lama dan memiliki resiko komplikasi yang cukup tinggi (Wiese dan Pape, 2010). Gambar II.3 Bone loss yang terjadi pada tulang femur 8 Pada dasarnya, tulang dapat melakukan regenerasi dan rekonstruksi secara alami (Giannoudis, 2018). Namun, semakin besar bone loss yang terjadi, maka proses regenerasi dan rekonstruksi alami akan terhambat. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya kegagalan rekonstruksi dan berbagai komplikasi (Laubach dkk., 2022). II. 3 Perancah Tulang (Scaffold) Perancah tulang (scaffold) adalah komponen paling penting dalam rekayasa jaringan tulang. Perancah berfungsi menyediakan substrat awal untuk jaringan tulang bisa tumbuh sampai selnya dapat menghasilkan matriks ekstraseluler sendiri (Qiu, Cui dan Wang, 2019). Maka dari itu, perancah harus memiliki sifat biokompatibel, sehingga tidak terjadi efek toksik atau penolakan dari dalam tubuh. Kedua, perancah harus mampu terdegradasi secara biologis ketika sudah diimplankan. Hal ini agar proses pertumbuhan matriks ekstraseluler alami tidak terhambat oleh keberadaan perancah. Ketiga, perancah juga harus memiliki kekuatan mekanik yang sesuai dengan tulang sehat, sehingga fungsinya sebagai pengganti tulang sementara dapat diakomodasi (Eivazzadeh-Keihan dkk., 2019). Sebagai substrat awal pertumbuhan jaringan tulang, perancah harus bisa semirip mungkin memiliki struktur seperti halnya matriks ekstraseluler dari tulang sehat, yaitu struktur pori yang saling terhubung. Dengan begitu, perancah dapat memfasilitasi proses transfer molekul dan nutrisi ke bagian dalam perancah dan menstimulasi proses pertumbuhan jaringan tulang (Nie dkk., 2022; Angili dkk., 2023). II. 4 Fabrikasi 3D Printing Saat ini, teknologi pencetakan dengan 3D printing telah meningkat secara signifikan, sehingga memungkinkan untuk mengonstruksi material dengan geometri pori yang kompleks dan dapat dikendalikan. Teknologi ini dapat mengontrol dengan lebih baik ukuran pori dan porositas dari perancah dibandingkan dengan metode lain, seperti foam replicating atau freeze casting (Wu dkk., 2021). Secara umum, pemrosesan berbasis ekstruksi digunakan untuk 9 menghasilkan filamen yang kemudian dicetak lapis per lapis sesuai dengan desain yang diinginkan (Liu dkk., 2018). Desain perancah yang diproduksi bisa bermacam- macam, seperti ditunjukkan pada Gambar II.4 (Wang dkk., 2019; Seyedsalehi dkk., 2020). Gambar II.4 Desain perancah hasil 3D printing (Wang dkk., 2019; Seyedsalehi dkk., 2020). II.5 Polycaprolactone (PCL) Polycaprolactone (PCL) merupakan poliester alifatik yang tersusun dari unit ulang heksanoat dengan rumus kimia (C 6 H 10 O 2 ) n hasil polimerisasi pembukaan cincin monomer siklik -caprolactone (Gambar II.5). PCL memiliki struktur semi- kristalin dengan titik leleh di 59-64 °C dan temperatur transisi gelas pada -60 ° C. Densitas dari PCL sendiri adalah 1,145 g/cm 3 (Azimi dkk., 2014). Sedangkan untuk temperatur dekomposisinya adalah 350 °C (Wang, G. Caetano, dkk., 2016). Gambar II.5 Polimerisasi PCL (Azimi dkk., 2014). Dalam aplikasi rekayasa jaringan tulang, PCL yang diproses dengan metode 3D printing telah terbukti menghasilkan matriks perancah dengan struktur pori yang sangat baik. Hal ini karena PCL memiliki titik leleh yang rendah, sehingga mudah 10 ketika diproses dengan pemrosesan ekstrusi (Dong dkk., 2017a). PCL juga memiliki sifat biodegradabel lebih lambat dibandingkan dengan jenis polimer yang lain, sehingga hal ini sejalan dengan proses rekonstruksi jaringan tulang baru (Wang dkk., 2019). Namun, sifat hidrofobik yang tinggi mengakibatkan perlekatan sel pada perancah menjadi kurang optimal (Wang, G. Caetano, dkk., 2016). Selain itu, PCL juga menunjukkan sifat mekanik yang terbatas (Wang dkk., 2019). II.5.1 Degradasi Polycaprolactone (PCL) Material dengan sifat biodegradable menjadi karakteristik yang penting dalam pemilihan material dalam rekayasa jaringan tulang. Biodegradable yang dimaksud adalah material terurai akibat degradasi makromolekul dan terdispersi secara in vivo tanpa menghasilkan residu degradasi yang bersifat toksik terhadap tubuh. Selain itu, kecepatan degradasi dari material harus terkontrol seiring dengan waktu pertumbuhan jaringan tulang (Wang, G. F. Caetano, dkk., 2016).