Hasil Ringkasan
BAB 3 Rully Ernando

Jumlah halaman: 17 · Jumlah kalimat ringkasan: 50

22 Bab III Tinjauan Umum III.1 Potensi Kekayaan Bauksit Nasional Keterbentukan bauksit dikarenakan adanya proses lateritisasi batuan induk yang dapat berupa batuan beku, batulempung, dan serpih yang mengalami proses dehidrasi dan kemudian mengalami pengerasan menjadi bauksit. Umumnya bauksit akan mengandung Al 2O3 (45-65%), SiO2 (1-12%), Fe2O3 (2-25%), TiO2 (>3%), dan H 2O (14-36%), sedangkan contoh mineralnya adalah gippsite, diaspore, dan boehmit, kadar silika akan menurunkan kadar Al dan kualitasnya. Menurut data neraca sumber daya dan cadangan bauksit yang telah dilaporkan oleh Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) Badan Geologi Kementerian ESDM (2022), Indonesia memiliki sumber daya bijih bauksit sebanyak 6.211 juta ton dan cadangan sebanyak 3.136 juta ton. Gambar III.1 Sumber Daya dan Cadangan Bauksit Tahun 2009-2022 (Badan Geologi, 2022) 0 1.000.000.000 2.000.000.000 3.000.000.000 4.000.000.000 5.000.000.000 6.000.000.000 7.000.000.000 Ton Bijih Bauksit Sumberdaya dan Cadangan Sumberdaya BauksitCadangan Bauksit 23 Dari kegiatan pemutakhiran data-data dari laporan kegitatan, untuk komoditas bauksit didapat dari 182 jumlah titik. Keterdapatan bijih bauksit tersebut tersebar di 3 lokasi di Indonesia, yaitu Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Provinsi Kalimantan Barat memiliki cadangan bauksit terbesar di Tahun 2020 sebesar 2,3 milyar ton bijih (Badan Geologi, 2022). Sebaran sumber daya dan cadangan bauksit di Indonesia dapat dilihat pada Gambar III.2. Gambar III.2 Peta Sebaran Lokasi Sumber Daya dan Cadangan Bauksit di Indonesia (Badan Geologi, 2023) III.2 Rantai Industri Bauksit Nasional Rantai industri bauksit terdiri dari 3 bagian, yaitu industri hulu, industri-antara atau industri pembentukan (forming) dan industri hilir. Saat ini industri hulu yang terdapat di Indonesia ialah industri pencucian bijih bauksit atau washed bauxite, industri pengolahan daan pemurnian alumina berupa SGA dan CGA, dan industri peleburan aluminium. Industri-antara merupakan industri pembentukan seperti aluminium slab, billet, rod, dan plate/sheet, namun kapasitasnya belum dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kemudian produk dari industri-antara digunakan sebagai bahan baku industri hilir. Adapun pohon industri bauksit di Indonesia pada Gambar III.3. 24 Gambar III.3 Pohon Industri Bauksit (Diadaptasi dari Kementerian Perindustrian, 2019) III.2.1 Industri Hulu Berdasarkan data Ditjen Minerba (2022) terdapat total 99 Izin Usaha Penambangan Operasi Produksi (IUP OP) dengan total wilayah sekitar 860 ribu hektare. Enam IUP OP berada di Kepulauan Riau, 84 di Kalimantan Barat, dan 9 di Kalimantan Tengah. Perusahaan yang memiliki izin IUP OP aktif yang memasok bijih bauksit ke pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit adalah PT. Cita Mineral Investindo Tbk., PT. Putra Alam Lestari, PT. Duta Borneo Pratama, dan PT. Antam Tbk UBPB Kalbar. Gambar III.4 Sebaran IUP OP Bauksit (Ditjen Minerba, 2022) 9 IUP Kalteng 84 IUP Kalbar 6 IUP Kep. Riau 25 Setelah dilakukannya penambangan, bauksit mentah akan diolah untuk menjalani proses benefisiasi sehingga menjadi Metallurgical Grade Bauxite (MGB). Pada fase ini, MGB biasanya memiliki kadar aluminium sekitar 45%-48%. MGB merupakan bahan baku dari proses pemurnian untuk menjadi alumina baik SGA maupun CGA. Saat ini terdapat dua pabrik alumina yang telah beroperasi di Indonesia yaitu PT. Well Harvest Mining AR (WHWAR) dan PT. Indonesia Chemical Alumina (ICA).WHWAR mengolah MGB dengan proses pemurnian (refinery) yang mengadopsi proses Bayer menghasilkan Smelting Grade Alumina (SGA) dengan kadar Al 2O3 lebih dari atau sama dengan 98,5% dengan kapasitas produksi 2 juta ton SGA, yang akan digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan aluminium. Sedangkan ICA mengolah MBG menghasilkan produk Chemical Grade Alumina (CGA) melalui proses Bayer yang merujuk pada produk kimia dalam bentuk hidroksida aluminium dan alumina untuk berbagai aplikasi seperti refractoriness (bahan tahan panas), abrasive, produk rakitan, integrated circuit (IC), keramik, industri kertas, kabel serta bahan dasar untuk layar LCD, kecuali industri aluminium dengan kapasitas 300 ribu ton per tahun (PT. WHWAR, 2023; PT. ICA, 2022). Sementara itu, satu-satunya perusahaan yang memproduksi aluminium di Indonesia yaitu PT. Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Dalam memproduksi aluminium digunakan bahan baku berupa SGA dengan kapasitas produksi sebesar 250 ribu ton dengan kadar Al sebesar 99,7 – 99,9% (PT. Inalum, 2022). III.2.2 Industri-antara Produk dari hasil smelting yaitu aluminium perlu di proses lebih lanjut untuk menghasilkan produk setengah jadi (intermediate products). Produk tersebut akan digunakan sebagai bahan baku dalam menghasilkan produk jadi yang akan dipakai langsung oleh konsumen. Berdasarkan pohon industri bauksit, produk antara berbasis aluminium dibagi menjadi beberapa produk yaitu slab, billet, rod, dan Alloy Ingot. Untuk slab akan diolah kembali menjadi plate, sheet, dan foil, billet 26 akan dibentuk kembali menjadi profiles atau flat bar, sedangkan rod menjadi wire rod. Saat ini terdapat 164 pelaku usaha yang bergerak di industri-antara yang dimana membutuhkan pasokan aluminium diantaranya seperti PT. Indonesia Asahan Aluminium, PT Indonesia Aluminium Alloy Ingot, PT. Nusantara Electric, PT. Alumindo Light Metal Industry Tbk, PT. Starmas Inti Aluminium Industry, dan PT. Indo Aluminium Intikarsa (Kementerian Perindustrian, 2019). Adapun daftar perusahaan tersebut dapat dilihat pada Tabel III.1. Tabel III.1 Daftar Perusahaan Industri-antara Aluminium (P3DN Kementerian Perindustrian, 2023) No Nama Perusahaan Kapasitas Produksi (ton/tahun) Jenis Aluminium 1 PT. Indonesia Asahan Aluminium 30,000 Billet 2 PT. Alfo Citra Abadi 36,000 Billet 3 PT. Indonesia Asahan Alloy 50,000 Billet 4 PT. Starmas Inti Aluminium Industry 12,000 Billet 5 PT. YKK AP Indonesia 12,000 Billet 6 PT. Indal Aluminium Industry 20,000 Billet 7 PT. Aluprima Pacific Industries 6,000 Billet 8 PT. Aluminium Company Extrusion Industries 9,600 Billet 9 PT. Damai Abadi 5,000 Billet TOTAL 180,600 1 PT. Alumindo Light Metal Industry 144,000 Sheet 2 PT. Starmas Inti Aluminium Industry 36,000 Sheet 3 PT. Indoaluminium Intikarsa Industri 4,000 Sheet 4 PT. Intibumi Alumindotama Industry 15,000 Sheet 5 Lain-lain 48,000 Sheet TOTAL 247,000 1 PT Alam Cendana 6,000 Ingot Alloy 2 PT Aluminium Metal Raya 1,000 Ingot Alloy 3 PT Asahi Seiren Indonesia 15,000 Ingot Alloy 4 PT Daiki Aluminium Industry Indonesia 150,000 Ingot Alloy 5 PT Hanjaya Perkasa Metals Indonesia 25,000 Ingot Alloy 6 PT Harika Metal Makmur 1,500 Ingot Alloy 7 PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) 45,000 Ingot Alloy 8 PT Indonesia Smelting Technology 90,000 Ingot Alloy 9 PT Internusa Browns Indonesia 50 Ingot Alloy 10 PT King Son Metal Industry Indonesia 50 Ingot Alloy 11 PT Pinjaya Logam 9,500 Ingot Alloy 27 12 PT Rarlon Metal Indonesia 18,000 Ingot Alloy 13 PT Sinar Laut Biru Logam Perkasa Jaya 5 Ingot Alloy 14 PT Trikasa Jaya Logam 1,500 Ingot Alloy 15 PT Xinlida Renewable Resources 500 Ingot Alloy TOTAL 363,105 III.2.3 Industri Hilir Aluminium merupakan logam yang memiliki sifat ringan, tahan korosi, penghantar panas dan listrikyang baik. Dalam pemanfaatannya, aluminium dapa ditempa menjadi lembaran, ditarik menjadi kawat dan diekstrusi menjadi batangan dengan bermacam-macam penampang. Permintaan global untuk aluminium didominasi oleh sektor transportasi dengan proporsi sebesar 27%, 17% untuk sektor konstruksi, 15% untuk masing-masing sektor kemasan dan mesin, 9 % untuk kelistrikan, dan 20% untuk lain-lain. Sektor transportasi dan kelistrikan memiliki proyeksi pertumbuhan yang tinggi karena didorong oleh substitusi material dan kebutuhan industri besar masa depan seperti electrical vehicle (EV) (MIND ID, 2022). Sedangkan untuk pemanfaatan dalam negeri, dari beberapa jenis produk antara berbasis aluminium tersebut digunakan sebagai bahan baku untuk perkakas rumah tangga hingga industri otomotif. Dengan proporsi pemakaian aluminium sebesar 39% dari total aluminium digunakan untuk industri transportasi dan manufaktur, 20% digunakan untuk industri kemasan, 14% untuk kebutuhan konstruksi, 9% untuk industri listrik, 8% untuk barang customer, 7% untuk permesinan, dan 3% untuk produk lainnya (PT. Cita Mineral Investindo Tbk., 2017). III.3 Perkembangan Industri dan Kebijakan Bauksit Indonesia Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada Pasal 102 dan 103 tertuang bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib meningkatkan nilai tambah dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pemanfaatan mineral batubara dan wajib di dalam negeri dapat bekerja sama dalam proses peningkatan nilai tambah. Selanjutnya pada tahun 2010 pemerintah menerbitkan PP No.23 Tahun 2010 Pasal 93 menyebutkan bahwa pemegang IUP dan IUPK OP wajib melakukan pengolahan dan pemurnian untuk 28 meningkatkan nilai tambah mineral yang diproduksi, baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya. Melihat dari tahun sebelumnya pada tahun 2007, ANTAM bekerja sama dengan perusahaan lain membangun PT Indonesia Chemical Alumina (ICA) sebagai pabrik Chemical Grade Alumina (CGA) dengan proporsi kepemilikan ANTAM dalam ICA adalah 49% dengan opsi untuk menambah kepemilikan menjadi 51%, sementara partner lain yakni Showa Denko KK (SDK) dari Jepang memiliki 30%, Straits Trading Amalgamated Resources Private Limited (STAR) dari Singapura memiliki 15% dan Marubeni dari Jepang memiliki 6%. Seiring berjalannya waktu pada tahun 2010, komposisi pemegang saham kembali berubah menjadi 80% ANTAM dan 20% SDK, dan konstruksi pabrik CGA Tayan dimulai pada tanggal 11 April 2011 (PT. ICA, 2023) Sebagai pelaksanaan PP No.23 Tahun 2010, pemerintah menerbitkan PERMEN ESDM No.7 Tahun 2012 dimana pada Pasal 4 tertuang setiap jenis komoditas tambang mineral logam khususnya bauksit wajib diolah dan/atau dimurnikan sesuai dengan batasan minimum pengolahan SGA ≥ 99% Al 2O3; CGA ≥ 99% Al 2O3, ≥ 99% Al(OH) 3; dan Logam Al ≥ 99%. Selain itu, pada Pasal 21 diberlakukan pelarangan menjual bijih (raw material atau ore) ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya aturan ini. Pada tahun yang sama, terjadi Perubahan Pertama menjadi PERMEN ESDM No.11 Tahun 2012, dimana pemegang IUP OP dan IPR dapat menjual bijih ke luar negeri apabila telah mendapatkan rekomendasi dari menteri. Dalam menunjang peningkatan nilai tambah mineral di Indonesia, pada tahun 2012 didirikan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery sebagai pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) yang merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) di bawah hukum negara Republik Indonesia dan private company di bawah hukum negara Republik Rakyat Tiongkok. Pemegang saham terdiri dari China Hongqiao Group Co. Ltd 56%; PT Cita Mineral Investindo Tbk (Harita Group) 29 30%; Winning Investment (HK) Company Limited 9%; dan Shandong Weiqiao Aluminium & Electricity (“WHW”) 5%. (PT. WHWAR, 2023). Pada tahun 2013, terjadi Perubahan Kedua PERMEN ESDM 7/2012 menjadi PERMEN ESDM No.20 Tahun 2013, pada Pasal 21A menyatakan pemegang IUP OP dan IPR dapat menjual bijih ke luar negeri sampai dengan tanggal 12 Januari 2014 sesuai dengan ketentuan PP 23 Tahun 2010, serta dilakukan perubahan batas minimum pengolahan menjadi SGA ≥ 98% Al 2O3; CGA ≥ 99% Al 2O3, ≥ 99% Al(OH) 3; dan Logam Al ≥ 99%. Hingga pada tahun berikutnya, PERMEN ESDM 7/2012 diganti menjadi PERMEN ESDM No.1 Tahun 2014, dimana diterapkannya pembatasan ekspor bijih bauksit sampai tanggal 12 Januari 2017 dan wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri sesuai dengan batasan minimum yang baru yaitu SGA ≥ 98% Al 2O3; CGA ≥ 90% Al 2O3, ≥ 90% Al(OH)3; dan Logam Al ≥ 99%. Namun pada realitanya, bahwa pembangunan pabrik alumina yang yang telah dilakukan belum rampung dan masih dalam proses kontruksi, sehingga produksi bijih bauksit di Indonesia menurun sangat drastis, dan tidak sedikit pula perusahaan tambang yang akhirnya memutuskan menghentikan kegiatan operasional untuk menjaga efisiensi. Seiring berjalannya waktu, ICA yang membangun pabrik pengolahan CGA telah selesai pada tahun 2015, namun operasi perusahaan dihadapkan pada beberapa kendala terutama dalam hal pengoperasian pabrik hingga tahun 2018 dan pada tahun yang sama ANTAM secara resmi telah memiliki keseluruhan saham di ICA (100%) dari posisi kepemilikan sebelumnya yaitu sebesar 80% dengan 20% kepemilikan saham dimiliki oleh SDK. Selain itu, WHWAR yang membangun pabrik pengolahan SGA telah selesai dan pada tahun 2016 telah dilakukan ekspor perdana dan produksi. Selanjutnya, dengan berakhirnya pembatasan ekspor yang telah diterapkan, pemerintah mencabut PERMEN ESDM 8/2015 menjadi PERMEN ESDM No.5 Tahun 2017, pada Pasal 9 dan 10 menyatakan dapat melakukan penjualan bauksit ke luar negeri yang telah dilakukan pencucian dengan kadar Al 2O3 ≥ 42% dalam 30 jumlah tertentu paling lama 5 tahun (sampai 11 Januari 2019) sejak berlakunya PERMEN ini dengan ketentuan telah atau sedang membangun fasilitas pemurnian, serta terjadi perubahan kembali terkait batasan minimum pengolahan menjadi SGA ≥ 98% Al 2O3; CGA ≥ 90% Al 2O3, Alumina Hidrat ≥ 90% Al(OH) 3; dan Logam Al ≥ 99%. Dengan berlakunya ekspor terkait regulasi di atas, maka terbitlah Peraturan Menteri Keuangan RI tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar Nomor 13/PMK.010/2017, dimana peraturan ini menyatakan tarif bea keluar washed bauxite (2017-2022) ialah sebesar 10%. Pada tahun 2018, nilai produksi bijih bauksit dan ekspor berupa washed bauxite di Indonesia kembali meningkat, serta yang mulanya Indonesia hanya dapat mengekspor bauksit ke luar negeri, pada tahun tersebut terdapat konsumsi washed bauxite dalam negeri sebagai input dari fasilitas pengolahan alumina yang telah dibangun. Hal ini merupakan langkah awal bahwa peningkatan nilai tambah mineral khususnya bauksit telah terealisasi. Tahun yang sama, pemerintah mencabut PERMEN ESDM 5/2017 menjadi PERMEN ESDM No.25 Tahun 2018, regulasi ini menyatakan bahwa adanya perpanjangan penjualan washed bauxite ke luar negeri sampai 11 Januari 2022. Pada 10 Juni 2020, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada Pasal 170A, menyatakan Pemegang KK, IUP OP, atau IUPK OP dapat melakukan penjualan produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumah tertentu ke luar negeri dalam jangka waktu paling lama 3 tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku. Dengan ketentuan sebagai berikut : a. Telah melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian. b. Dalam proses pembangunan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian. c. Telah melakukan kerjasama pengolahan dan/atau pemurnian. Selain itu, terjadi Perubahan Ketiga PERMEN ESDM 25/2018 menjadi PERMEN ESDM ESDM No.17 Tahun 2020 dimana pada Pasal 26 dinyatakan bahwa Pemegang IUP OP dapat melakukan penjualan bauksit yang telah dilakukan 31 pencucian dengan kadar Al2O3 ≥ 42% dalam jumlah tertentu sampai dengan tanggal 10 Juni 2023. Dengan diberlakukannya Undang-Undang dan peraturan pemerintah, perusahaan memiliki kewajiban dalam memenuhi batasan minimum pengolahan dan tenggat waktu kembali dilakukannya pembatasan ekspor, maka perusahaan pertambangan bauksit terdorong untuk ikut andil dalam kegiatan hilirisasi pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah mineral dan untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian. Kondisi saat ini pembangunan industri pengolahan alumina (SGA dan CGA) di Indonesia telah berlangsung, jika dijumlahkan kapasitas input konsentrat/washed bauxite dari perusahaan yang eksisting dan sedang dalam pembangunan akan menjadi 44,04 juta ton dengan total kapasitas output menjadi 1,3 juta ton CGA dan 13,6 juta ton SGA. Sedangkan pada kondisi aluminium, akan dilakukan pengembangan smelter INALUM dengan kapasitas output sebesar 1 juta ton, sehingga total produksi aluminium menjadi 1,25 juta ton/tahun (Kementerian Perindustrian, 2022). Gambar III.5 Daftar Pabrik Pengolahan Alumina dan Peleburan Aluminium Dalam Proses Konstruksi dan Eksisting di Indonesia (Kementerian Perindustrian, 2022; Kementerian ESDM, 2022) Berkembangnya industri pengolahan dan pemurnian, salah satunya seperti WHWAR telah selesai membangun fasilitas pemurnian fase II, dan mulai beroperasi secara komersial. Kini WHW memiliki kapasitas pemurnian sebesar 2 juta ton SGA per tahun (WHWAR, 2022), ditambah dengan fasilitas lain yang Kapas itas (ton) Je nis 1 P T Berkah P ulau Bintan Riau 1,513,351 537,471 SGA Konstruksi 2 P T Borneo Alumina Indonesia Menpawah 3,000,000 1,000,000 SGA Konstruksi 3 P T Dinamika Sejahtera Mandiri Sanggau 6,300,000 2,000,000 SGA Konstruksi 4 P T Kalbar Bumi P erkasa Sanggau 3,600,000 1,500,000 SGA Konstruksi 5 P T Laman Mining Ketapang 2,800,000 1,000,000 SGA Konstruksi 6 P T P arenggean Makmur Sejahtera Kotawaringin Timur 3,000,000 1,000,000 CGA Konstruksi 7 P T P ersada P ratama Cemerlang Sanggau 2,500,000 1,000,000 SGA Konstruksi 8 P T Quality Sukses Sejahtera P ontianak 2,600,000 900,000 SGA Konstruksi 9 P T Sumber Bumi Marau Ketapang 2,600,000 1,000,000 SGA Konstruksi 10 P T Tanjung Air Berani Riau 2,000,000 700,000 SGA Konstruksi 11 P T WHWAR Line-1 Ketapang 3,564,000 1,000,000 SGA Eksisting 12 P T WHWAR Line-2 Ketapang 3,564,000 1,000,000 SGA Eksisting 13 P T Indonesia Chemical Alumina Tayan 1,000,000 300,000 CGA Eksisting 14 P T Bintan Alumina Indonesia Riau 6,000,000 2,000,000 SGA Konstruksi 44,041,351 12 P T Inalum Sumatera Utara 2,000,000 1,000,000 Aluminium Ingot dan Billet Perencanaan 2,000,000 1,000,000 No Komoditas Output StatusKapas itas Input Bijih (ton)Lokas iNama Pe rus ahaan Pe ngolahan Alumina Sme lte r Aluminium TOTAL 1,000,000 CGA + 13,637,471 TOTAL 32 sedang dalam proses konstruksi akan mampu menyerap semua produk washed bauxite nasional.