39 Bab IV Formulasi Model dan Simulasi Bab ini berisikan tahapan-tahapan dalam pembentukan model yang dapat mempresentasikan sistem rantai industri bauksit di Indonesia. Pembentukan model diawali dengan mengidentifikasi permasalahan dan penentuan variabel serta perancangan model secara konseptual yang nanti dapat membantu dalam penelurusan beberapa subsistem yang menjadi bagian dalam sistem yang ditinjau. IV.1 Deksripsi Sistem Pemodelan dibuat untuk menggambarkan sistem rantai industri bauksit di Indonesia secara keseluruhan yang dimulai pada tahun 2001 hingga 2022. Sistem dinamik rantai industri bauksit yang dimodelkan terdiri dari input yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan, serta output yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki. Sistem dinamik rantai industri bauksit yang dimodelkan terdiri dari variabel eksogen dan endogen. Variabel eksogen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan variabel lain (endogen). Sedangkan, variabel endogen merupakan variabel yang diolah dalam model serta dipengaruhi oleh variabel exogen. Dalam penilitian ini, sebagai contoh variabel eksogen dapat berupa regulasi larangan ekspor, nilai awal cadangan, laju pertumbuhan cadangan, kapasitas produksi, harga, utilitas industri, rata-rata pertumbuhan ekonomi, serta rata-rata angka kematian dan kelahiran. Kemudian, variabel-variabel eksogen tersebut secara langsung mempengaruhi variabel endogen seperti produksi bauksit dan produk turunannya, ekspor-impor dan penyerapan dalam negeri, biaya penambangan dan pengolahan, dan laba dari tiap industri. IV.2 Konseptualisasi Sistem Causal Loop Diagram (CLD) merupakan model sistem yang terdiri dari serangkaian variabel yang mempresentasikan kondisi aktual dengan penekanan pada aspek sebab-akibat. Variabel-variabel yang membentuk sistem saling berinteraksi satu sama lain secara dinamik, sehingga apabila terjadi perubahan pada 40 salah satu variabel sebagai input maka akan ada perubahan terhadap keseluruhan variabel yang ada pada sistem dan juga pada akhirnya akan memengaruhi target output sistem itu sendiri. Target output dari penelitian yaitu untuk mengoptimalkan rantai industri bauksit dalam negeri dengan memaksimalkan penyerapan bijih bauksit dan produk turunannya seperti alumina dan aluminium, serta peningkatan nilai tambah ekonomi. Dasar dari pembuatan causal loop diagram untuk pengembangan model rantai industri bauksit dalam negeri ialah model yang dikembangkan oleh H.U.Sverdrup et al (2015) untuk model komoditas aluminium yang kemudian akan disesuaikan dengan kondisi aktual di Indonesia. Gambar IV.1 Causal Loop Diagram (CLD) Pengembangan Model Komoditas Aluminium Global (H.U.Sverdrup et al, 2015) Model yang akan dikembangkan untuk penelitian ini akan dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan produksi (pasokan) yang terdiri dari 4 subsistem yaitu, subsistem pertambangan, subsistem pengolahan alumina, subsistem smelter aluminium, dan subsistem industri-antara. Serta dibatasi pada hal yang berkaitan dengan sisi konsumsi (permintaan) yang digambarkan pada subsistem konsumsi. Tiap-tiap subsistem yang dikembangkan akan diarahkan pada peningkatan nilai tambah ekonomi yang digunakan pula sebagai parameter dalam mengevaluasi kinerja sistem yang didapatkan dari laba pada masing-masing subsistem pasokan. 41 Gambar IV.2 Causal Loop Diagram (CLD) Rantai Industri Bauksit Indonesia 42 Causal Loop Diagram rantai industri bauksit dimulai dari Balancing Loop B1 akibat adanya hubungan umpan balik negatif variabel cadangan bijih bauksit dan produksi MGB dari aktivitas penambangan (Gambar IV.2). Kegiatan produksi bijih bauksit akan mengurangi jumlah cadangan bijih yang ekonomis untuk ditambang, apabila tidak adanya penambagan jumlah cadangan. Bijih bauksit yang di produksi ditambang akan diolah oleh perusahaan menjadi washed bauxite atau metallurgical bauxite (MGB). Selanjutnya MGB sebagai produk utama industri hulu akan dijual ke dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pengolahan alumina domestik dan selain itu penjulan juga dilakukan ke luar negeri. Kegiatan penjualan domestik dan ekspor MGB merupakan pendapatan perusahaan tambang, dimana semakin tinggi penjualan dan harga komoditas maka pendapatan yang di dapat akan meningkat. Namun pendapatan tersebut akan diimbangi oleh biaya pertambangan dan pengolahan (Balancing Loop B2) yang dimana variabel ini dipengaruhi oleh biaya energi. Maka, dari pendapatan penjualan MGB dan biaya pertambangan pengolahan akan didapat laba yang diperoleh perusahaan pertambangan. Produk MGB yang dijual ke dalam negeri merupakan produk input pengolahan alumina SGA dan CGA. Penyerapan domestik terhadap konsentrat MGB tergantung kapasitas pengolahan yang ada di dalam negeri. Maka, adanya peningkatan kapasitas akan meningkatkan tingkat produksi alumina SGA dan CGA. Selisih dari pendapatan perusahaan pengolahan SGA dan CGA didapatkan dari penjualan domestik dan luar negeri dengan biaya pengolahan alumina merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan pengolahan alumina. Terdapat perbedaan antara SGA dan CGA, alumina CGA dapat dikonsumsi langsung oleh industri hilir, sedangkan SGA akan diproses kembali sebagai input produksi perusahaan smelter aluminium. Peningkatan kapasitas industri SGA adalah dampak dari larangan ekspor produk washed bauxite, sehingga peningkatan kapasitas diperlukan untuk mengolah seluruh produk MGB dalam negeri. Selanjutnya produk SGA dari perusahaan pengolahan akan diproses oleh perusahaan smelter hingga menjadi aluminium. Penyerapan SGA di dalam negeri dipengaruhi oleh kapasitas smelter yang ada. Keuntungan yang didapat dari 43 perusahaan smelter diperoleh dari selisih penjualan produk aluminium dengan biaya peleburan dan pemurnian. Aluminium yang dijual ke dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan industri-antara aluminium. Semakin tinggi kapasitas industri- antara dalam negeri akan meningkatkan penyerapan aluminium untuk memproduksi barang setengah jadi berbasis aluminium. Namun, Indonesia masih harus mengimpor sebanyak 75% dari kebutuhan aluminium yang ada, maka kondisi ini menyebabkan kapasitas smelter aluminium dalam negeri perlu ditingkatkan. Peningkatan produksi aluminium akan mempengaruhi produksi dan penjualan barang setengah jadi mengandung aluminium di Indonesia. Dampaknya akan menurunkan tingkat impor barang setengah jadi berbasis aluminium. Maka, kondisi tersebut akan mengarah pada perolehan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi. Dalam penelitian ini produk industri-antara dipengaruhi langsung oleh permintaan produk berbasis aluminium yang jumlah dihitung berdasarkan populasi dan PDB per kapita. Balancing loop B3 terbentuk karena adanya interaksi antara kapasitas industri-antara yang tersedia, gap antara kapasitas yang ada dengan kebutuhan produk setengah jadi berbasis aluminium dalam negeri serta penambahan kapasitas industri-antara. Semakin tinggi kebutuhan produk mengandung aluminium di dalam negeri, menyebabkan kapasitas industri-antara tembaga perlu ditingkatkan. Penambahan kapasitas dihitung dari gap kapasitas produksi, yaitu selisih antara perkiraan kebutuhan produk berbasis aluminium dalam negeri dengan kapasitas industri aktual. IV.3 Formulasi Model Stock and Flow Diagram (SFD) merupakan kelanjutan atau salah satu bentuk implementasi dari Causal Loop Diagram yang sudah bersifat kuantitatif. Konsep sistem atau struktur model akan diterjemahkan ke dalam bentuk persamaan- persamaan (equation). Persamaan-persamaan tersebut dibangun berdasarkan hubungan logis yang terjadi antar variabel yang berkaitan. 44 IV.3.1 Subsistem Pertambangan Bauksit Model subsistem pertambangan bauksit dapat dilihat pada Gambar IV.3. Subsistem pertambangan bertujuan untuk mengetahui tingkat produksi bauksit dan tingkat penjualan domestik maupun ekspor. Penjualan atau penyerapan domestik dipengaruhi oleh kapasitas pengolahan alumina di Indonesia. Maka, jika semakin tinggi penyerapan domestik, mengindikasikan bauksit dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan di dalam negeri. Pada model ini, produksi bauksit dipengaruhi oleh ketersediaan cadangan dan target produksi. Cadangan bauksit pada tahun 2001 hingga 2008 diasumsikan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4% per tahun, nilai tersebut didapat dari USGS (2021) data rata-rata pertumbuhan cadangan bauksit global. Sedangkan, pada tahun 2008 hingga 2022 cadangan bauksit di Indonesia terus mengalami peningkatan yang cukup tinggi mencapai rata-rata peningkatan cadangan sebesar 38% berdasarkan data Badan Geologi (2022). Cadangan bauksit di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 145,90 juta ton, dengan menggunakan rata-rata pertumbuhan sebesar 4%, maka diperoleh nilai cadangan bauksit mula-mula pada tahun 2001 sebesar 105,25 juta ton. Gambar IV.3 SFD Subsistem Pertambangan Bauksit 45 Selain dipengaruhi oleh ketersediaan cadangan, produksi bauksit juga dipengaruhi oleh target produksi. Target produksi sendiri dipengaruhi oleh tingkat produksi tahun-tahun sebelumnya, tingkat laba, serta regulasi pemerintah terkait pembatasan ekspor. Pada tanggal 12 Januari 2014, pemerintah memberlakukan larangan ekspor mineral mentah atau bijih bauksit berdasarkan PP No.1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua PP No.23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, akibatnya produksi bijih bauksit meningkat pesat pada tahun sebelumnya karena pelaku usaha ingin memaksimalkan keuntungan dari penjualan ekspor, dan juga akibat lain dari pembatasan ekspor tersebut hingga tahun 2016 produksi bijih nikel menurun drastis hingga mencapai level yang hamper sama dengan tingkat produksi pada tahun 2009. Berdasarkan PERMEN ESDM No.5 Tahun 2017, pemerintah memberlakukan kembali penjualan bauksit ke luar negeri yang telah dilakukan pencucian dengan kadar Al 2O3 ≥ 42% dalam jumlah tertentu, hal tersebut memberi dampak peningkatan produksi bauksit di Indonesia. Bauksit yang telah ditambang akan dijual ke dalam negeri maupun ekspor. Namun, pada model ini penjualan ke dalam negeri akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pengolahan alumina. Total kapasitas input industri pengolahan alumina hingga saat ini ialah sebesar 8,128 juta ton bauksit. Rencananya akan ada tambahan sebanyak 11 pabrik pengolahan termasuk yang ekspansi dengan total kapasitas input mencapai sekitar 44,04 juta ton. Kondisi ini akan disimulasikan untuk skenario I yang digambarkan oleh variabel Laju Pertumbuhan Pengolahan Alumina DN. Apabila produksi bauksit lebih besar daripada kebutuhan pengolahan alumina, maka akan dilakukan ekspor atau dijual ke luar negeri. Penjualan bauksit baik ke dalam negeri maupun ekspor akan dikalikan dengan harga jual untuk memperoleh estimasi pendapatan atau revenue. Harga jual dalam negeri yang dipakai merupakan penjualan yang dibayar sesuai dengan kadar Al 2O3 yang terkandung didalam washed bauxite sebesar 1,5% dari harga HMA yang mengacu kepada LME aluminium, dan apabila kadar Al 2O3 kurang atau lebih dari 47% akan ada pengurangan atau penambahan harga sebesar USD 1,4/dmt (Kementerian ESDM, 46 2023). Kandungan Al2O3 dalam washed bauxite dalam model ini diasumsikan sebanyak 47% sehingga tidak ada penambahan atau pengurangan harga jual. Sedangkan, untuk harga jual ekspor pada model ini ialah harga jual hasil kalkulasi antara nilai ekspor bauksit (USD) dan volume ekspor (ton). Pendapatan dari penjualan akan dikurangi dengan biaya produksi untuk memperoleh perkiraan laba. Sementara itu, untuk biaya produksi menggunakan data biaya produksi bauksit PT.ANTAM dan diperkirakan sebesar 0,8 dari harga jual dalam negeri. Variabel-variabel yang digunakan pada model sistem dinamik diterjemahkan ke dalam bentuk persamaan-persamaan untuk mensimulasikan model. Pada beberapa persamaan memuat nilai parameter yang dapat berupa konstanta maupun nilai awal atau mula-mula sebagai input informasi. Konstanta merupakan nilai tetap yang digunakan sepanang periode simulasi, sedangkan nilai awal merupakan nilai yang memuat informasi kondisi awal simulasi. Persamaan-persamaan pada subsistem pertambangan dapat dilihat pada Tabel IV.1. Tabel IV.1 Persamaan-persamaan untuk subsistem pertambangan Variabel Persamaan Satuan Cadangan Bijih Bauksit (stok) (∫Penemuan Cadangan Baru-Produksi MGB) ton Initial value = 1.05253e+08 Penemuan Cadangan Baru Cadangan Bijih Bauksit*Laju Rata-rata Penambahan Cadangan ton/tahun Laju Rata-rata Penambahan Cadangan IF THEN ELSE(Time<=2009, 0.04, IF THEN ELSE(Time>2009:AND:Time<=2021, 0.38, 0)) 1/tahun Umur Cadangan Bijih Cadangan Bijih Bauksit/Target Produksi MGB tahun Efek Ketersediaan Cadangan Bijih Bauksit WITHLOOKUP((0.127479,0.204545),(0.184136,0. 333333),(0.252125,0.530303),(0.331445,0.704545), (0.484419,0.712121),(0.68272,0.712121) ) dmnl Target Produksi MGB (stok) (∫Pertumbuhan Target Produksi MGB) ton/tahun Initial value = 1.5e+06 Pertumbuhan Target Produksi MGB Rata-rata Produksi MGB*Target Pertumbuhan Produksi*Efek Keuntungan*Efek Pembatasan Ekspor ton/(tahun*ta hun) Rata-rata Produksi MGB SMOOTH(Produksi MGB, Waktu Meratakan Produksi MGB) ton/tahun Efek Pembatasan Ekspor IF THEN ELSE(Time=2006, -4, IF THEN ELSE(Time<2010, 0.75, IF THEN ELSE(Time=2010, 80, IF THEN dmnl 47 ELSE(Time>2010:AND:Time<2013, 10.5, IF THEN ELSE(Time=2013, -11.55, IF THEN ELSE(Time=2014, -0.225, IF THEN ELSE(Time=2015, 0.152, IF THEN ELSE(Time>2015:AND:Time<2017, 0.85, IF THEN ELSE(Time=2017, 2.7, IF THEN ELSE(Time>=2018:AND:Time<2019, 1.5, IF THEN ELSE(Time=2019, 3, IF THEN ELSE(Time=2020, 0.05, IF THEN ELSE(Time=2021, 0.55, IF THEN ELSE(Time=2022, -3.394, IF THEN ELSE(Time>2024:AND:Time<2027, 4.324, 0))))))))))))))) Produksi MGB Target Produksi MGB*Efek Ketersediaan Cadangan Bijih Bauksit ton/tahun Penjualan MGB Ekspor IF THEN ELSE(Kecukupan Produksi MGB Untuk Industri Pengolahan Alumina>1, Produksi MGB- Penjualan MGB DN,0) ton/tahun Biaya Produksi MGB Rata-rata Biaya Penambangan dan Produksi per Ton*Produksi MGB USD/tahun Rata-rata Biaya Penambangan dan Produksi per Ton WITHLOOKUP(time,((2001,11.39),(2002,16.27),( 2003,15.46),(2004,12.2),(2005,7.67),(2006,6.5),(20 07,7.36),(2008,10.58),(2009,13.83),(2010,13.83),(2 011,15.46),(2012,17.09),(2013,19.53),(2014,17.9),( 2015,0),(2016,0),(2017,24.01),(2018,25.75),(2019,2 1.86),(2020,20.77),(2021,30.21), (2022,33.04) ) USD/ton Kecukupan Produksi MGB u/ Industri Pengolahan Alumina Produksi MGB/Kapasitas Input MGB Pada Pengolahan Alumina ton/tahun Penjualan MGB DN IF THEN ELSE(Kecukupan Produksi MGB Untuk Industri Pengolahan Alumina>1, Kapasitas Input MGB Pada Pengolahan Alumina, Produksi MGB) ton/tahun Penerimaan Penjualan Ekspor MGB Penjualan Ekspor MGB *Harga Rata-rata MGB per ton" USD/tahun Harga Rata-rata Ekspor MGB per ton WITHLOOKUP(time(2001,14),(2002,20),(2003,19 ),(2004,15),(2005,9.43),(2006,7.99),(2007,9.04),(20 08,13),(2009,17),(2010,17),(2011,19),(2012,21),(20 13,24),(2014,22),(2015,0),(2016,0),(2017,39),(2018 ,30),(2019,30),(2020,29),(2021,32), (2022,35) ) Penerimaan Penjualan MGB DN Penjualan MGB DN*Harga Rata-rata MGB per ton" USD/tahun Harga Rata-rata MGB per ton WITHLOOKUP(time(2001,11.6),(2002,10.8),(200 3,11.4),(2004,13.7),(2005,15.1),(2006,20.5),(2007,2 1.1),(2008,20.6),(2009,13.3),(2010,17.4),(2011,19.2 ),(2012,16.2),(2013,14.8),(2014,14.9),(2015,13.3),( 2016,24.1),(2017,29.5),(2018,31.6),(2019,26.9),(20 20,25.5),(2021,37.1),(2022,40.6)) USD/ton 48 Keuntungan Penjualan MGB Penerimaan Penjualan Ekspor MGB+Penerimaan Penjualan MGB DN USD/tahun Laba Penjualan MGB Keuntungan Penjualan MGB-Biaya Produksi MGB USD/tahun Laba Penjualan MGB Awal INITIAL (Laba Penjualan MGB) USD/tahun Rasio Laba Penjualan MGB Laba Penjualan MGB/Laba Penjualan MGB Awal dmnl Efek Keuntungan WITH LOOKUP (Rasio Laba Penjualan MGB, ([(0,0)(10,10)],(0,0.606061),(0.594901,0.909091),( 1.1898,1.17424),(1.75637,1.28788),(2.32295,1.439 39),(2.80453,1.62879) ) dmnl Kapasitas Input Pengolahan Alumina DN (∫Penambahan Kapasitas Pengolahan Alumina DN) ton/tahun Initial value = 0,001 Penambahan Kapasitas Pengolahan Alumina DN Kapasitas Input Pengolahan Alumina DN*Laju Pertumbuhan Pengolahan DN ton/(tahun*ta hun) Laju Pertumbuhan Pengolahan DN (Skenario I) IF THEN ELSE(Time<2014, 0, IF THEN ELSE(Time=2014, 1e+09, IF THEN ELSE(Time=2015, 3.564, IF THEN ELSE(Time>2015:AND:Time<2021, 0, IF THEN ELSE (Time>2020:AND:Time<2022,0.785, IF THEN ELSE(Time=2025, 4.41, 0)))))) 1/tahun Kapasitas Input MGB u/ Pengolahan Alumina Kapasitas Input Pengolahan Alumina DN ton/tahun IV.3.2 Subsistem Pengolahan Alumina Model subsistem pengolahan alumina dapat dilihat pada Gambar IV.4. Subsistem ini bertujuan untuk mengetahui tingkat produksi alumina baik dalam bentuk SGA maupun CGA dan tingkat penjualan domestik maupun ekspor. Semakin tinggi penyerapan domestik, mengindikasikan bauksit dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan di dalam negeri. 49 Gambar IV.4 SFD Subsistem Pengolahan Alumina Bauksit yang telah ditambang sebagian akan diserap oleh industri pengolahan alumina. Jumlah penyerapan dalam negeri terhadap bauksit dipengaruhi oleh kapasitas industri SGA maupun CGA yang terdapat di Indonesia. Kondisi selama periode simulasi dari tahun 2001-2022, industri alumina di Indonesia dapat dikatakan industri baru, hal ini merupakan dampak dari diterbitkannya regulasi- regulasi terkait peningkatan nilai tambah. Industri SGA terdapat di Indonesia baru ada pada tahun 2016, sedangkan industri CGA pada tahun 2015. Dalam model penelitian, bauksit yang diserap di dalam negeri sebagai bahan baku untuk menghasilkan alumina SGA dan CGA, sehingga penyerapan bauksit akan dibagi ke dalam dua industri yaitu SGA dan CGA sesuai dengan kapasitas input masing-masing industri tersebut. Jumlah produksi masing-masing produk didapatkan dari penyerapan bauksit dikalikan utilitas pengolahan masing-masing industri dan efisiensi pengolahan atau perbandingan kapasitas output dan input pengolahan sebesar 30%. Produk alumina akan dijual untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri. Produk SGA dijual untuk memenuhi kebutuhan industri smelter aluminium, sedangkan CGA dijual untuk memenuhi kebutuhan industri hilir. Jika produksi melebihi permintaan domestik, maka akan diberlakukan ekspor. Sebagian dari hasil pengolahan industri alumina yaitu SGA diserap oleh smelter dalam negeri dan sisanya akan diekspor. Jumlah penyerapan dalam negeri tergantung dari kapasitas 50 input smelter yang ada di Indonesia. Nilai kapasitas input SGA yang digunakan untuk menghasilkan aluminium ialah sebanyak 500 ribu ton karena dalam periode simulasi tidak ada penambahan smelter dan refinery. Namun, rencana pemerintah terkait peningkatan nilai tambah, PT. INALUM telah merencanakan penambahan kapasitas produksi sebesar 1 juta ton aluminium dengan kapasitas input sebesar 2 juta ton SGA. Kondisi ini akan disimulasikan untuk skenario I yang digambarkan oleh variabel Laju Pertumbuhan Input Smelter DN. Total dari penjualan produk alumina baik domestik maupun luar negeri akan dikalikan dengan harga jual masing-masing produk untuk mendapatkan estimasi perolehan pendapatan atau revenue. Kemudian, pendapatan akan dikurangi biaya produksi untuk mendapatkan estimasi laba (profit) dari masing-masing produk. Nilai harga jual didapatkan dari hasil kalkulasi antara nilai ekspor alumina (USD) dan volume ekspor (ton), sedangkan biaya produksi SGA dan CGA masing-masing diasumsikan 0,53 dan 0,76 dari harga jual. Persamaan-persamaan pada subsistem pengolahan alumina dapat dilihat pada Tabel IV.2 Tabel IV.2 Persamaan-persamaan untuk subsistem pengolahan alumina Variabel Persamaan Satuan Penyerapan MGB Oleh Industri SGA Rasio Penyerapan Industri SGA*Penjualan MGB DN ton/tahun Rasio Penyerapan Industri SGA WITHLOOKUP(time,(2001,0),(2002,0),(2003,0),(20 04,0),(2005,0),(2006,0),(2007,0),(2008,0),(2009,0),(2 010,0),(2011,0),(2012,0),(2013,0),(2014,0),(2015,0),( 2016,0.213),(2017,0.781),(2018,0.781),(2019,0.781), (2020,0.781),(2021,0.781),(2022,0.89)) dmnl Produksi SGA Penyerapan MGB Oleh Industri SGA*0.28*Utilitas Pengolahan SGA ton/tahun Utilitas Pengolahan SGA WITHLOOKUP(time,(2001,0),(2002,0),(2003,0),(20 04,0),(2005,0),(2006,0),(2007,0),(2008,0),(2009,0),(2 010,0),(2011,0),(2012,0),(2013,0),(2014,0),(2015,0),( 2016,1),(2017,1.04),(2018,1),(2019,1.03),(2020,1.05) ,(2021,1.06) ) dmnl Biaya Pengolahan SGA Rata-rata Biaya Pengolahan SGA per ton*Produksi SGA USD/tahun Rata-rata Biaya Pengolahan SGA per ton WITHLOOKUP(time(2001,0),(2002,0),(2003,0),(20 04,0),(2005,0),(2006,0),(2007,0),(2008,0),(2009,0),(2 010,0),(2011,0),(2012,0),(2013,0),(2014,0),(2015,0),( USD/tahun 51 2016,147),(2017,178.3),(2018,256.3),(2019,190.5),(2 020,151.2),(2021,172.4),(2022,202.2) ) Penjualan SGA Ekspor IF THEN ELSE(Kecukupan Produksi SGA u/ Smelter Al>1, Produksi SGA-Penjualan SGA DN, 0) ton/tahun Penerimaan Penjualan Ekspor SGA Penjualan SGA Ekspor*Harga SGA per ton USD/tahun Kecukupan Produksi SGA u/ Smelter Al Produksi SGA/Total Kapasitas Input Smelter Al DN dmnl Penjualan SGA DN IF THEN ELSE(Kecukupan Produksi SGA u/ Smelter Al>1, Total Kapasitas Input Smelter Al DN, Produksi SGA) ton/tahun Penerimaan Penjualan SGA DN Penjualan SGA DN*Harga SGA per ton USD/tahun Harga SGA per ton WITHLOOKUP(time,(2001,0),(2002,0),(2003,0),(20 04,0),(2005,0),(2006,0),(2007,0),(2008,0),(2009,0),(2 010,0),(2011,0),(2012,0),(2013,0),(2014,0),(2015,0),( 2016,277),(2017,336),(2018,483),(2019,359),(2020,2 85),(2021,325),(2022,381) ) USD/ton Keuntungan Penjualan SGA Penerimaan Penjualan Ekspor SGA+Penerimaan Penjualan SGA DN USD/tahun Potensi Impor SGA IF THEN ELSE(Kecukupan Produksi SGA u/ Smelter Al<1, Total Kapasitas Input Smelter Al DN- Penyerapan Oleh Smelter Al DN, 0) ton/tahun Impor SGA Potensi Impor SGA ton/tahun Laba Industri Pengolahan SGA Keuntungan Penjualan SGA-Biaya Pengolahan SGA USD/tahun Penyerapan MGB Oleh Industri CGA Rasio Penyerapan Industri CGA*Penyerapan MGB Oleh Industri Pengolahan Alumina ton/tahun Produksi CGA Penyerapan MGB Oleh Industri CGA*0.3*Utilitas Pengolahan CGA ton/tahun Utilitas Pengolahan CGA WITHLOOKUP(time(2001,0),(2002,0),(2003,0),(20 04,0),(2005,0),(2006,0),(2007,0),(2008,0),(2009,0),(2 010,0),(2011,0),(2012,0),(2013,0),(2014,0),(2015,0.4 ),(2016,0.34),(2017,0.15),(2018,0.03),(2019,0.35),(2 020,0.31),(2021,0.32),(2022,0.51) ) dmnl Penjualan CGA Produksi CGA*Harga Rata-rata CGA per ton ton/tahun Harga Rata-rata CGA per ton WITHLOOKUP(time(2001,0),(2002,0),(2003,0),(20 04,0),(2005,0),(2006,0),(2007,0),(2008,0),(2009,0),(2 010,0),(2011,0),(2012,0),(2013,0),(2014,0),(2015,23 6),(2016,219),(2017,238),(2018,364),(2019,280),(20 20,230),(2021,217),(2022,281) ) USD/ton Biaya Pengolahan CGA Produksi CGA*Biaya Pengolahan CGA per ton USD/tahun Biaya Pengolahan CGA per ton WITHLOOKUP(time,(2001,0),(2002,0),(2003,0),(20 04,0),(2005,0),(2006,0),(2007,0),(2008,0),(2009,0),(2 010,0),(2011,0),(2012,0),(2013,0),(2014,0),(2015,0),( USD/ton 52 2016,167),(2017,181.5),(2018,277.6),(2019,213.6),(2 020,175.4),(2021,165.5),(2022,214.3) Laba Industri Pengolahan CGA Penjualan CGA-Biaya Pengolahan CGA USD/tahun Kapasitas Input Smelter Al DN (∫Penambahan Kapasitas Input Smelter DN) ton/tahun Initial value = 500000 Penambahan Kapasitas Input Smelter DN Kapasitas Input Smelter Al DN*Laju Pertumbuhan Input Smelter DN ton/(tahun*ta hun) Laju Pertumbuhan Input Smelter DN (Skenario I) IF THEN ELSE(Time=2025, 4, 0) 1/tahun Total Kapasitas Input Smelter Al DN Kapasitas Input Smelter Al DN ton/tahun IV.3.3 Subsistem Smelter dan Refinery Aluminium Model subsistem smelter dan refinery Aluminium dapat dilihat pada Gambar IV.5. Subsistem ini bertujuan untuk mengetahui tingkat produksi aluminium dan tingkat penjualan domestik maupun ekspor. Semakin tinggi penyerapan domestik, mengindikasikan aluminium dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan industri-antara dalam negeri. Gambar IV.5 SFD Subsistem Smelter dan Refinery Aluminium 53 Dalam model ini, produk smelter yaitu aluminium akan dijual untuk memenuhi kebutuhan industri-antara dalam negeri terlebih dahulu, sisanya akan diekspor ke pasar luar negeri. Penjualan aluminium dalam negeri dipengaruhi oleh kapasitas tiap produk industri-antara.